Jakarta Jokowi, Daerah Lain Aja Kuwi
Tiga minggu lewat hidup tanpa televisi, radio, internet (terkecuali malam Sabtu sekadar kirim email naskah Sentilan-Sentilun ke Agus Noor dan MetroTV). Tiga minggu lewat kembali menikmati hidup sebagai pejalan bohemian bersama kawan-kawan aktivis, LSM, buruh tani, pedagang asongan dan rakyat yang “berkantor” di jalanan di sejumlah daerah di Jawa Timur.
Sebagai orang merdeka, menjadi pejalan bohemian adalah “kemewahan” yang mengasyikkan. Maklum, anak-anak sudah menikah dan punya kehidupan sendiri. Istri sudah setengah baya dan tidak terlalu butuh kehangatan suami. Si bungsu kelas dua SMA sudah punya cita-cita yang jelas ingin jadi seniman. Maka kembali menjadi pejalan bohemian adalah pilihan yang realistis dan menyenangkan.
Karena panggung pertunjukan sudah diambil alih para politisi dan para caleg untuk berkampanye, maka bersama kawan-kawan yang “berkantor” di jalanan kami akan mengubah demonstrasi menjadi sebuah pentas peristiwa budaya. Salah satunya adalah menggelar sejumlah demonstrasi dalam bentuk karnaval berupa musikalisasi (dangdut koplo dan blues) orasi seperti berikut di bawah ini:
………………
Kuwi aja kuwi, aja milih kuwi
Kuwi sing korupsi, aja milih kuwi
Kuwi wi wi wi wi aja kuwi, aja aja milih kuwi
Kuwi sing korupsi, aja milih kuwi
………………
Saudara-saudara yang terhormat
Para sedulur yang bermartabat
Kaum petani di dusun-dusun sunyi yang terbakar matahari
Kaum nelayan yang dihempas gelombang kemiskinan
Kaum buruh di kampung-kampung kota yang angkuh
Rakyat yang sudah terlalu lama hidup melarat
Inilah saatnya kita bersatu dan bergerak
Sekaranglah saatnya kita melawan dan menjelaskan
Bahwa kita tidak bisa terus-menerus diremehkan
Bahwa kita tidak bisa terus-menerus direndahkan
Kesabaran kita sudah terlalu sering dilukai
Kepercayaan kita sudah terlalu sering dikhianati
Kedaulatan kita dicaplok dan dimanipulasi
Harga diri kita disamakan dengan pengemis dan dibeli dengan uang receh hasil korupsi
……………..
Saudara-saudara yang berdaulat
Para sedulur yang bermartabat
Rakyat kecil yang senasib sependeritaan
Inilah saatnya kita bersatu, bergerak dan melawan
Menyingkirkan pemimpin-pemimpin yang korup dan ngenthit duit rakyat
Menyingkirkan pejabat-pejabat yang nyolong harta Negara
Menyingkirkan politisi-politisi yang tidak bermutu dan bermoral busuk
Menyingkirkan wakil rakyat yang sibuk memperkaya dirinya sendiri
……………..
Saudara-saudara, para sedulur, rakyat jelata yang sudah terlalu lama hidup menderita
Dengan ijin Allah yang maha pengasih dan maha terhormat
Marilah kita bergerak, bergerak, bergerak dan bersatu menjadi rakyat yang berdaulat.
Marilah kita bergerak dan bersatu menyelamatkan harta Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari gerombolan koruptor yang merampok dan menyengsarakan rakyat.
Dari geng koruptor yang lebih jahanam dari geng motor.
Laksana angin puting beliung para koruptor memporak-porandakan kesejahteraan rakyat, merobohkan jembatan, gedung-gedung sekolah ambruk dan pasar-pasar terbakar.
Laksana gelombang tsunami para koruptor menenggelamkan berjuta-juta rakyat Indonesia di dalam lumpur kemiskinan.
Dan kita sudah terlalu lama terhina kesabaran kita sendiri.
Kita tidak bisa lagi terus-menerus diremehkan.
Kita harus bergerak, bergerak, bergerak, bersatu dan melawan!
…………
Kuwi aja kuwi, aja milih kuwi, kuwi sing korupsi, aja milih kuwi
Kuwi wi wi wi wi aja kuwi, aja aja milih kuwi
Kuwi sing korupsi, aja milih kuwi
…………
Permisi, saya harus kembali turun ke jalan, menjalani kehidupan pejalan bohemian. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H