[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Andi Mallarangeng (Sumber: Kompas.com)"][/caption]
Setelah tujuh tahun mengelola tabloid Bintang Indonesia yang kemudian “beranak” tabloid Fantasi, tahun 1999 saya hengkang, mengikuti ajakan Mas Arswendo menerbitkan tabloid PRO-TV—yang salah satu “jualannya” adalah rubrik “Manly”. Ketika di rapat redaksi nama Andi Alfian Mallarangeng diusulkan untuk di“Manly”kan, perdebatannya lumayan panjang. Maklum, waktu itu Andi belum terlalu beken. Meskipun dikenal sebagai dosen, pengamat dan kolumnis politik di sejumlah suratkabar, Andi belum sepenuhnya menjadi “selebritas” . Tapi, redaksi sepakat me”Manly”kan Andi karena memenuhi tiga kriteria layak “Manly”, yaitu: cerdas, muda, ganteng.
Demikianlah, suatu siang Andi datang ke kantor PRO-TV di Gedung Subentra, jln. Gatot Subroto, untuk sesi pemotretan dan wawancara. Selama sesi pemotretran, sikap Andi sangat kooperatif dan percaya penuh kepada fotografer. Setelah wawancara, bertukar nomor telepon dan ngobrol sekitar satu jam, kesan saya Andi itu pribadi yang hangat, mudah akrab, humoris dan rendah hati.
Ketika PRO-TV edisi Andi “Manly” terbit, sambutan pembaca cukup meriah. Selama sebulan lebih, surat pembaca untuk Andi masih berdatangan. Tentu saja sebagian besar dari perempuan.
Waktu Andi diangkat jadi Juru Bicara Kepresidenan (2004), saya kirim sms ucapan selamat. Dan delivered. Karena tidak berbalas, sehari kemudian saya sms ucapan selamat lagi. Juga delivered. Tapi, juga tidak berbalas. Mungkin karena sibuk, atau lupa, atau sudah ganti nomor.
Karier Andi Alfian Mallarangeng memang layak melesat dengan cepat. Pendidikannya memang ‘mumpuni’. Drs. Sosiologi lulusan Fisipol UGM (1986) yang meraih gelar Doctor of Phillosophy ilmu politik (1997) dan Master of Science dari Northem Illinois University, Dekalb, Illionis, AS. (sumber: wikipedia)
Begitu pula karier adiknya, Andi Rizal Mallarangeng. Setelah menempuh pendidikan ilmu komunikasi di UGM, Rizal meraih S2 dan S3 ilmu politik di Ohio State University, AS (1999). Pulang dari AS, Rizal bergabung dengan CSIS. Tahun 2001mendirikan Freedom Institute. Tahun 2008, Rizal jadi konsultan politik Sutrisno Bachir (SB), Capres dari PAN. Rizal bahkan sudah “menciptakan” tagline “Hidup adalah Perbuatan” untuk SB dan diiklankan secara gencar. Tapi, kemudisan Rizal juga berniat maju jadi Capres, baliho bergambar foto dirinya dengan tagline “If there is a will, there is a way” dipajang di dekat Jembatan Semanggi. (sumber: wikipedia)
Bintang terang juga menyinari karier Andi Zulkarnaen Mallarangeng, yang popular disebut Choel, adiknya Rizal. Setelah meraih gelar MBA (1993) bidang marketing, Choel membangun karier di dunia bisnis. Awalnya jadi General Manager di PT. Datascrip (1994 -1998), Infocus Corporation Asia Pacific (2002). Sampai 2008, Choel memimpin beberapa perusahaan, di antaranya Indovisual Group of Companies dan Akira Indonesia, juga ikut mendirikan Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) sebagai Direktur Eksekutif (2003). Awal 2008, Choel mendirikan Fox Indonesia. Selain jadi CEO Fox Indonesia, Choel juga President Director VivaNews.com. (sumber: foxindonesia.co.id)
Sukses gemilang Trio Mallarangeng memang mengagumkan dan terbilang fenomenal. Tentu saja pepatah makin tinggi pohon kian kencang angin mengguncang juga pernah dialami Trio Mallarangeng. Ketika mendampingi Presiden Megawati melawat ke India, misalnya, pernah dilanda isyu miring pesan “ayam India”. Begitu pula Choel pernah diisyukan berselingkuh dengan istri konglomerat. Tapi, siapa percaya pada isyu terkecuali para penggemar gossip dan rumors?
Pada Kongres Partai Demokrat, Mei 2010, Andi adalah calon Ketum dan Ibas calon Sekjen yang dijagokan SBY dan didukung Fox Indonesia dengan baliho, spanduk, strategi kampanye serta bermacam kiat lain. Tapi, yang terpilih jadi Ketum ternyata Anas. Kegagalan Andi jadi Ketum Demokrat adalah guncangan angin kencang yang membuat sukses gemilang Trio Mallarangeng selama 10 tahun terakhir menjadi sumir.
Terbongkarnya megakorupsi Hambalang dan keputusan KPK menetapkan Andi sebagai tersangka dan Choel ditengarai jadi “broker” kasus Hambalang, adalah guncangan angin kencang susulan yang mengguyahkan pohon sukses Trio Mallarangeng. Sehari setelah jadi tersangka, Andi mundur sebagai Menpora dan dari Demokrat, Choel berdua Rizal menggelar jumpa pers untuk menyanggah KPK.
Jumat kemarin, Rizal sebagai juru bicara Andi, kembali menggelar jumpa pers dan menuding Kementerian Keuangan melakukan kelalaian saat mencairkan dana proyek Hambalang di Kemenpora senilai Rp 1,2 triliun. Menurut Rizal yang bertanggung jawab adalah MenkeuAgus Martowardoyo dan Wakil Menkeu Anny Ratnawatiyang ketika itu Dirjen. "Dua orang penting yang menjaga Hambalang ini juga harus dikaitkan. Saya tidak tahu apakah saksi atau dijadikan tersangka, tapi yang jelas dia harus bertanggung jawab," kata Rizal (kompas.com 21/12/2012).
Tudingan Rizal dilengkapi data berupa surat kontrak, laporan BPK, dan yang paling menarik adalah analogi RAPBN sebesar Rp1.500 triliun sebagai Waduk Gajah Mungkur, sedangkan dana Hambalang diibaratkan Bengawan Solo yang bermata air di Waduk Gajah Mungkur. Data dan analogi tersebut divisualkan lewat proyektor.
Rizal juga menyatakan bahwa informasi, investigasi dan analisisnya tentang kasus Hambalang memang berbeda dengan metode penyidik KPK. Kalau KPK menyidik aliran dana Hambalang (Bengawan Solo), maka Rizal menginvestigasi sumber dana Hambalang (Waduk Gajah Mungkur/RAPBN). Sebab, kata Rizal, sebagai intelektual maka analisisnya tentu ilmiah dan akademis. Meskipun tidak eksplisit, analisis yang dipaparkan Rizal juga menyiratkan keterlibatan Istana dan petinggi Demokrat.
Sebagai pakar komunikasi, Rizal memang berhasil menyampaikan sesuatu yang rumit menjadi mudah dimengerti, komunikatif dan logis. Itu mengingatkan saya kepada Newton, yang secara jenius mampu menjelaskan teori gravitasi kepada orang awam dengan anekdot apel jatuh yang menimpa kepalanya.
Hanya saja, Rizal mestinya bukan ingin menjelaskan suatu teori, melainkan sedang membangun sebuah teori, tepatnya sebuah argumentasi yang logis, meyakinkan, sehingga layak dipercaya kebenarannya. Tapi, kita tahu, setiap teori atau argumentasi selalu dibangun atas dasar keraguan untuk kemudian diuji dengan keraguan pula.
Kalau argumentasi Rizal benar, Depkeu, Istana dan Demokrat memang bisa gulung tikar. Tapi, kalaupun benar, siapa yang berani menggulungnya? Sebagai intelektual dan pakar politik, tentu mudah bagi Rizal untuk menghitung pelbagai kemungkinan, risiko dan kalkulasi politik terkait argumentasi Waduk Gajah Mungkur itu. Tapi, sedih juga saat terpikir argumentasi itu ternyata hanya sekadar menyampaikan bargaining-power/bargaining-position Trio Mallarangeng, seperti halnya Nazarudin menulis surat terbuka kepada Presiden SBY…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H