Mohon tunggu...
Harry Tjahjono
Harry Tjahjono Mohon Tunggu... lainnya -

penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negara Apa Indonesia Ini? Republik Ndak Tentu?

21 September 2012   05:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:05 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana ini? Industri kopra yang dulu membuat republik ini disebut negeri nyiur melambai dengan mudah dilumpuhkan Amerika hanya dengan tudingan mengandung kolesterol padahal tidak. Bagaimana ini? Sumberdaya alam terus-menerus dikuras saudagar asing, 70% kebutuhan kedelai diimpor dari Amerika, petani garam dibiarkan merana tertimbun garam beryodium yang diimpor dari Australia. Bagaimana ini? Pabrik-pabrik gula yang dahulu membuat republik ini dikenal sebagai negeri pengekspor gula terbesar setelah Kuba satu demi satu bangkrut digelontor gula impor. Bagaimana ini? Pasar tradisional  hingga hypermarket dipenuhi sayur mayur dan buah-buahan impor dari Cina serta negeri modern lainnya, dua pabrik rokok kretek terbesar dicaplok juragan sigaret asal Inggris dan Amerika,  gerai-gerai makanan berlomba menjual junk-food berlisensi franchise mancanegara. Bagaimana ini? Pemain-pemain sepakbola asing papan atas bukan papan bawah juga bukan mustahil digaji lebih besar dari pemain ‘lokal’ bila perlu dinaturalisasi  supaya bisa legal membela timnas. Bagaimana ini?

Bagaimana pula yang ini juga bisa terjadi? Setelah pelestari seni tradisi Jathilan di Magelang dicaci gubernurnya sebagai jaran kepang paling jelek sedunia, harian Kompas hari ini menyajikan berita dari Simalungun. Sumatera Utara, bahwa: tunjangan untuk seniman tradisi, khususnya maestro opera Batak, kembali terhenti. Setahun terakhir, dua maestro seni tradisi. Zulkaidah boru Harahap (65) dan Alister Nainggolan (70), tidak menerima tunjangan sebagaimana mestinya. Padahal, sesuai  Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM 48/KO 209/MKP/2007, kedua lansia tersebut ditetapkan sebagai maestro seni tradisi. Dan bagi maestro seni tradisi di sejumlah wilayah Tanah Air, pemerintah memberikan tunjangan Rp 1.250.000 per bulan sebagai bentuk penghargaan sekaligus memotivasi merek untuk melestarikan seni tradisi. Tetapi pada kenyataannya tunjangan itu sering tersendat, jumlahnya tidak utuh, dan setahun terakhir malah terhenti.  Konon, hal itu disebabkan kementeriannya sudah berubah: Menteri Pariwisata tidak lagi mengurusi Kebudayaan tapi Ekonomi Kreatif. Sedangkan soal Kebudayaan jadi urusanMenteri Pendidikan. Akan lebih rumit lagi kalau maestro seni tradisi ternyata masuk wilayah pariwisata atau sebaliknya…, bag…, bag…, bag…, bagaimana ini?

Di samping kiri berita dari Simangulun, ada berita kecil dari Solo. Sebaiknya saya kutip seperlunya: Festival Wayang Bocah Dorong Regenerasi. Festival Wayang Bocah (FWB) diharapkan dapat mendorong munculnya regenerasi penerus dalam kesenian tradisi wayang orang. “Anak-anak perlu diberi ruang untuk mengenal, mencintai dan akhirnya menggeluti wayang orang, “ kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Solo Widdi Srihanto, Kamis (20/9). Ironi, komedi atau sekaligus tragedi? Bagaimana ini?

Negara apa sebetulnya Indonesia ini? Segala sesuatunya seolah-olah sudah disusun rapi supaya semua permasalahan bisa dipastikan mempunyai solusi. Semua bidang sudah dikelola pejabat tertentu. Masih dibentuk pula komisi-komisi dan satgas-satgas beranggotakan dan dipimpin oleh pejabat yang sudah lulus fit and proper test yang jurinya anggota DPR RI yang celakanya belum tentu pernah menjalani apalagi lulus fit and proper test. Hasilnya? Malah menimbulkan sebutan Republik Ndak Tentu, malah mengakibatkan ketidakpastian di segala bidang dan pada akhirnya menyuburkan tabiat korup! Kalau Tuhan saja tampaknya sudah kurang berkenan memberikan pertolongan, jangan-jangan rakyat akan berpaling minta bantuan setan. Tapi bukankah sudah keduluan para pejabat koruptor yang sejak lama dibeking iblis?

Bag..., bag…, bag…, bagaimana ini?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun