Mohon tunggu...
Harry Tjahjono
Harry Tjahjono Mohon Tunggu... lainnya -

penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mari Belajar Jadi Presiden Pada Effendi Simbolon

7 Februari 2015   21:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:38 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semenjak para menteri Kabinet Kerja dilantik, 27 Oktober 2014, entah kenapa Ketua DPP PDIP Effendi Simbolon (ES) mendadak terjangkit kegemaran bersuara kritis, sinis, kadang hiperbola bahkan sarkas, terhadap pemerintah—terutama Presiden Jokowi. Simak saja rentetan kritik pedas yang mulai dilontarkan ES pada 18 Nopember 2014, atau 22 hari setelah Presiden Jokowi melantik 34 menteri Kabinet Kerja.

Protes keras ES terkait keputusan Presiden Jokowi menaikkan harga BBM, Premium dari Rp6.500,- jadi Rp8.500,- per liter. “Jokowi kok tega menyengsarakan rakyat kecil gitu loh. Katanya dia dari KPU naik Bajaj tunjukkan energi murah. Mana? Tukang Bajajnya sekarang mau bunuh diri frustasi karena malu," kata ES di Gedung DPR. “Subsidi BBM sangat diperlukan.

Masa biarkan rakyat konsumsi harga pasar. Memangnya Indonesia menganut paham liberal?” katanya kepada merdeka.com:

Sebagai anggota DPR dari partai pendukung pemerintah, ES mengaku, "Saya menangis. Begitu sombongnya pemerintah tidak berempati kepada nasib rakyat Indonesia. Saya tiga periode di DPR, dua periode di komisi energi. Saya tegas menolak kebijakan yang akan menambah penderitaan rakyat.
Sebagai anggota DPR, saya sangat menyesalkan dan minta maaf karena telah melukai hati konstituen. Saya doakan agar Tuhan mengampuni Jokowi-JK.”

Dalam diskusi evaluasi 100 Hari Pemerintahan Jokowi-Kalladi Universitas Paramadina, Jakarta, Senin, 26 Januari 2015, ES menyebut Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto sebagai seorang pengkhianat. Dia menilai, saran-saran yang diberikan oleh Andi kepada Presiden Jokowi sering kali tak tepat dan tak memberikan jalan keluar.

Selain itu, ES juga menyebut Andi sebagai tokoh baru dalam politik yang kurang berpengalaman. "Itu pengkhianat, nggak tahu diri, anak baru kemarin tapi sudah sok atur republik ini. Saran Andi yang kurang berpengalaman dan tak tepat ini juga diperburuk dengan posisi Jokowi yang erlalu cepat menjadi presiden. Jabatan Jokowi sebagai Presiden masih prematur. 
Tapi presidennya juga prematur ya susah, yang ngatur anak kecil, yang diatur prematur ya susah, inkubator jadinya," tambahnya, seperti dikutip REPUBLIKA.CO.ID.

Dalam diskusi tsb ES juga mengatakanbahwa dalam 100 hari pemerintahannya, Jokowi-JK banyak meninggalkan celah untuk impeachment atau pemakzulan. "Siapa pun yang punya peluang menjatuhkan Jokowi, saatnya sekarang. Karena begitu banyak celahnya dan mudah-mudahan dua-duanya jatuh," katanya.

Pada Selasa, 27 Januari 2015, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, seperti dikutip KOMPAS.com: Politikus ES kembali mengkritik Presiden Jokowi, menganggap gaya kepemimpinan Jokowi selama menjabat sebagai Presiden seperti memimpin lembaga swadaya masyarakat. "Saya melihat, gaya beliau semi-LSM. Jadi gayanya bukan gaya presiden yang mandataris konstitusional, melainkan lebih pada gaya LSM."

Menurut ES, dalam upaya penyelenggaraan sistem pemerintahan, Jokowi seharusnya bekerja sesuai mekanisme yang berlaku. Namun, apa yang kini tengah dilakukan Jokowi dalam menyelesaikan sejumlah persoalan tidak berjalan sesuai sistem yang ada.

Sebelumnya, ES menilai roda pemerintahan yang dijalankan Jokowi tanpa sistem yang jelas. Kebijakan yang diambil pun hanya bentuk reaksi atas peristiwa yang terjadi. Ia mencontohkan sikap Jokowi dalam menengahi ketegangan antara KPK-Polri, setelah BW ditangkap. Menurut ES, pidato-pidato Jokowi terkait polemik ini tidak tegas. "Presiden muncul, bicara dua-tiga menit, tetapi tidak tahu ngomong apa.”

Menurut ES, kegiatan di Istana Negara terlalu banyak orang ikut campur dalam pemerintahan Jokowi. Padahal orang tersebut bukan bagian dari pemerintahan, seperti Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, misalnya. "Saya hanya mengingatkanistana jangan di jadikan kafe. Harus ada kewibawaan, jangan seenaknya saja orang lain mondar mandir di Istana," tegasnya.

Kepada Okezone di Jakarta, Rabu, 4 Februari 2015, ES menganggap Presiden Jokowi terlalu banyak ikut campur dalam masalah perseteruan KPK-Polri. “Harusnya Jokowi fokus ke masalah-masalah global dan isu-isu ekonomi, bukan malah membentuk Tim Independen, padahal sudah ada Wantimpres. Jokowi tidak perlu ikut masuk terlalu dalam ke ranah politik. Kerena itu akan semakin kelihatan tidak mengertinya jika terlalu fokus ke politik. Sekarang aja terlalu ikut campur ke politik kabinetnya juga ikut awut-awutan," tegasnya.

Karena itu ES menilai Jokowi salah memilih para pembantunya. "Antara nakhoda dan navigator, kru, enggak saling kenal. Bayangkan, ada yang umurnya seharusnya sudah istirahat, ada yang anak muda baru kemarin sore," katanya.

Akan halnya Seskab Andi Widjajanto, anak baru kemarin yang disebut pengkhianat, justru mengucapkan, 
"Terima kasih atas kritikannya Pak Effendi Simbolon. Mohon maaf beberapa bulan ini komunikasi saya ke Pak Effendi dan PDIP mungkin kurang lancar. Saya akan kerja lebih baik ke depan," katanya pada WARTAHARIAN.CO di Kantor Sekretariat Kabinet, Jakarta, Senin (26/1/2015).

Tapi, ucapan terima kasih dan permohonan maaf Andi rupanya belum berkenan meluluh-lembutkan ES. Bahkan kepada GATRAnews, Jumat, 5 Februari 2015,menyebut Presiden Jokowi sudah dikepung oleh paham liberal yang pragmatis dan masuk dalam sendi-sendi kebijakan politik, ekonomi, sosial, budaya dan masalah strategis lainnya. Hal tersebut dituding sebagai pengaruh Rini Soemarno dan Andi Widjajanto.

"Kita minta Presiden agar sadar, itu bertentangan dengan ajaran mazhab kita (PDIP), aliran kita," ujarnya, dan menjabarkan kebijakan neolib yang dikeluarkan menteri-menteri Kabinet Kerja, seperti modal negara untuk BUMN yang berpotensi jadi Century jilid II, meliberalkan BBM subsidi ke mekanisme pasar, kebijakan freeport dll.

"Gengnya Rini Soemarno seperti mafia. Dia mafioso, dia nggak boleh di dalam. Rini dan Andi Widjojanto harus mundur, karena Anda sudah begitu rendah di mata kita (PDIP)! " tegasnya seraya menyerukan kepada Jokowi untuk sadar dan kembali pro terhadap kebijakan PDIP. "Pak Jokowi, Anda juga harus eling (sadar) dong, kembali ke khittah PDIP."

Sebagai anak baru kemarin di kancah politik, sudah semestinya jika Andi Widjajanto tawaddu kepada politikus senior yang sudah puluhan tahun berjuang sebagai petugas partai. Jadi, walaupun jadi Seskab itu sibuk banget, you harus bisa meluangkan waktu untuk sowan petinggi partai, Andi.

Begitu pula Presiden Jokowi hendaknya legawa disebut presiden prematur. Dari segi pengalaman berpolitik, jam terbang Jokowi memang bisa dibilang hanya seupil dibanding kiprah politikus senior sekelas ES. Bahkan karier politik Jokowi yang melesat cepat itu sebetulnya tak lepas dari faktor keberuntunganbelaka. Ketika ikut Pilwali Solo dua kali, misalnya, Jokowi beruntung menang. Ikut Pilgub Jakarta, Jokowi beruntung menang juga. Ikut Pilpres, eh beruntung lagi, ya menang lagi deh. Jadi,wajar kalau ada yang menyangkanya presiden prematur. Lagipula Jokowi kan memang belum punya pengalaman jadi presiden. Jadi tidak ada salahnya kalau Jokowi belajar jadi presiden kepada para politisi senior—walaupun mereka juga belum pernah jadi presiden.

Akan halnya ES, yang telah puluhan tahun berjuang sebagai petugas partai, berturut-turut selalu terpilih jadi anggota DPR. Tahun 2013 yang lalu, ES bahkan maju jadi Cagub Sumut. Berpasangan dengan Djumiran, ESmengusung slogan "Lebih Berwarna-Bersih Berwibawa Sejahtera dan Berguna". Sayangnya, Pilgub Sumut dimenangkan pasangan Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi yang disokong Partai Keadilan Sejahtera.

Karena menganggap pelaksanaan Pilgub Sumut 2013 diwarnai kecurangan yang dilakukan pasangan pemenang, ES-Djumiran mengajukan gugatan ke MK. Berhubung sampai dengan persidangan terakhir pemohon tidak juga mengajukan alat bukti surat atau tulisan, sehingga alat bukti surat atau tulisan pemohon tidak disahkan dalam persidangan, maka MK "Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Akil Mochtar saat membacakan amar putusan, Senin, 15 April 2013.

Meski gugatannya sudah ditolak MK, ES-Djumiran akan terus berjuang."Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus kumpulkan bukti untuk melanjutkan proses ini ke hukum, kami akan bawa alat-alat bukti ke KPK. Kita akan masukkan siapapun dari mereka yang berlindung di MK," kata ES kepada OKEZONE usai persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2013).Barangkali karena KPK keburu dilumpuhkan Polri (bersama politikus PDIP), maka perjuangan ES-Djumiran belum sempat disprindik KPK.

Bagi Presiden Jokowi yang sudah empat kali beruntung memenangi Pilwali, Pilgub dan Pilpres, belajar kalah kepada ES kiranya layak diagendakan oleh Andi. Supaya bisa sekalian rutin sowan, Andi….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun