Mohon tunggu...
Angiola Harry
Angiola Harry Mohon Tunggu... Freelancer - Common Profile

Seorang jurnalis biasa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Panama Papers VS Keuangan Inklusif

18 April 2016   10:12 Diperbarui: 18 April 2016   11:21 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Keuangan inklusif (financial inclusion) atau upaya memperluas akses keuangan kepada masyarakat menjadi alternatif pendukung peningkatan penerimaan negara selain pajak. Saat ini di Indonesia, pemerintah sedang gencar menggenjot penerimaan pajak demi mendongkrak kekurangan anggaran belanja negara.

Target besar pemerintah saat ini adalah 'memanggil' uang para pengusaha pribumi yang parkir di negara lain. Uang itu dikelola di Panama Paper. Mengapa para pengusaha memilih agar keuntungannya ditangani Panama Paper, yang jauh dari Tanah Air? Toh memutar uang di Indonesia pun, potensi, keuntungnya, mungkin tak kalah imbang dengan kelolaan Panama Paper.

Usut punya usut, rupanya lewat Panama Paper, para pengusaha terhindar dari jeratan pajak penghasilan yang mahal. Mereka memilih uangnya dikelola di negara tax heaven (pajak sangat kecil), ketimbang di Indonesia, yang dibebani pajak penghasilan cukup besar.

Para pengusaha, yang tergolong bukan pegawai, akan dikenai pajak penghasilan berdasarkan PPh 21 Bukan Pegawai, yakni sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebulan. Tingginya beban pajak penghasilan, membuat mereka memilih memutar uang mereka di negara tax heaven.

Indonesia kemudian ingin mengatasi masalah tersebut lewat Rencana Undang-Undang Pengampunan Pajak atau RUU Tax Amnesty. Harapannya, duit putra-putri bangsa yang bersemayam di luar negeri yang berjumlah sekitar Rp 3-4 ribu triliun kembali pulang dan akan menghasilkan setoran pajak ke negara hingga Rp 60 triliun.

[caption caption="ilustrasi dari Shutterstock"][/caption]Kementerian Keuangan ingin RUU Tax Amnesty yang terdiri dari 14 Bab dan 27 Pasal tersebut dapat disahkan paling lambat pada Juni 2016, namun sempitnya waktu pembahasan membuat penetapan RUU ini harus ditunda. Anggota DPR Komisi XI Heri Gunawan pada Republika.co.id (13/4/2016) mengungkapkan draft RUU baru diperoleh pada 12 April, sementara masa sidang sampai 29 April selesai. Dan hari ini (Senin, 18/4/2016) DPR akan meminta pandangan para pakar.

Di sisi lain, disaat DPR dan pemerintah sedang berproses berupaya merebut kembali dana hasil usaha para pengusaha (yang umumnya kelas kakap), sebaiknya upaya menggencarkan keuangan inklusif juga jangan kalah berpacu.

 

Unbankable

Keuangan inklusif adalah prosedur menjamin akses produk dan jasa keuangan, yang dibutuhkan oleh berbagai kelompok, terutama mereka yang ekonominya lemah dan kelompok berpenghasilan rendah. Mereka mungkin seterusnya tidak bisa menabung atau meminjam modal untuk bertahan hidup (unbankable). Tapi melalui akses ke keuangan dengan biaya terjangkau, cara yang wajar, transparan, dan disediakan oleh institusi keuangan yang terpercaya, masalah bisa teratasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun