Seorang pemimpin perusahaan yang usianya masih relatif muda, tersenyum kecil lantaran perusahaannya berhasil meraih target pendapatan iklan sebesar Rp 2 miliar! Para karyawan perusahaan itu pun sumringah, karena kerja keras mereka tak sia-sia. Namun kemudian si pemimpin muda itu mengatakan, "Bulan depan minimal pendapatan iklan Rp 8 miliar!"
Ungkapan itu lalu disambut dengan reaksi datar para karyawannya. Hanya terdengar hiruk pikuk ringan dengan ekspresi wajah tersenyum, namun dibarengi kerutan dahi. Reaksi yang paling kontras adalah dari para karyawan yang berusia lebih tua dari si pemimpin.
"Si bos ini kayaknya setelah lahir langsung bisa lari marathon ya? Nggak pake ngerangkak. Kira-kira aja dong bos ngasih targetnya," begitulah ungkapan yang dilontarkan dengan suara super pelan, dari para anak buah yang usianya lebih tua dari si pemimpin itu.
Reaksi para pekerja tersebut pun telah terbaca oleh sang pemimpin perusahaan, dan tentunya, dia tak peduli. Tapi pada hakikatnya, tampak bahwa para karyawan perusahaan tersebut memang bagus dalam bekerja, namun masih belum bagus menyikapi pekerjaan.
Dalam hal ini, belum bagus yang dimaksud adalah kurangnya semangat bekerja para karyawan. Sebenarnya fenomena tersebut -tanggapan datar, bahkan negatif terhadap tugas yang diberikan atasan- sudah umum terjadi pada karyawan dimanapun.
Konsultan PT Ekselensia Persada Dra Puspita Zorawar M, Psi mengatakan fenomena seperti itu tak lain adalah ciri persoalan engagement atau ikrar diri terhadap sebuah komitmen. "Performa karyawan akan baik bila dalam dirinya terdapat engagement yang baik pula," ungkap Puspita.
Â
Benci atasan
Tak ingin dianggap sekedar menuding, Puspita memaparkan sebuah data, yang didapat dari hasil survey terhadap para karyawan perusahaan besar dan BUMN, di Indonesia.
Data survey itu berisi tentang pendapat para karyawan, yang memutuskan untuk resign atau mengundurkan diri. Terungkap bahwa 70 persen karyawan mengundurkan diri bukan karena tak menyukai pekerjaannya. Melainkan benci atasannya.
"Level manajemen hanya bisa melihat bahwa ada barrier dalam pencapaian target. Inilah yang membuat frustasi para manajer, yang tentu pula membuat perusahaan stagnan atau mundur," ungkap Puspita. Tak ayal, manajer tidak bisa menemukan adanya engagement mereka terhadap perusahaan.