Mohon tunggu...
Harrys Simanungkalit
Harrys Simanungkalit Mohon Tunggu... Freelancer - Hotelier

Manusia Biasa Yang Sering Overthinking

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kuliah Kriminologi Melalui Serial TV

27 April 2014   21:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:08 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Pintaw.Com

[caption id="" align="aligncenter" width="540" caption="Ilustrasi : Pintaw.Com"][/caption]

Beberapa hari yang lalu, saya menonton serial TV favorit saya Law & Order SVU di Fox Channel. Bukan bermaksud sombong, tetapi saya memang lebih memilih berlangganan TV berbayar karena sudah kadung muak dengan sebagian besar acara-cara TV nasional kita yang cenderung mengalami kemunduran nilai dan kwalitas dari hari ke hari. Dan memang benar pernyataan yang mengatakan bahwa ‘ada harga, ada mutu’. Anda memang akan membayar biaya berlangganan setiap bulan, tetapi sangat worth it.

Kembali membicarakan serial TV favorit saya yang berjudul Law & Order SVU, serial ini adalah kisah dua orang detektif swasta yang bekerja sama dengan berbagai macam profesi seperti dokter, polisi, PSK, warga sipil dan lain-lain untuk mengungkap sebuah kasus. SVU pada judul serial ini adalah singkatan dari Special Victim Unit, yang sering membahas dan mengungkap kasus yang berhubungan dengan kekerasan seksual.

Entah kebetulan atau tidak, beberapa hari yang lalu serial ini membahasa kasus tentang Paedofilia, kasus yang sedang menjadi topik pembicaraan hangat di Indonesia sehubungan dengan terungkapnya kasus kejahatan seksual yang menimpa anak-anak di sebuah sekolah internasional di Jakarta.

Yang membuat serial ini menjadi favorit saya adalah, bahkan sejak awal film ini dimulai, saya sudah diajak ikut mikir siapa kira-kira pelakunya. Saya disuguhi analisa dan investigasi yang diharapkan bisa menjadi petunjuk siapa pelaku dan apa modusnya. Asyiknya lagi, kita dididik untuk tidak gampang percaya, walaupun dengan bukti yang sudah meyakinkan, bahkan dari pengakuan si pelaku sendiri. Karena ternyata sering ada kasus, si pelaku yang sebenarnya menjebak atau membayar orang lain untuk bersedia mengaku sebagai pelaku, hingga nantinya negara menghukum orang yang tidak bersalah, sementara yang bersalah masih bebas berkeliaran menjalankan dan melanjutkan aksinya.

Kembali pada pembahasan mengenai paedofilia, saya mendapat sedikit ‘pencerahan’ mengenai kasus ini melalui film ini. Jika selama ini kita membayangkan bahwa kasus paedofilia adalah murni keberingasan si pelaku. Misalnya, tanpa ada faktor yang memicu, si pelaku langsung melakukan aksinya dengan secara paksa mengeksploitasi dan melecehkan anak-anak secara seksual.

Yang menarik perhatian saya adalah ada beberapa kasus paedofilia yang justru tadinya tidak berpotensi memicu si pelaku untuk melakukan aksinya.  Maksudnya, tidak melulu si pelaku yang terobsesi dengan anak-anak, tetapi sebaliknya justru si anak yang terobsesi dengan si pelaku. Kenapa bisa begitu? Banyak hal yang bisa membuat si anak berperilaku riskan seperti itu. Beberapa di antara adalah karena kurang kasih sayang. Namanya masih anak-anak pasti membutuhkan kasih sayang dan perhatian, itu adalah kebutuhan yang mutlak  dibutuhkan dan diinginkan anak-anak. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi dari orangtua di rumah, dia akan mencarinya dari orang lain yang notabene bisa saja seorang stranger (orang asing).

Hal berikutnya yang bisa memicu terjadinya kasus Paedofilia adalah perasaan tidak nyaman yang dirasakan anak-anak dari orangtuanya. Misalnya si anak sering dibentak, dimarahi atau selalu disalahkan oleh orangtua sehingga menjadi pribadi yang insecured di rumah. Padahal perasaan secured, dilindungi dan dibanggakan adalah kebutuhan dan keinginan anak-anak yang juga diharapkan bisa didapatkan dari orang tua. Jika tidak mendapatkannya dari orangtua, otomatis dia akan mencari shelter dari strangers. Ketika kebutuhan dan keinginan itu bisa terpenuhi, jelas anak-anak tidak akan peduli apakah dia mendapatkannya dari orang yang benar atau orang yang salah.

Selain faktor yang sifatnya eksternal dari diri si anak, ada faktor internal si anak juga yang harus diperhatikan serius. Sangat penting ditanamkan salah satu hal mendasar dari Underwear Rule. Disebut Underwear Rule karena poin-poinnya adalah singkatan kepanjangan dari PANTS (yang dalam istilah bahasa Inggris bisa diartikan sebagai celana dalam) : Privates are private, Always remember your body belongs to you, No means no, Talks about secrets that upset you & Speak up (for) someone can help.

Poin paling mendasar dari Underwear Rule ini adalah menjelaskan kepada anak-anak bahwa kita menutupi bagian tertentu dari tubuh kita untuk sebuah alasan, supaya bagian tubuh tersebut tidak boleh dilihat dan disentuh oleh orang lain. Sebaliknya, mereka juga tidak boleh melihat dan menyentuh bagian tubuh tersebut pada orang lain.

Satu hal lagi adalah tidak membiasakan anak menyimpan rahasia. Bukan berarti tidak menghargai privacy si anak, tetapi seriring usia bertambah si anak akan mengerti sendiri mana yang rahasia yang boleh diceritakan dan mana ‘rahasia’ yang tidak perlu diceritakan. Tetapi rahasia yang membuat tidak nyaman dan tidak dia suka harus diceritakan agar bisa dicarikan solusinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun