Lain lubuk, lain ikan. Lain ladang, lain belalang. Lain bulu kuduk, lain tulang belakang. Entah peribahasa di atas pas atau tidak, tapi ada perbedaan mencolok mentalitas & attitude penumpang angkot di Jakarta dengan di Tarutung.
Di Jakarta yang konon katanya warganya terkenal egois dan 'siapa lu siapa gue', justru kalau saya nyetop angkot, para penumpang yang ada di dalam langsung geser kasih jalan & tempat. Bahkan kadang menawarkan duduk dipangkuannya kalau ternyata sudah tidak muat di bangku angkot. Maklum, saya kan badannya kecil. Jadi masih enak dipangku sambil ditowel-towel pipinya..
Di Tarutung saya juga sering naik angkot. Penumpangnya tidak banyak, dan mungkin gara-gara penumpangnya jarang penuh (seperti di Jakarta), semua penumpangnya duduk serasa di tahta singgasana: duduk miring-miring seenaknya sehingga makan tempat. Laki-laki dan perempuan sama saja.
Sering kali saya sampai susah dapat jatah tempat duduk. Kadang saking keselnya, saya injak aja kakinya pura-pura tidak sengaja. Rasakan itu, Lasmini gadis binal!Â
Pernah saya naik angkot, penumpangnya cuma lima orang, tetapi kok bangkunya seperti terlihat penuh semua? Ternyata masing-masing penumpang duduk dengan style masing-masing. Ada yang selonjoran, ngangkang-ngangkang, posisi duduk yang miring 45 derajat, dan lain-lain. Padahal semua pake seragam lho: SMA & PNS, yang notabene seharusnya menjunjung berpendidikan dan tau etika. Heran!
Mau marah, tapi gengsi. James Bond biasanya marah di casino, bukan di angkot. Di belakang saya ternyata naik juga seorang ibu-ibu. Nasibnya sama kayak saya, susah dapat tempat duduk karena yg lain tidak mau geser. Tak saya sangka, beliau langsung meletus bagai gunung api: memuntahkan lahar panas dalam bentuk kata-kata.
"Kalian ini ya. Otak boleh miring, tetapi duduknya jangan ikutan miring! Kalau kalian duduknya miring begini, yang mau naik tidak bisa duduk. Kalian pikir ini angkor milik nenek moyangmu???"
Semua langsung keder, termasuk sopirnya: pada buru-buru bergeser dan memperbaiki gaya duduknya menjadi terlihat bermartabat dan punya harga diri, menghasilkan ruang kosong yang cukup lebar di bangku angkot. Saya sendiri langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Bu, sudah punya pacar belum?", tanya saya seraya mengedipkan mata sambil menjilat bibir. Bertanya dalam hati sih, tapi mengedipkan mata dan menjilat bibirnya nyata, tetapi ke arah luar jendela angkot..
Memang harus begitu. Kalau melihat sesuatu yang salah, harus berani step in & speak up. Banyak orang berbuat seenak perut di tempat umum atau fasilitas umum karena tidak ada yang menegur. Manusia-manusia begini pun semakin merajalela karena mayoritas manusia-manusia yang lain juga merasa sungkan untuk menegur.