Mohon tunggu...
Harrys Simanungkalit
Harrys Simanungkalit Mohon Tunggu... Freelancer - Hotelier

Manusia Biasa Yang Sering Overthinking

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Modus Penipuan Dari Masa Ke Masa

9 Januari 2014   20:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:59 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="550" caption="Photo : SHNews"][/caption]

Saya yakin modus penipuan sudah ada sejak zaman Firaun dan Cleopatra, tetapi berhubung saya tidak hidup di zaman itu, maka saya tidak bisa berbicara banyak mengenai zaman tersebut. Saya akan menulis seputar seluk-beluk modus penipuan yang pernah saya alami di masa penjajahan Belanda. Bercanda! Saya belum sejompo itu.

Berbicara tentang modus penipuan, jangan salah sangka, bukan saya pelakunya, tetapi saya adalah korbannya. Atau mungkin lebih tepat dibilang korban yang salah terpilih. Begini ceritanya...

Saat masih kuliah dulu, saya sering mendapat kiriman brosur yang intinya mengabarkan bahwa saya menang paket wisata ke Australia, New Zealand, Turki, Zimbabwe dan lain sebagainya. Itu brosurnya dikirim dari berbagai kota lho, pakai amplop dan prangko segala. Jadi bukan brosur rombengan yang dilempar dari balik pagar.

Teman-teman saya sudah ribut minta dibawain oleh-oleh seandainya saya jadi pergi. Saya sendiri santai dan anggap angin lalu, sehingga mereka geregetan sendiri. Bagaimana saya tidak santai dan anggap angin lalu? Saya tidak pernah merasa mengikuti kuis atau melakukan ritual musryik seperti menyembah pohon Beringin atau mebelai-belai batu di tengah ladang agar saya mendapat hadiah paket wisata ke luar negeri. Jadi apa mungkin saya mendapatkan sesuatu dari sesuatu yang tidak pernah saya ikuti atau lakukan? Logika sederhananya seperti itu. Brosur itu cuma berisi ucapan selamat yang diketik di atas selembar kertas, lalu difoto copy, kemudian dikirim secara random ke seluruh Nusantara.

Lain ceritanya jika paket brosur itu juga disertai dengan tiket pulang pergi dan uang saku, saya pasti akan berangkat saat itu juga. Itu sih namanya bukan penipuan, tetapi mukzizat. Mungkin ada yang bertanya, bagaimana mereka bisa mendapat alamat saya? Gampang saja. Saya dulu sering berkirim surat ke majalah atau koran-koran untuk mencari sahabat pena. Apa? Sahabat pena? Ya, anda benar. Saya adalah salah satu generasi tahun sembilah puluhan yang terkenal keren-keren itu, dimana masih zaman anak-anak mudanya saling berkirim surat lewat jasa pos.

Masih saat zaman kuliah, saya juga sering bertemu dengan orang-orang yang bermaksud menipu. Saya juga heran, apa iya tampang saya seperti orang yang gampang ditipu? Atau ada tag di jidat saya tertempel dengan tulisan ‘tipulah aku’?. Jadi ceritanya saat sedang menunggu angkot atau sedang bengong di dalam bus, saya sering ketemu bapak-bapak atau ibu-ibu. Awalnya sih nanya basa-basi seraya kenal-kenal anjing sambil tepuk-tepuk paha. Bertanya nama, kuliah dimana, pacarnya berapa dan pertanyaan maha penting lainnya. Lalu kemudian menawarkan kalau dia bisa mencarikan saya pekerjaan, asal mau bayar sejumlah uang sekian. Lho, mencari pekerjaan kan pakai ijazah dan kemampuan (skill), bukan pakai uang jajan. Sengaja saya pakai istilah uang jajan agar kalimatnya bisa ber-rima dengan akhiran 'an' begitu. Keren kan?

Seiring waktu berjalan, yang namanya modus penipuan juga berevolusi. Ngomong-ngomong soal evolusi, siapa di antara anda yang percaya bahwa manusia berasal dari keturunan monyet? Kalau saya, maaf-maaf saja ya. Saya berani bertaruh dan menjamin bahwa saya tidak berasal dari keturunan monyet. Nenek moyang saya adalah Adam dan Hawa yang tampang dan body-nya OK itu, makanya setiap saya melamar pekerjaan yang memberi syarat bahwa pelamar harus berpenampilan menarik, saya selalu lolos. Saya mewarisinya dari mereka, bukan dari monyet. Catat itu!

OK, balik lagi ke topik tentang evolusi modus penipuan. Zaman orang mulai ramai-ramai pakai handphone, para pelaku penipuan ini juga memanfaatkan fasilitas itu. Jadi pernah saya di telepon seorang pria bersuara berwibawa. Sopan banget, pakai salam asalamualaikum dan spada segala. Lalu menginformasikan bahwa saya menang kuis ini dan itu. Tak berhenti sampai disitu, dia juga dengan gombalnya merayu saya, dia bilang saya terpilih sebagai pemenang karena saya orangnya spesial. Dasar mulut lelaki. Mana pernah ada sejarahnya pemenang kuis dipilih karena dia orang yang spesial? Kalau begitu sistemnya, presiden SBY pasti menang terus dong setiap ikut kuis?

Lalu dia mengatakan bahwa pengumuman pemenang akan ditayangkan langsung di salah satu TV nasional. Saya tanya ditayangkan di TV mana? Dia menyebutkan nama salah satu TV nasional. Dia tidak tau bahwa saat itu saya sedang membaca koran Kompas dan kebetulan sedang berada di kolom informasi jadwal acara-acara TV. Saya tanya tayang jam berapa, dia masih dengan lancarnya menjawab pertanyaan saya. Dia benar-benar membaca script dan mempersiapkan diri dengan baik. Lalu saya tembaklah dia, saya bilang bahwa tidak ada acara pengumuman seperti itu di jadwal acara TV yang sedang saya baca. Dan saya harus akui bahwa para penipu ini tergolong orang-orang yang cerdas karena mereka akan selalu punya jawaban (atau lebih tepat dibilang jago ngeles) untuk semua pertanyaan. Dia menjawab bahwa jadwal acara TV itu sifatnya tentatif, bisa berubah setiap waktu sesuai situasi dan kondisi. Pret!!!

Nah, yang membuat saya yakin dia adalah penipu, alih-alih dia minta nomor rekening saya. Dia malah menyuruh saya ke ATM terdekat. Ngapain? Katanya untuk check saldo. Lha, bagaimana ceritanya saya check saldo rekening saya yang bertambah, lha wong nomor rekening saya saja saya belum kasih. Memangnya transfer dana bisa lewat ilmu santet atau sihir? Dan gaya nyuruhnya itu lho, memaksa banget. Sepertinya dia takut kehilangan saya. Daripada berpanjang lebar, saya bilang saja “Cari korban yang lain saja ya, Pak. Dan sebaiknya cari korban yang nggak lebih pinter dari anda”. Lalu saya dimaki, dia bilang saya monyet. Sialan, padahal tadi saya sudah bilang bahwa saya keturunan Adam & Hawa, bukan monyet. Selanjutnya telepon ditutup, dan dia mungkin mengikuti saran saya, mencari korban lain yang tidak lebih pintar dari dia. Who knows?

Ada modus penipuan lewat telepon, ada juga penipuan lewat Short Message Service (SMS). Anda pasti sudah akrab dengan trend penipuan “Mama Minta Pulsa”. Kalau saya hitung-hitung, saya sudah menerima SMS sejenis ini sebanyak sebelas kali. Saya bahkan sampai bilang ke teman-teman saya, kalau seandainya yang minta pulsa itu ‘Papa’, bukan Mama, saya berjanji akan memberikan pulsa yang diminta. Dan syukurlah, selama periode nazar itu, hanya para mama-mama yang berminat minta pulsa kepada saya.

Entah sudah berapa SMS Mama Minta Pulsa yang saya jawab dengan jawaban-jawaban seperti ini : “Minta sama Papa saja”, “Aku Benci Mama”, “Mama, pulang sekarang juga! Di rumah tidak ada makanan”, “Mama dimana sekarang? Rumah kita kebakaran!”, “Mama di Kantor Polisi? Mama nyolong apa lagi barusan?”. Rasakan itu! Penipu kok mencoba menipu penipu.

Selain trend ‘Mama Minta Pulsa’, ada juga modus penipuan lewat SMS dengan bentuk yang lain, kali ini lebih nekad dan berani mati. Jadi tanpa ada perkenalan dulu, dia langsung mengirim SMS dengan kalimat seperti ini : “Transfer aja ke nomor rekening XXXXX ya, sebab rekening yang lama sudah tidak bisa dipakai. Salam sayang selalu, Nona Marcedes.” Lho, apa-apa’an ini? Tidak ada hujan, tidak ada petir, kok minta transfer uang. Belum ngapa-ngapain kok sudah minta bayaran. Upssss! Dan bukan saya namanya kalau tidak merespon orang-orang seperti ini. Biasanya saya akan mau repot-repot membalas SMS tersebut dengan kalimat “Sudah saya tranfer 1M. Selamat menikmati dan anggap saja rumah sendiri”

Ada lagi SMS penipuan dengan kalimat seperti ini : “Selamat! Anda mendapatkan hadiah utama mobil Toyota Bonanza. Silahkan hubungi nomor XXXX untuk konfirmasi pengambilan hadiah” Apa? Toyota Bonanza? Memang ada merek atau nama mobil seperti itu? Dan untuk lebih meyakinkan calon korban, dia mengakhiri kalimatnya dengan mengatas namakan dirinya sebagai perwakilan sebuah provider GSM terkenal. Padahal sudah jelas-jelas dia memakai nomor pribadi untuk mengirim SMS, lancang benar dia mengaku sebagai perwakilan dari provider GSM. Saya yang pernah bekerja di salah satu provider GSM tau banget bahwa untuk menghubungi costumer, kita pasti memakai hotline (nomor sambungan khusus) yang sudah terdaftar dengan nama/brand GSM, yang  jika kita menghubungi costumer, maka yang muncul di layar handphone mereka adalah nama/merek/brand provider atau angka sejumlah 3 digit yang sudah khas, bukan nomor pribadi yang jumlah digitnya bisa membuat yang punya nomor tidak hafal nomornya sendiri.

Dan lagi-lagi, saya tidak bisa diam menghadapi orang-orang seperti ini. SMS balasan saya singkat saja, tetapi saya yakin sanggup membunuh naga. SMS jawaban saya adalah : “Hadiah mobil Toyota Bonanza embah-mu!!!!”

Sebenarnya menghindari penipuan-penipuan kelas teri seperti ini gampang saja, kita harus tenang dan santai. Jangan langsung menggelinjang jumpalitan mendengar kata ‘hadiah’ dan ‘pemenang’. Kita pasti tau dong kuis-kuis atau sayembara apa saja yang pernah kita ikuti. Jadikan itu sebagai salah satu patokan. Kalau mendapat pengumuman sebagai pemenang kompetisi A, sementara anda hanya mengikuti sayembara B, itu sudah jelas-jelas penipuan.

Namanya kita pemenang, jadi kita dong yang seharusnya mendapat hadiah atau uang, bukan justru kita yang disuruh membayar atau mengirim uang. Jadi kalau peneleponnya sudah minta kirim uang, tidak usah ditanggapi, langsung tutup saja teleponnya. Saya sudah bilang, mereka ini orang-orang yang cerdas yang selalu punya jawaban dan penjelasan untuk setiap pertanyaan dan kecurigaan. Semakin lama anda tanggapi, semakin besar peluang mereka untuk membuat anda jatuh ke pelukan mereka. Kecuali kalau anda menikmati pelukan mereka, ya itu terserah anda. Kadang memang ada hadiah tertentu yang mengharuskan kita membayar pajak hadiah, tetapi itu dilakukan setelah kita menerima hadiahnya dan dilakukan sendiri oleh pihak penyelenggara.

Jadi kalau besok atau lusa mendapat kabar bahwa anda menjadi pemenang kompetisi ini dan sayembara itu, santai saja. Percayalah, kalau rezeki tidak akan lari ke rumah mertua. Rezeki yang memang milik kita akan selalu menemukan jalannya sendiri untuk sampai ke tangan kita. Yang setuju, tolong pijat kaki saya sekarang juga. Nah lho, kalimat saya lagi-lagi ber-rima dengan huruf terakhir 'a'. Keren ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun