1/
Satu-satunya yang tidak dilakukan Kamerad Kliwon untuk jadi orang nomor satu PKI adalah, ia tidak menulis. Ia lebih suka membaca. Bahkan koran pun dengan setia ia tunggu walau pasti tidak akan naik cetak, karena saat itu tengah terjadi kerusuhan antara PKI dan Tentara Indonesia. Untuk itulah kita jadi paham ia tidak bisa setenar seperti DN. Aidit atawa Tan Malaka yang bisa dipercaya memimpin Partai. Walau kita semua tahu kapasitas dan kapabilitasnya.
Kalau tidak membaca koran, kata Kamerad Kliwon, bagaimana bisa tahu peristiwa yang terjadi.
Begitu yang digambarkan oleh Eka Kurniawan pada novelnya Cantik Itu Luka. Novel yang sampai sekarang masih saya tunggu kabarnya dari Pemerintah untuk jadi bacaan wajib pelajar Indonesia. Yha, seperti halnya buku-buku Pramoedya Ananta Toer di Amerika.
Kamerad Kliwon adalah tokoh fiksi. Seorang tokoh PKI yang tidak pernah ada! Namun, semangat, juga minatnya pada membaca itu, saya kira, patut dicontoh dan amat penting untuk diikuti. Suri toladan yang baik.
2/
Tan Malaka pernah iri kepada Bung Hatta. Iri yang lucu. Hanya karena dalam pelariannya Bung Hatta bisa membawa berpeti-peti buku sedangkan Tan Malaka tidak. Sekalinya Tan Malaka bisa membawa buku--walau hanya satu lemari-- itupun mesti ia ikhlaskan dengan membuangnya di laut. Satu demi satu buku ia lemparkan karena takut tertangkap saat pelariannya dari satu daerah ke daerah lainnya. Bapak Republik kita yang satu ini memang lucu.
Tapi kita sama-sama tahu: entah Bung Hatta atawa Tan Malaka bisa menghasilkan banyak tulisan bagus dengan bahan bacaan yang ada.
3/
Surat balasan Pramoedya Ananta Toer kepada Gunawan Mohamad cukup keras: bukan tidak ingin memaafkan pemerintah (dalam hal ini, Gus Dur pernah meminta maaf secara terbuka kepada seluruh korban PKI), tapi perlakuan terhadap dirinya sudah terlampau kejam dan parah. Naskah-naskahnya dihancurkan, buku-bukunya dibakar!
Sudah barang tentu Pram kesal.