Bila ada yang ingin kamu ajarkan padaku tentang arti memiliki dan dimiliki, maka aku akan setia menunggunya sampai selesai. Sebab, ada yang ingin aku tahu: memangnya bisa seberapa kuat harapan meneguhkan kenyataan?
Kamu tahu, memilikimu adalah satu hal, sedangkan dimilikimu itu lain hal. Tapi, menurutmu, mana di antara kedua itu yang menjadi harapan dan kenyataan?
Harapan memang tak selamanya menjadi kenyataan, tetapi banyak hal nyata di dunia ini adalah cipta karya dari berharap. Tentu aku bisa berikan banyak contoh untukmu, namun hal terdekat dan yang bisa kita sama-sama ingat yaitu tentang bagaimana kisah-kisah kita bermula: dari berkenalan hingga saling terbuka membagikan pengalaman --dan perpisahan yang tidak aku tahu mesti bersikap.
Tidak perlu malu. Itu sekadar masalalu. Aku sudah berdamai sebagaimana kamu dulu mengatakan ini semua sudah usai.
Setelah itu ada yang selalu ingin aku tanyakan dan tidak pernah tersampaikan: apa maksud dari ucapan terakhirmu  "tapi ini semua belum selesai," itu? Apakah "usai" dan "selesai" dalam pemahamanmu itu dua hal yang berbeda? Apakah menurutmu itu sesuatul yang lazim manakala meyatukan "sudah" dan "belum" pada satu kalimat?
Kadang aku menerka sendiri jawabannya: kembali --dalam arti yang lain-- selalu ada dan terbuka kapan saja. Atau, masih ada babak-babak lain di mana kita saling menyakiti dan tersakiti. Bahagia memang tidak pernah ada di antara kita, sebab berjuang dan memperjuangkan kebahagiaan itu jauh lebih membanggakan. Begitu, kan?
Memiliki, barangkali, adalah kenangan yang hanya bisa diceritakan kepada oranglain yang belum merasakan. Lalu dimiliki, adalah khayalan yang bisa kita rayakan kesia-siaannya.Â
Mana yang kamu pilih? Aku? Mencintaimu sebisaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H