Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Seperti Istiqlal dan Katedral, Kedua Warung Bakso Ini Saling Menatap dalam Perbedaan

25 Desember 2018   20:47 Diperbarui: 26 Desember 2018   01:07 2085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Posisi lagi di bakso ojolali yang di seberangnya ada bakso malang. dokpri

Bakso Ojolali, namanya. Tadinya bakso gerobakan yang keliling dan mangkal. Maksudnya kalau siang di depan kantor sampai sore, nah sore sampai habis mangkalnya pindah ke gang pisang dekat stasiun Palmerah. Tapi sudah 3-4 bulan ini Mamangnya stay di satu ruko. Tidak terlalu besar, hanya saja nyaman: di sana ada juga pendingin minum dan minuman seduhan lainnya. Jadi sepedas apapun ketika meracik kuah tetap aman.

Pesananku selalu sama: mi kuning dengan tauge, tanpa micin. Ketika disajikan, satu mangkuk penuh terlihat kalau bakso, mi kuning, dan touge tengah berdesakan.

Kadang kalau sedang makan di sana aku selalu membayangkan: satu porsi bakso ini tak ayal sebuah masjid yang digunakan Jumatan.

Maksudku, sadarkah kamu laki-laki, yang tidak pernah absen Jumatan, kalau sebanyak apapun jamaat yang datang ke masjid untuk Jumatan selalu penuh. Dan yang membuatku menarik: jumlahnya boleh tidak menentu, tapi yang pasti adalah masjid selalu cukup menampung jamaat.

Boleh percaya atau tidak, masjid ketika dipakai Jumatan bisa melebar dengan sendirinya tanpa yang lain tahu. Aku percaya itu --sampai saat ini tentu. Seperti itulah satu mangkuk bakso Ojolali. Rasa-rasanya bakso uratnya selalu berbeda ukuran, entah makin besar atau kecil, yang jelas dalam satu mangkuk itu selalu saja muat.

***

Tak ada yang lebih menyiksa, bagi perokok, ketika hujan sedang deras-derasnya tapi kehabisan rokok. Dan itulah yang aku rasakan sore itu di kantor. Temanku mengajak ke Indomaret seberang kantor, ada yang ingin dibeli atau apa, aku lupa, tanpa pikir panjang aku ikut saja.

Tak apa sedikit kebasahan asalkan aku terselamatkan dari kesialan yang menyiksa tadi.

Kendaraan memang tidak bisa berpikir, sudah tahu di jalan banyak genangan air tetapi mereka masih saja melaju tanpa peduli ada pengguna jalan lainnya, pejalan kaki, yang bisa terciprat. Kadang aku berpikir: untuk bisa menjadi kaya --bisa membeli dan memiliki kendaraan pribadi-- dan bodoh secara bersamaan itu susah juga.

Akibat sedikit terciprat genangan air, akhirnya aku mengajak temanku untuk melipir ke warung bakso malang. Hitung-hitung mengeringkan celana.

Aku pesan satu porsi dengan meminta untuk tidak pakai bakso dagingnya. Rugi, menurutku, kalau beli bakso malang masih pakai bakso dagingnya: sebab pasti ukurannya keciln (sekali) dan harganya sama dengan jenis lain yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun