Perempuan, menurut Sufi Jalaludin Rumi, adalah mahkluk gaib urutan satu, urutan kedua baru Tuhan.
Tidak ada yang tahu isi hati dan pikiran perempuan –bahkan dirinya sendiri. Ketika mengemudi misalnya, aksi perempuan di jalan raya sunggu nekat. Ada di jalur kiri, engga. Di jalur kanan pun, engga. Kadang malah lebih mirip supir bajaj; yang tidak pernah tahu kapan ingin belok kiri atau kanan, yang kita juga tidak pernah tahu kapan ingin ngerem atau lanjut jalan. Makanya, mbah Tedjo menulisnya di buku Jiwo J#ncuk, sekitar pukul 10 jalan-jalan kota besar kadang masih macet, karena di saat itulah ibu-ibu nyetir mobil sendiri untuk belanja. Hebatnya lagi, perempuan bisa sambil mengerjakan lain hal ketika mengemudi, ya dandan, ya chating, ya telponan, ya segala-galanya. Multitasking.
Walau ada beberapa ahli yang menyebutkan bahwa, perempuan kurang ahli dalam bidang orientasi ruang dan bentuk (visual spasial). Jadilah yang terlihat malah perempuan cenderung lebih nekat dan multitasking ketimbang lelaki.
Namun, tidak semua demikian. Lihat saja supir Busway, ada juga yang perempuan. Itu karena mereka dapat dilatih dengan dengan baik. Dan, pada akhirnya kita juga tahu kenapa dulu R.A. Kartini sungguh vocal tentang pendidikan untuk kaum perempuan, kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H