Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lebih Menyakitkan dari Rengginang dalam Khong Guan

9 Juli 2016   23:36 Diperbarui: 9 Juli 2016   23:49 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa kamu masih tergolong manusia yang kesal bila sedang bertamu ke kediaman seseorang, ketika lebaran atau hari-hari raya besar, dan kamu menemukan rengginang dalam kaleng Khong Guan? Jujur, saya tidak pernah. Saya hanya menemukan itu di sebuah guyon lawas yang selalu diulang-ulang.

Tapi, bukankah sebuah guyon bersandar pada kenyataan? Artinya ada yang pernah mengalaminya langsung. Sedangkan saya, barangkali juga kamu atau kalian, hanya menggunakannya setiap sebuah perayaan tiba. Guyon "rengginang dalam kaleng Khong Guan" lalu menjadi guyon kodian; lelucon yang tak bertuan.

Saya sendiri kadang masih suka tertawa mendengar maupun membaca, sampai melihat ilustrasinya dalam meme guyon itu. Karena memang guyon kodian semacam itu sudah terbukti lucunya.

Bayangkan saja begini. Pada saat itu --ini sudah template guyon kodian: pada saat itu-- ada seseorang yang datang bertamu. Dalam keadaan lelah setelah perjalanan jauh, Sang Tuan Rumah menyilakanmu masuk dan duduk di ruang tamu. Di sana, sudah bertengger kaleng Khong Guan yang hanya ditemani stoples kacang goreng. Sang Tuan Rumah di dapur menyipkan teh manis atau sirup dingin rasa melon atau apa saja. Si Tamu itu tentu akan menunggu semampunya minumannya selesai dibuat dan lalu menikmati minuman dengan biskuit-biskuit nan-renyah-dan-gurih dari kaleng Khong Guan.

Sang Tuan Rumah menyajikan minuman. Si Tamu pasti sudah mengincar wafer Khong Guan atau biskuit cokelatnya. Sang Tuan Rumah menyilakan Si Tamu mencicip. Kaleng Khong Guan dibuka, ternyata --ya, semua guyon kodian selalu diakhiri dengan "ternyata"-- isinya rengginang.

Kembali saya tanyakan ini: Apa kamu masih tergolong manusia yang kesal bila sedang bertamu ke kediaman seseorang, ketika lebaran atau hari-hari raya besar, dan kamu menemukan rengginang dalam kaleng Khong Guan?

Jika pada cerita itu saya sebagai Si Tamu, maka saya akan mengajak Sang Tuan Rumah keluar. Ke mana saja, asal bisa mendapat bakso atau mie ayam.

Oia, ada dua fakta yang saya temui ketika lebaran ini terkait bakso atau mie ayam saat lebaran. Pertama, Tuhan memang sengaja mencipta bakso atau mie ayam supaya umat manusia tidak mati kebosanan. Kedua, bakso atau mie ayam di beberapa titik di Jakarta, sudah habis sekitar pukul 1 siang.

Baru-baru ini saya mengalami kejadian mirip seperti itu, lebih menyakitkan bahkan. Bukan, jika kamu menduga kue biji ketapang yang disimpan di kaleng wafer nissan tentu saja bukan. Walau itu sudah membuat kamu pasrah tanpa gairah. Namun ini tentang permen fox's yang barangkali hanya bisa kamu nikmati saat lebaran saja. Ya, permen fox's, ketika lebaran, derajatnya diangkat setingkat kue nastar. Sepertinya ini konspirasi. Ada agenda setting yang kalian tidak tahu. Tapi saya tidak peduli tentu. Permen Fox's adalah mutiara, layaknya rupa bentuk permen itu.

Kalau boleh meminjam istilah Gomah dan Gopah, saya ini dibilang "penyuka makanan sisa". Bukan bekas, ya. Ingat, bekas dan sisa itu dua hal yang berbeda. Seperti dua kutub arah mata angin. Penyuka makanan sisa maksudnya, giliran makanan masih penuh, makanan itu sama sekali tidak disentuh; giliran makanan hampir habis, baru dimakanin.

Sejak pagi tadi tidak ada sesiapa di rumah. Gomah, Gopah, dan Peang sudah pergi ke Jakarta: silaturahmi dengan saudara. Saya tidak ikut, karena siangnya mesti berangkat kerja. Tidak hanya tidak ada orang, tapi pagi itu tidak ada makanan. Setidaknya makanan berat. Sedang di luar, di teras rumah, masih berbaris dengan rapih kue-kue lebaran. Kue nastar, putri salju, lidah kucing, kacang tanah, kacang mete, kue sagu dan sekaleng permen Fox's Sialnya masih pada penuh di toples-toples itu. Saya sama sekali tidak minat. Melihatnya saja serasa beugah.

Saya lanjut tidur di teras sembari berjemur. Satu jam kemudian, saya terbangun karena lapar.

Saya buka tutup toples kue-kue di meja, tapi tak satu pun kue saya cicipi. Mie instant? Ah, semalam sudah.

Makan permen. Ya, permen Fox's saja. Sejak lebaran belum satu pun saya makan permen Fox's di rumah. Saya buka dan... taraaaa: tersisa rasa jeruk dan beberapa biji rasa lemon. Mana? Ke mana rasa blackcurrant --sampai sekarang saya masih menganggap itu rasa angggur-- juga rasa strawberry? Untuk permen, saya hanya suka kedua rasa itu.

Sial betul rasanya: sisaan permen Fox's yang rasa jeruk dan lemon, tanpa strawberry dan blackcurrant./

Ketika saya kembali tutup kaleng permen Fox's, saya ingat larik-larik puisi Acep Zamzam Noor yang hari ini dimuat di harian KOMPAS: Waktu seakan mengendap / Ingatan tak ada lagi dan doa yang kuseret / Tersangkut pada baris-baris nubuat / Lalu aku membayangkan surga / Yang penuh parodi.

Commuterline Tanah Abang - Bogor, 9 Juli 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun