Lalu, saya membayangkan: sekumpulan orang-orang berkumpul dan Jakarta menjadi tempatnya, sepertinya hanya sepi yang ada. Kesepian tak butuh teman, kesepian butuh perhatian. Maka tak usah aneh bila banyak sekali yang meminta perhatian di Jakarta.
Segala macam dilakukan. Tapi saya tak tahu bila ada yang sampai menghalalkan. Yang jelas, saat orang-orang itu dengan sepi masing-masing, akan dengan mudah kalian lihat atau dengar letupan sekecil apapun.
Haruskah dengan bertengkar,Â
 kekuatan cinta kita ditakar?*
Ada yang mengajarkan, perhatian itu dibentuk, dibangun bukan diminta. Sementara, masih dalam bayangan saya, mereka yang mengais iba perhatian itu tidaklah mendapat apa-apa. Memang apa yang bisa didapat dari sepi? Kosong!
Di dalam sepi, yang saya tahu, hanya ada rindu yang bergentayangan. Sedang cinta, yang menunggunya di kala malam.
Air mata tidaklah jatuh untuk hal yang sia-sia, begitu ungkap penyair lewat puisinya. Untuk itulah kita tahu, puisi masih dibutuhkan untuk ditulisi, dan Jakarta, bagi saya, masih pantas untuk ditinggali --biar sebatas berisi sepi.
Perpustakaan Teras Baca, 15 Januari 2016
*) Dari puisi-puisi Candra Malik dalam Fatwa RinduÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H