[caption caption="ilustrasi: ©Tweet dari Akun Resmi Liverpool: @LFC"][/caption]Klopp dengan Liverpool, seperti halnya Jokowi dengan kebijakannya atau Setya Novanto dengan rekaman "Papa Minta Saham: tambang emas bagi media massa. Percayalah, memberitakan ketiganya, alhasil oplah atawa pengunjung laman portal akan meningkat tajam.
Saya tidak mengada-ada, tapi tidak juga bisa disebut fakta. Hanya riset asal saja. Sebab dari ketiganya selalu menarik untuk diikuti.
Seperti pertandingan Liverpool yang sudah-sudah, menang lawan Chelsea; juga Man. City; atawa Soton. Klopp dianggap pilihan tepat untuk bisa mengembalikan kejayaan Liverpool... tiga puluh tahun lalu. Saat di mana Livrrpool menjadi tim yang paling merepotkan Man. United, hingga Arsenal.
Saya sungguh penasaran, seperti apa racikan pelatih yang terkenal amat humoris ini? Setidaknya saya hanya bisa menikmati cerita-cerita beliau dari media massa dan tayangan ulangnya di YouTube. Kesibukan sungguh menjengkelkan!
Kali ini tidak! Saya amat ingin melihatnya langsung: dari menit ke menit, dari gol ke gol, dari selebrasinya yang menggebu itu dan yang terpenting melihatnya mengenakan jaket "Garuda Indonesia".
Newcastle United menjadi lawannya. Liverpool seperti di atas angin. Wajar saja, karena Sang Penantang ada di zona degradasi, beberapa tingkat di bawah Chelsea.
Liverpool tanpa diperkuat Coutinho dan Emre Can. Newcantle dengan skuat terbaiknya. Buat saya, ini bukanlah persoalan yang mesti dipusingkan Klopp. Tanpa kedua pemain itu pun Liverpool masih punya stok pemain lain. Apa lagi Klopp suka sekali pemain-pemain muda, seperti Ibe dan Origi; yang tengah pekan lalu mampu mencetak tiga gol.
Berteke? Ah, pemain ini terlalu hebat. Dengan sedikit bantuan Milner, Allen dan Lucas akan mudah untuknya merepotkan pertahanan lawan.
15 pertama, kedua tim ini tidak ada yang menyerang. Kalau pun mendekat kotak pinalti, itu hanya operan pemain bertahan guna memancing pemain lawan keluar dari sarang.
15 menit kedua, saya mulai bosan. Beteke tidak dapat asupan bola dari sisi tengah, maupun kiri dan kanan. Sebaliknya, pemain bertahan Newcastle sibuk membuang bola secara asal ke depan.
15 menit ketiga, tidak ada satupun yang gol. Atau, paling tidak serangan yang membahayakan, yang membuat komentator teriak kehebohan.