Mohon tunggu...
harry jonathan
harry jonathan Mohon Tunggu... -

Warga negara biasa yang beruntung bisa tinggal di negeri yang luar biasa,dokter

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mama, Seorang "Traveller" Sejati..

21 September 2013   16:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:35 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal tulisan ini dibuat  di Changi International Airport menunggu pesawatku bertolak ke Jakarta

Bukan perjalanan ku kali ini yang akan kuceritakan dalam tulisan ini,bukan pula tentang betapa megahnya bandara Changi yang tentunya semua orang sudah tahu. Setelah perjalanan panjang yang kulakukan,didalam perjalanan pulang kerumah tercinta selalu ada kerinduan teramat sangat terhadap ibunda,buatku mama adalah orang pertama yang mengenalkan dunia Traveling dan orang yang terus menerus mendukungku untuk menjelajah dan mengeksplorasi kehidupan lokal dimanapun aku berpijak. Tidak semua dari lebih dari 20 negara yang telah kukunjungi mama mendampingiku,tetapi nilai-nilai ajaranya dan doa nya lah yang kurasa membuatku bertahan.

Soekarno Hatta, 1987

Saat itu umurku baru setahun,aku baru saja belajar berjalan,bisa dibayangkan betapa repotnya membawa anak kecil yang tidak bisa berdiam diri dalam suatu perjalanan,ayahku berfikir untuk menitipkan ku kerumah saudaraku di Jakarta,tetapi mama tidak setuju,beliau berkeras kalau dia pergi maka aku akan ikut dengannya,jadilah di umurku yang pertama itu aku merasakan pertama kalinya penerbangan long haul dengan pesawat wide body.Jujur tidak ada yang kuingat dari perjalanan pertamaku itu,tetapi kecintaanku pada dunia penerbangan dan traveling kemingkinan besar dimulai dari hari itu.

Soekarno Hatta, 2005

Bagaimana menjadi penumpang yang baik di pesawat

[caption id="attachment_267752" align="alignnone" width="300" caption="Photo taken from Silk Air facebook page"][/caption]

Setelah menyelesaikan pendidikan SMA ku mama mengajakku pergi bersama teman-temannya,rute kami waktu itu adalah Penang-Hat Yai-Kuala Lumpur-Singapore. Awalnya aku tidak terlalu tertarik karena bisa dibayangkan bagi anak kuliahan pergi bersama segerombolan ibu-ibu bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan,tetapi siapa sangka banyak pelajaran hidup yang dapat kupetik dari perjalanan kali ini.

Ini bukan kali pertama aku naik pesawat,tetapi duduk di pesawat dengan mama disebelahku rasanya memang sedikit berbeda. Mama menyuruhku memperhatikan penjelasan pramugari didepan,mematikan telepon genggam pun harus sudah dilakukan sebelum naik pesawat. Saat menerima makanan ataupun akan mengembalikan nampan mama akan mengucapkan terima kasih kepada pramugari apabila aku lupa mengucapkannya. Saat kami landing mama pun mengucapkan terima kasih kepada pramugari yang sudah melayani kami sepanjang perjalanan.

Saambil berjalan keluar pesawat mama berkata “tidak ada salahnya mengucapkan terima kasih,tugas mereka berat dari mulai melayani penumpang soal makan,melayani permintaan penumpang,sampai bersiaga jika terjadi suatu masalah,tugas mereka memakan waktu dan tenaga,coba kamu bayangkan kalau mama yang bekerja disana,haru bekerja berat dan meninggalkan keluarga..”

Perkataan mama tersebut begitu terngiang dikepalaku,sebuah nilai bersikap sebagai penumpang yang tetap kupegang sampai penerbanganku ke 108 hari ini.

Bagaimana harus bersikap terhadapa orang lain diperjalanan?

Pergi dengan serombongan ibu ibu tentunya membuat belanja menjadi menu utama, bisa dibayangkan setelah menjalani setengah dari perjalanan rata-rata koper mereka telah bertambah satu. Buatku yang memang tidak penggemar belanja terkadang hal ini jadi terasa membosankan, menunggu lama lama di pasar ataupun didepan toko bukanlah hal yang ingin kulakukan. Mama nampaknya dapat melihat hal ini, dia mengajakku makan ke jajanan tradisional yang ada di pasar di Hat Yai tu,tanpa sungkan mama mengajak pedagang nya berbicara,sekedar menanyakan asal makanan yang dibuat sampai sudah laku berapa banyak hari itu,walau dengan bahasa inggris yang terbatas tetapi hal ini cukup mengasyikan buatku,memahami kearifan lokal dan menghargai perbedaan budaya menjadi nilai yang kupegang teguh dalam setiap perjalanan ku.

Aku ingat di malam terakhirku di Hat Yai mama mengajakku makan durian sambil duduk di trotoar jalan, sambil menikmati buah yang sangat nikmat itu mama berkata “melihat kehidupan pergerakan sehari-hari masyarakat lokal adalah salah satu hal yang tidak bisa dibeli dengan uang” malam itu aku menjadi penonton aksi masyarakat lokal hat yai menjalani hari hari mereka. Dimulai dengan pedagang dan supir tuk tuk yang berusaha menawarkan jasa, gajah yang berseliweran dijalan jalan besar,sampai pekerja seks komersil yang bukan merupakan sesuatu yang aneh di kota ini. Tiba-tiba memperhatikan orang sambil duduk santai menjadi agenda tetapku saat traveling, secangkir kopi di Paris terasa sangat nikmat diseruput sedikit-sedikit sambil memperhatikan orang di pusat mode dunia itu. Dari mulai kaum pekerja,pelayang restoran,kaum borjuis,sampai imigran dari afrika kerap menjadi tayangan yang menarik. Darisitu pula ketertarikanku akan human photography dimulai.

Kami menaiki kereta dari Kuala Lumpur menuju pemberhentian terakhir kami di Singapura,saat itu dengan jumlah rombongan kami yang 7 orang,jumlah koper bawaan sudah mencapai 12 koper,dengan ukurang yang tidak bisa dibilang kecil. Masing-masing anggota grup selain aku dan mama membawa 2 koper,mama dengan kemampuan packing yang luar biasa dan persiapan yang matang berhasil mempertahankan jumlah kopernya tidak bertambah sampai akhir perjalanan. Kata mama persiapan yang baik akan memudahkan kita dalam perjalanan,membawa 2 koper akan menyulitkanmu untuk bergerak dan menghambat pergerakanmu,sehingga orang lain terpaksa harus menunggu,kita tidak boleh memberatkan orang lain. Sampai hari ini perkataan ini kupegang,baik dengan koper Rimowa 29 inch ku ataupun dengan tas Deuterku,selalu kuusahakan packing seringan mungkin.

Jumlah koper yang banyak juga menyebabkan grup kami selalu memakan waktu jika akan check in ke hotel ataupun berpindah kereta,disini mama menyuruhku untuk membantu ibu-ibu yang lain,pesannya jelas,selama 2 tanganmu masih bisa bergerak bebas,bantulah. Didalam suatu perjalanan kita tidak pernah mengetahui apa yang akan terjadi didepan kita,maka tolong menolong adalah hal yang terutama bisa kita lakukan. 7 tahun kemudian saat ankle ku cidera saat mendaki gunung Kinabalu,dan ada seorang lokal yang dengan baik hati menuntunku sampai bawah dan memanggilkan taksi untukku ke hotel perkataan mama inilah yang kuingat. Tuhan tidak akan membiarkan anaknya sendiri, dan malaikat kirimannya tidaklah selalu bersayap.

[caption id="attachment_267753" align="alignnone" width="300" caption="Photo taken from Silk Air Facebook page"]

13797556801216939351
13797556801216939351
[/caption]

Hari ini hampir 5 benua sudah kujelajahi,nilai-nilai ajaran dari mama yang terus menuntunku dalam setiap langkahku,bersama doanya kutemukan “rumah” disetiap tempat yang kupijak,dan jika menangpun,hadiah ini akan kupersembahkan untuk mamaku,yang baru saja menyelesaikan pendidikan S2 nya..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun