Mohon tunggu...
Harry Hidayat
Harry Hidayat Mohon Tunggu... karyawan swasta -

hanya orang biasa, yang ingin berbagi ide dan isi hati...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Buku Pelajaran Baru dan Buku Pelajaran Lama

19 Maret 2013   10:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:31 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada perbedaan yang sangat tajam masa saya sekolah dulu dengan anak-anak kita yang sekolah dimasa sekarang. Yang mencolok adalah dari segi biaya. Jaman saya SD tahun 1976-1982 yang namanya buku pelajaran (dulu disebut buku cetak) itu bisa digunakan untuk adik-adik kita, yang pasti dari segi biaya cukup meringankan. Sementara sekarang buku pelajaran tahun yang lalu sudah tidak bisa digunakan lagi, harus beli baru yang biasanya sudah disediakan oleh sekolah tinggal bayar saja. Ada beberapa pertanyaan dalam pikiran awam saya apakah materi dasar dari pelajaran itu berubah? atau hanya metode pengajarannya yang berubah? contoh: misal matematika untuk SD apakah ada perubahan dari rumus dasar matematika atau metode penghitungannya rumus tersebut yang berubah, saya sangat yakin kalaupun ada perubahan metode penghitungan tidak akan terlalu jauh perbedaanya. Jadi kesimpulan dari contoh diatas apa bedanya dengan buku baru dan buku lama, toh materinya juga tetep sama. Pertanyaan lain yang muncul dari kesimpulan tersebut (yang mungkin persepsinya sedikit miring) apakah ini merupakan bisnis dari sekolah, kalo jawabanny iya , ya sudah jadi kan jelas... kalo pengadaan buku itu merupakan ladang bisns dari sekolah... tetapi kalo jawabannya tidak ya kenapa begitu? pasti jawabanya cukup panjang dengan segala bentuk argumen atau cukup pendek (artinya gak usah dijawab, kalo gak mau gak usah sekolah disini...) Kiranya tulisan ini bisa mewakili pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak para orangtua terutama dari kalangan yang kurang mampu disisi ekonomi tetapi memiliki harapan agar anaknya bisa belajar sebagai bekal untuk masa depannya yang jelas makin berat tantangannya. Koreksi dan saran dari para pembaca jelas sangat diperlukan demi mendapat solusi yang pas... salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun