Setiap orang pasti pernah mendengar istilah sepakbola "tarkam" a.k.a "antar kampung". Tarkam bisa merujuk ke pemainnya itu sendiri  yaitu pemain tarkaman(pemain cabutan). Dalam setiap pertandingan tidak ada bayaran yg pasti tp  atas dasar sukarela dan mencari teman sepergaulan. Setiap pemain tarkam hanya "dikontrak" sampai kompetisi itu berakhir, bisa saja di tahun depan tampil di tim yg berbeda. Klub Sepakbola tarkam  untuk mengarungi  kompetisi  biasanya disponsori oleh perorangan. Kalo dilihat pun tidak ada profit yg didapat tapi hanya gengsi satu sama lain, mungkin ada satu ungkapan yg pas "biar tekor asal tersohor".
Mungkin sepakbola tarkam lebih cenderung keras bahkan mengarah permainan kasarl & ribut antar pemain adalah hal yg wajar di pertandingan karna gengsi wilayah dan bos menjadi pemicu. Lebih jauh lagi, tidak ada nya edukasi yg menyebabkan hal itu bisa terjadi di pertandingan sepakbola tarkam.
Wajah klub Indonesia, dari pemain tarkam menjadi profesional.
Sekelumit kisah sepakbola tarkam tak ubahnya seperti liga profesional Indonesia. Setiap pemain pro hanya dikontrak setahun dan hanya sebagian kecil klub yg bisa mengontrak pemain lebih dari 1 musim. Maka tak heran, Â setiap menjelang liga dimulai klub sibuk untuk menyeleksi para pemain sesuai budget.
Bagi klub semenjana pemain antah berantah(pemain tarkaman) menjadi solusi  dan diikutkan seleksi, karena keterbatasan modal yg dipunya.  Memang sebenernya tidak ada yg salah dgn pemain tarkaman,  mereka merupakan pemain hasil binaan SSB yg menunggu kesempatan bermain di level profesional. Setelah berprestasi di level junior dan  tidak adanya  kompetisi berjenjang itulah kemudian yg membuat pemain tersebut menyambi  menjadi pemain tarkaman untuk menunggu seleksi pemain di liga tahun  berikutnya. Â
Tidak jarang ketika menyaksikan liga profesional di tv nasional, pemain kurang menghargai keputusan wasit dan permainan kasar mewarnai sepakbola indonesia. Level muda punya prestasi, tp tidak adanya sistem kompetisi untuk pemain muda berkreasi, pada akhirnya pertandingan antar kampung lah  tempat mereka bisa beraksi. Serta  jangan heran ketika roh permainan tarkam ada liga tertinggi di negeri ini.
Sepakbola industri hanya jadi ladang pundi-pundi para petinggi, Tidak adanya akademi dan kompetisi untuk pemain unjuk gigi, pemain muda  hanya bisa gigit jari.sekian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H