Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Health Promoter

Master of Public Health Universitas Gadjah Mada | Perilaku dan Promosi Kesehatan | Menulis dan membuat konten kesehatan, lingkungan, dan sastra | Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pangan Lokal, Kekayaan Keluarga yang Sulit Dinikmati karena Terhalang Gengsi

30 Oktober 2021   22:31 Diperbarui: 3 November 2021   14:35 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umbi-umbian adalah salah satu pangan lokal yang banyak terdapat di Indonesia. Sumber: Shutterstock/Deenida via Kompas.com

Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang sangat berlimpah. Kendati demikian, masih banyak warga negaranya yang berada dalam status miskin. Kemiskinan sendiri memiliki cukup banyak arti. 

Salah satunya adalah ketidakmampuan individu atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan. Sungguh merupakan suatu ironi, ketika rumah kaya yang disebut Indonesia tak bisa membuat perut sebagian penghuninya terisi secara cukup.

Lantas, apa yang menjadi masalahnya? Permasalahan ekonomi selalu muncul ke permukaan ketika pertanyaan tersebut terbesit. Namun, mungkin saja masalah "gengsi" juga bisa menjadi penghambat kekayaan alam tersebut tidak bisa sampai ke mulut penghuni yang sering dicap miskin. 

Kekayaan alam yang dimaksud tersebut adalah pangan lokal yang kerap dianggap kurang bernilai dibanding standar makanan bergizi yang telah tertanam pada mindset kebanyakan orang.

Pangan lokal memiliki arti makanan yang tersedia sesuai dengan kearifan lokal dan potensi suatu daerah, serta dimanfaatkan guna konsumsi masyarakat setempat. Menilik hal tersebut, maka tentulah ada daerah-daerah yang memiliki ciri khas pangan lokal tersendiri. Contohnya seperti sagu, ubi, jagung, dan lain sebagainya.

Tak hanya identik dengan bahannya, pangan lokal juga berkaitan dengan cara pengolahan, cita rasa, hingga identitas dan kebudayaan. Hal tersebutlah yang makin menambah nilai kekayaan hasil alam daerah tertentu.

Sayangnya, selama ini mindset kita telah tercekoki dengan pengertian makanan pokok yang terfokus pada satu tipe saja. Contohnya, makanan pokok yang harus selalu tersedia adalah nasi, sehingga keluarga yang "hanya" mengonsumsi ubi dicap sebagai kaum berkekurangan. Padahal, keduanya sama-sama dapat memenuhi kebutuhan karbohidrat keluarga.

Selain itu, ada juga yang berpikir bahwa makanan bergizi haruslah dibeli dengan harga mahal dan sama dengan kebanyakan orang. Pada akhirnya, hasil tanam yang sebenarnya memiliki nilai gizi "ditukar" dengan bahan pangan yang sama dengan kebanyakan orang.

Gambar: AG Food Commodities
Gambar: AG Food Commodities

Seperti dalam beberapa pengalaman, ada yang menjual jagung untuk membeli mie instant. Ada juga yang menjual pisang hasil kebun untuk membeli bubur dengan kandungan pisang bagi anak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun