Belakangan ini dunia dihebohkan dengan munculnya virus Corona di Cina dan virus tersebut juga telah menyebar ke beberapa negara lain. Syukurnya, virus tersebut dikonfirmasi belum masuk ke Indonesia. Namun, negara ini juga tetap perlu mewaspadai virus-virus lain yang dapat menyebar dan membawa efek negatif bagi kesehatan masyarakat.
Salah satu kasus kesehatan yang belakangan sedang cukup merebak di masyarakat adalah kasus demam berdarah dengue (DBD). Kemenkes melaporkan bahwa sepanjang Januari 2020 ditemukan lebih dari 1000 kasus DBD yang tersebar di 10 Provinsi di Indonesia. Kasus ini juga memakan beberapa korban yang mengalami kematian. Daerah yang memiliki kasus DBD terbanyak saat ini adalah provinsi NTT dengan total lebih dari 500 kasus.
Penyebab kasus DBD dapat disebabkan oleh tiga faktor yakni manusia, lingkungan, dan vektor yang membawa virus dengue. Vektor yang menyebarkan virus penyebab DBD adalah nyamuk Aedes Aegypti. Oleh karena itu, untuk mencegah agar nyamuk ini tidak menyebabkan kasus DBD lebih banyak lagi, diperlukan adanya pengetahuan yang mendalam mengenainya.
Perlu diketahui bahwa selain virus dengue, nyamuk Aedes Aegypti juga membawa virus demam kuning, cikungunya dan zika. Secara morfologi atau ciri fisiknya, nyamuk ini berukuran lebih kecil dibandingkan nyamuk lain.
Hampir keseluruhan tubuh nyamuk ini berwarna hitam. Beberapa bagian tubuh seperti punggungnya berwarna kecokelatan. Pada bagian kaki serta beberapa daerah tubuh mereka memiliki garis atau bintik putih.
Pada umumnya, nyamuk betina lebih besar dari nyamuk jantan. Semua ciri fisiknya dapat dilihat dengan mata telanjang. Namun, ciri-ciri fisik ini dapat dipengaruhi juga oleh populasi dan nutrisi yang mereka peroleh, sehingga bisa saja ada ciri fisik yang sedikit berbeda di beberapa daerah.
Nyamuk Aedes Aegypti memiliki empat fase hidup yaitu fase telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa. Fase yang dimulai dari nyamuk dewasa yang menghasilkan telur. Sekali bertelur, nyamuk dewasa bisa menghasilkan hingga 100 buah telur.
Untuk dapat memproduksi telur, nyamuk betina membutuhkan darah yang dihisapnya dari manusia. Setelah itu ia akan mencari air untuk meletakkan telurnya. Tempat yang nyamuk ini cari adalah air yang tertampung di sampah bekas kaleng, gelas plastik, tempat penampungan air minum, hingga bak mandi.
Telur tersebut membutuhkan waktu dua sampai tujuh hari untuk bisa berkembang menjadi larva. Untuk bisa berkembang menjadi larva, telur yang tertampung di dalam penampungan air membutuhkan air yang lebih banyak.
Jadi, saat manusia menambahkan air pada penampungan air ataupun saat air hujan turun dan mengisi kaleng bekas yang berisi telur nyamuk, telur tersebut akan menjadi larva. Larva tersebut akan hidup selama lebih dari empat hari di tempat penampungan air dengan mengonsumsi mikroorganisme yang berada di dalam air.
Setelah itu, larva dalam air akan berkembang menjadi pupa. Dalam dua hari pupa akan berkembang menjadi nyamuk dan meninggalkan air untuk hidup. Nyamuk yang telah dewasa akan kembali memulai "life cycle" atau lingkaran hidup mereka dengan memproduksi telur.