Korupsi merupakan salah satu masalah terbesar yang masih dialami oleh bangsa ini. Korupsi yang merajalela dimana-mana, membuat kemajuan bangsa menjadi terhambat. Jika mata rantai korupsi tidak diputus, maka sampai kapanpun, kemajuan hanya jadi sebatas angan.
Berdasarkan arti katanya, korupsi adalah tindakan pejabat publik, pegawai negeri ataupun pihak lain yang terlibat dalam menyalahgunaan wewenang dan kepercayaan publik demi keuntungan pribadi. Kasus korupsi yang marak membuat kepercayaan masyarakat pada pemangku jabatanpun mulai luntur.
Berdasarkan hasil kajian dari Indonesia Corruption Wacth (ICW), pada 2018 lalu, terdapat 1053 perkara korupsi dan menimbulkan kerugian Negara mencapai 9,29 triliun. Sebuah kerugian yang sangat besar bagi Negara.
Yang cukup mengejutkan adalah pernyataan dari KPK. KPK menyebut bahwa tindak kejahatan yang dikategorikan luar biasa atau extra ordinary crime ini didominasi oleh orang-orang yang berlatar pendidikan S2. Selain itu kebanyakan pelaku korupsi adalah kaum intelektual atau sarjana.
Hal inilah yang membuat banyak orang bertanya-tanya. Kemanakah intelektualitas yang dimiliki? Meski masih ada banyak orang-orang berintelek yang jujur, namun hal ini cukup menjadi tamparan bagi moral orang-orang yang dikategorikan pintar. Orang-orang berintelek tentunya tidak ingin dicap sebagai "pintar tukang tipu".
Menilik hal ini, banyak upaya yang telah dilakukan. Salah satunya adalah dengan menjalankan pendidikan anti korupsi dalam pendidikan, khususnya pada perguruan tinggi. Akan tetapi, apakah hal itu sudah cukup untuk menangkal kasus korupsi secara efektif?
Ada yang mengatakan bahwa bambu yang sudah tua lebih sulit dibentuk dibandingkan bambu yang masih muda. Hal ini berarti, upaya pendidikan anti korupsi memang sudah sangat baik, akan tetapi upaya peningkatan terhadap pendidikan budi pekerti sejak dini juga perlu menjadi fokus.
Berkaitan dengan pendidikan budi pekerti sejak dini, maka hal ini sangat erat kaitannya dengan pola asuh anak, sejak dari lahir hingga beranjak dewasa. Tak hanya melulu soal pendidikan di sekolah, ajaran tentang kejujuran dan moral baik juga perlu ditanamkan oleh para orang tua.
Artinya, untuk menghasilkan seorang anak yang berkualitas dan berakhlak baik, dibutuhkan kesiapan para pasangan usia subur untuk menjadi orang tua. Namun, dari faktanya, masih cukup banyak angka nikah muda di Indonesia dan 90% dari angka tersebut sudah hamil duluan.
Jika tidak dipersiapkan dengan baik, tentu pengetahuan mengenai pola asuh terhadap anak juga kurang. Pengetahuan pola asuh terhadap anak bukan hanya melulu soal fisik, namun juga mental anak. Hal inilah yang akan menjadi bekal anak menuju pada masa dewasanya. Jika pola asuhnya baik, maka ia akan membawa fisik dan mental yang baik saat dewasa. Jika tidak, maka hal sebaliknya yang akan terjadi.
Jika melihat Negara paling bersih menyangkut korupsi di dunia, yakni Denmark, maka akan banyak hal yang dapat dipelajari. Negara yang juga memiliki indeks kebahagiaan tertinggi ini, memiliki pola asuh yang baik terhadap anak-anak mereka sedari kecil.