Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Health Promoter

Master of Public Health Universitas Gadjah Mada | Perilaku dan Promosi Kesehatan | Menulis dan membuat konten kesehatan, lingkungan, dan sastra | Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senyum Gadis Berkacamata dan Nada Indah Piano

3 Februari 2019   21:26 Diperbarui: 3 Februari 2019   22:15 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: londonpianoinstitute.co.uk

Malam ini merupakan salah satu momen yang cukup ku tunggu selama beberapa tahun terakhir. Undangan reuni yang diantarkan oleh Ricko pada Sabtu lalu seakan membuatku ingin mempercepat hari-hariku untuk tiba pada malam ini.

Rasa gugup di hati bercampur aduk dengan kenangan masa lampau kembali berputar di kepalaku. Salah satu Cafe terbaik di Kota menjadi tempat yang akan menjadi wilayah kekuasaan kami sepanjang malam ini. 

Kaki mulai melangkah masuk ke dalam ruang reuni yang penuh kerinduan. Terlihat jelas hampir semua sahabat menunjukan raut kebahagiaan dengan tawa berlapis sembari kembali mengingat setiap kejadian konyol yang terjadi semasa kuliah dulu.

Ricko dan Mada duduk di salah satu meja bagian depan, terlihat melambaikan tangan. Tampaknya mereka telah mempersiapkan satu tempat duduk untukku di sana. "Apakah aku sudah terlambat?" tanyaku dalam hati. Akan tetapi setelah melihat sekitar untuk memastikan, jelaslah acaranya belum dimulai. Rasa legapun menggeser rasa bersalah yang telah bersiap menyergap. "Kebiasaan ngaret memang belum bisa terlepas dalam tiap kegiatan kelas. Semuanya belum berubah." Gumamku sambil tersenyum.

Tempat duduk yang telah disiapkan oleh para sahabat lansung kutempati. Tentunya setelah bertegur sapa dengan sahabat-sahabatku tersebut. Saat sedang asyik berbincang ria, terdengar sebuah nada indah yang masuk ke dalam telinga dan terus sampai menyentuh hati. "Ini lagu kesukaanku" suara hatiku diikuti wajah yang spontan menoleh ke salah satu sudut Cafe, tempat diletakannya piano yang sedang dimainkan. Tepuk tangan dan sorakkan riuh lalu menghantar seseorang yang sedang dengan penuh penghayatan memainkan lagu "Fur Elise" karya Ludwig Van Beethoven.

Mataku mulai memastikan dengan sigap siapa yang sedang memainkan lagu yang memiliki nada menghanyutkan ini. Setelah dengan seksama diperhatikan, ingatanpun memastikan bahwa dialah orangnya. Dia, si gadis berkacamata dengan senyuman manis yang juga sangat menyukai lagu ini. Orang yang membuatku jatuh hati pada alat musik piano. Dia yang selalu kami panggil dengan nama Elis.

Meja bundar dengan empat kursi ini menjadi lebih nyaman ditempati karena adanya dentingan piano yang memainkan nada indah. Lagu telah selesai. Elis lalu datang menghampiri dan duduk bersama kami. Nampaknya empat kursi yang ada telah ditempati olehku, Ricko, Mada dan juga Elis.

Kami lalu melanjutkan perbincangan kami seputar kegiatan maupun kesibukan kami belakangan ini. Maklum saja, kesibukan masing-masing membuat kami jarang sekali saling memberi kabar. "Kamu makin jago saja. Ngomong-ngomong dari dulu belum bisa berpaling dari Beethoven yahh heheh." Kataku pada Elis. Pertanyaan tersebut lansung disambut dengan gerutu dari Mada. "Mentang-mentang dua orang yang hobi piano bertemu, ngomongnya lansung aja ke musik." Katanya disambut tawa kami bersama.

Gadis berkacamata di sampingku lansung menyambung, "Ah biasa. Kadang-kadang juga kalau ada waktu barulah ku mainkan pianoku. Maklum, sekarang mulai lebih sibuk. Kadang seperti gak ada waktu untuk main musik ataupun berlatih heheheh." Kata-kata dari Elis mengenai 'waktu', dengan sendirinya mengingatkanku mengenai prinsip yang dia pernah katakan padaku waktu kuliah dulu, tepatnya pada semester awal perkuliahan.

Waktu itu aku baru memulai berlatih piano dan ketika ku bertanya bagaimana tips untuk menguasai alat musik ini, dia lansung menjawab, "Ingat saja sepuluh ribu." "Hah? Sepuluh ribu? 

Apa maksudnya?" jawabku dengan rasa bingung. Dengan tawa dia lantas menjelaskan,"Kata ayahku, jika kamu ingin belajar dan menjadi ahli dalam suatu bidang, kamu harus terus mempelajari dan melakukannya sampai sepuluh ribu jam."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun