Ketidakberdayaan ekonomi menyebabkan anak anak tidak bersekolah. Sekolah saya anggap masih jalan terbaik meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sekolah mampu menambah kecakapan mereka untuk bertahan hidup dan mencari nafkah.
Putus sekolah tampaknya tidak mungkin ditengah gencarnya kampanye wajib belajar 9 tahun tanpa SPP. Semua kebutuhan sekolah sudah dibayarkan oleh dana BOS. Kenyataannya, toh ternyata masih ada anak yang putus sekolah karena orang tak mampu membeli baju seragam atau memberi uang jajan.
Kadang bagi mereka yang miskin, anak dipaksa diajak mencari uang atau mengemis untuk menambah rasa iba orang. Mengenyampingkan sekolah, serta memasuki lingkaran setan kemiskinan.
Menimpakan kesalahan kepada mereka yang miskin memang menjadi alasan pembenar paling mudah bagi pemerintah. Kan sudah diberikan dana subsidi, BLT, dan subsidi lain. Saya yakin di dalam hati mereka yang membagi pun tahu bahwa jumlah yang dibagi itu pastinya kurang menopang kehidupan mereka dengan layak.
Kebijakan penanggulangan kemiskinan tentu saja tidak cukup hanya dengan bantuan tunai semacam itu. Tanpa maksud jahat, saya kira anggaran penanggulangan kemiskinan jauh lebih kecil daripada anggaran infrastruktur.
Apalagi banyak infrastruktur yang dibuat untuk memanjakan orang yang tidak miskin. Infrastruktur yang barangkali mengejar angka pertumbuhan ekonomi tapi kurang memperhatikan kesenjangan ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H