Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A Faktor yang menjadi sentral penegakan hukum adalah faktor Penegak Hukum (Aparat hukum).
Hal ini disebabkan, oleh karena Undang Undang disusun oleh Penegak hukum, penerapannya dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegak hukum dianggap sebagai golongan panutan hukum oleh masyarakat luas. (Soekanto, Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, 1983)
Saya meminjam kaca mata beliau untuk melihat untuk melihat Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Barito Utara sebagai penegak hukum di daerah yaitu sebagai penegak Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah (Bupati).
Secara Sosiologis, penegak hukum memiliki kedudukan dan peranan. Kedudukan merupakan wadah yang isinya hak dan kewajiban.
Hak dan kewajiban itu peranan (role), Hak merupakan kewenangan untuk berbuat atau tidak berbuat. Kewajiban adalah beban atau tugas.
Suatu peranan dijabarkan Prof Soekanto sebagai berikut :
1. Peranan yang ideal
2. Peranan yang seharusnya
3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri
4. Peranan yang sebenarnya dilakukan.
Peranan yang seharusnya dengan yang sebenarnya dilakukan bisa berbeda atau terjadi kesenjangan peranan (Role distance)
Kesenjangan peranan timbul karena adanya diskresi dalam penegakan hukum. Diskresi bukan tanpa alasan. UU tidak mungkin sangat lengkap, penyesuai UU lambat daripada perkembangan masyarakat, Penerapan UU yang kurang maksimal, Kasus individual yang perlu penanganan khusus.
Peranan Ideal dan Seharusnya Satpol PP
Peranan yang ideal  Satuan Polisi Pamong Praja ada di Undang Undang RI No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 255 ayat (1) :
Satpol PP dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Peranan yang seharusnya Satuan Polisi Pamong Praja ada Pasal 255 ayat (2)
Satpol PP mempunyai kewenangan:
a. melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada;
b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
c. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada; dan
d. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
Selanjutnya adalah membandingkan peranan yang seharusnya dengan peranan yang sebenarnya.
aa. Penindakan non yustisial yang dilakukan Satpol PP terhadap masyarakat cukup banyak. Misalnya penertiban Pasar, jalan dan trotoar, penertiban bangunan liar. Namun penindakan terhadap aparatur dan badan hukum sangat minim.
ab. Menindak warga masyarakat, aparatur maupun badan hukum pun nihil. Menindak disini artinya adalah melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran Perda untuk
diproses melalui peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ac. Satpol PP Barut belum melakukan tindakan penyelidikan terhadap pelanggar Perda maupun Perkada.
ad. Sementara untuk tindakan administarif Satpol PP Barut cukup sering memberi surat teguran maupun surat peringatan kepada pelanggar yaitu pedagang yang menggunakan trotoar sebagai tempat berdagang. Bahkan memberikan sanksi administratif kepada pelanggar peraturan Bupati tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Prokes Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid 19.
Sehingga secara garis besar peranan ideal yang dicapai adalah sekitar 50%.
Halangan yang mungkin dihadapi dalam penerapan peranan yang seharusnya bisa berasal dari diri sendiri dan bisa juga berasal dari lingkungan.
Halangan tersebut terjadi terutama karena kegagalan memahami peranan diri sendiri maupun pihak lain, kurangnya inovasi dan tingkat aspirasi yang kurang.
Dan untuk mengatasi halangan itu adalah dengan melatih, mendidik dan membiasakan sifat baik sebagai penegak hukum, terutama untuk selalu berpikiran terbuka dan peka dengan permasalahan yang ada di masyarakat.