Mata Najwa memandang wakil rakyat menjadi empat golongan (tipologi). Ada wakil rakyat yang idealis, pemanis, oportunis, dan sadis. Sayang saya tidak menyimak terlalu dalam definisi dari keempat tipologi wakil rakyat tersebut karena terlalu terpesona dengan Mata Najwa Sahab yang benar-benar luar biasa. Setiap kali berkunjung ke DPR, perasaan iri dan dengki selalu menggelayuti hati. Mobil-mobil terbaru dari mulai Innova, X-Trail, sampai mobil-mobil mewah sekelas BMW, Alphard, Land Cruiser tampak berjejalan di parkiran khusus anggota dewan yang terhormat. Konon masih banyak mobil mewah lainnya yang terparkir di garasi rumah masing-masing anggota dewan yang terhormat. Baju rapi dan minyak wangi yang asoi plus penampilan dengan wibawa tinggi benar-benar membuat mata ini tidak berani memandang mata para wakil rakyat yang terhormat tersebut. "Silahkan pakai lift di sebelah, dik, ini khusus untuk anggota dewan,“ demikian perintah petugas keamanan (pamdal) gedung Nusantara I DPR R.I. Sambil menunggu lift khusus untuk rakyat biasa yang penuh sesak dan antrian panjang, saya sempat melirik 2 lift sebelah yang kosong dan jarang digunakan, kecuali oleh para wakil rakyat yang terhormat plus tamu-tamu VVIP, minimal dilihat dari casing-nya. Kadang tampak pula wanita-wanita cantik memakai lift tersebut. Wakil Rakyat-kah mereka? "Mau bertemu dengan siapa, dik?“ tanya petugas keamanan. Setelah menjelaskan ini-itu, akhirnya saya diperbolehkan masuk dan menunggu wakil rakyat yang terhormat yang sedang sibuk menghadiri rapat, entah Raker, RDP, atau Rapat Paripurna yang intinya adalah rapat memperjuangkan nasib rakyat biasa seperti saya ini. Setelah 3 jam menunggu, seorang wanita secantik Najwa memanggil saya. Sama seperti Najwa yang cerdas, wanita cantik yang ternyata sekretaris wakil rakyat yang ingin saya jumpai, "menginterogasi“ layaknya Najwa Sihab mewawancarai narasumbernya. "Enak juga ya jadi wakil rakyat,” batin saya sambil deg-deg-an menjawab pertanyaan-pertanyaan sang sekretaris. Seperti biasa, saya selalu gugup jika menghadapi wanita cantik nan cerdas, sehingga saya yang pada dasarnya ber-IQ pas-pasan, jadi semakin kelihatan kelasnya. Akibatnya proposal seminar saya tinggal tanpa ada kepastian tentang kesediaan sang wakil rakyat yang terhormat bisa menjadi pembicara/ narasumber. Duduk termenung di atas kloset, Sambil memikirkan jadi wakil rakyat, ....... ....... ....... Plung ....... (Puisi karya Jose Rizal) Wakil Rakyat idealis adalah wakil rakyat yang benar-benar ingin mewakili rakyat biasa yang menjadi konstituennya. Dia rajin turun ke daerah pemilihannya untuk bisa menyerap aspirasi konstituennya. Berdasarkan masukan rakyat biasa tersebut, sang wakil rakyat akan menyampaikannya kepada pihak eksekutif sebagai masukan atau program riil dalam pembahasan anggaran, mengawal dan memastikan program tersebut berjalan baik, sehingga rakyat biasa bisa menikmati uang hasil pajak yang dibayarnya. Dia akan sangat galak kepada mitra kerjanya yang tidak pro rakyat. Dia tidak doyan duit haram dan haram-haram jadah lainnya.
Wakil Rakyat dengan tipologi pemanis adalah mereka yang duduk manis, mendengar hiruk-pikuk rapat dengan mitra kerja atau pihak terkait lainnya, kadang-kadang tertidur saking capeknya mengikuti agenda rapat yang padat. Wakil rakyat tipologi pemanis cenderung menghindari masalah yang rumit apalagi mikirin nasib rakyat biasa yang remeh-temeh. Asyiknya setiap bulan menerima gaji dari pajak rakyat biasa yang diwakilinya, tunjangan komunikasi, tunjangan bla-bla, uang sidang, uang reses, uang perjalanan dinas, dan tunjangan plus-plus lainnya yang jika ditotal-total setahun bisa mencapai Rp 1 milyar. Wakil Rakyat dengan tipologi opportunis adalah mereka yang pandai memanfaatkan situasi dan mampu membaca peluang dengan baik. Setiap agenda rapat dengan mitra kerja, kunjungan kerja, studi banding, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang menjadi fungsi dewan (legislasi, anggaran, dan pengawasan), berusaha dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sudah menjadi rahasia publik jika, pembahasan anggaran, baik di Panitia Anggaran atau pembahasan satuan 3 di komisi-komisi, menjadi alat tawar-menawar untuk mendapatkan keuntungan bagi diri dan golongannya. Konon dalam pembahasan anggaran inilah terjadi banyak kebocoran anggaran. Informasi dari pengadilan yang diliput media massa menunjukkan betapa banyaknya kebocoran anggaran. Mulai dari proses perencanaan anggaran sampai pelaksanaan anggaran. Tidak salah kiranya jika Prof Sumitro Djojohadikusumo menyebut angka 30% untuk kebocoran APBN. Para pengusaha yang berkepentingan dengan pembahasan anggaran sering mendekati anggota dewan untuk memperjuangkan proyek di suatu departemen. Telpon wakil rakyat oportunis tak henti berbunyi menampung aspirasi para pengusaha hitam. Telpon dari rakyat biasa yang minta sang wakil rakyat menjadi narasumber suatu seminar/workshop, permintaan-permintaan sumbangan dari konstituen, dan permintaan remeh-temeh lainnya selalu dijawab,”Hubungi sekretaris saya.” Saya pernah mendapat bocoran tentang laporan keuangan (versi internal) suatu perusahaan besar yang mengalokasikan anggaran kurang lebih mendekati angka 30% untuk keperluan lobi untuk menggolkan suatu proyek. Mulai dari pejabat di Depkeu, BPK, Wakil Rakyat, dan pihak-pihak terkait lainnya mendapat porsi dana lobi sesuai peran dan kewenangannya. Di sinilah para wakil rakyat dengan tipologi oportunis banyak bermain. Terakhir Mata Najwa Sihab menyebut wakil rakyat dengan tipologi sadis. Inilah golongan yang sangat berbahaya. Dengan kekuasaan dan kewenangannya, mereka memaksa atau melakukan tekanan hebat atau bahasa gaulnya memeras mitra kerjanya untuk keuntungan pribadi dan golongannya. Tipologi sadis mirip dengan opportunis, namun mereka lebih aktif bergerak dan mampu menciptakan peluang-peluang, meskipun kadang-kadang harus dengan berbagai tekanan memanfaatkan kewenangannya sebagai wakil rakyat. Dalam persidangan dengan terdakwa beberapa anggota DPR dari Komisi IV (mitra kerja komisi IV terdiri dari Deptan, Dephut, DKP, Bulog, dll) muncul istilah Tim Gegana. Konon Tim Gegana inilah yang bisa dikategorikan sebagai wakil rakyat dengan tipologi sadis. Di dalam tim Gegana tersebut ada yang bertindak sebagai "bad cop“ dan sebagian lainnya bertindak sebagai "good cop”. Dari pembahasan ijin di areal hutan lindung Tanjung Api-Api di Sumsel saja, mereka mampu mendapatkan “fee” Rp 10 milyar (berdasarkan info sidang pengadilan tipikor). Sayang saya tidak sampai tuntas menikmati Mata Najwa, sehingga tidak tahu termasuk tipologi yang manakah wakil rakyat yang akan saya temui tersebut, tipe idealis, pemanis, opportunis, atau sadis? Duduk termenung di atas kloset, Sambil memikirkan jadi wakil rakyat, Tapi takut dan takut menjadi pasien KPK, Ahh .... enakan memang jadi rakyat biasa ...... plungg .... plunggg !!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Politik Selengkapnya