Mohon tunggu...
harry budiyanto
harry budiyanto Mohon Tunggu... -

Pengamat apa saja yang lagi "hot" dan menarik. Belajar menulis untuk mengasah otak dan nurani.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jika Oemar Bakri Korupsi, ...?

2 Mei 2010   08:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:28 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignleft" width="155" caption="Ilustrasi Oemar Bakri"][/caption] Oemar Bakri... Oemar Bakri pegawai negeri Oemar Bakri... Oemar Bakri 40 tahun mengabdi Jadi guru jujur berbakti memang makan hati Oemar Bakri... Oemar Bakri banyak ciptakan menteri Oemar Bakri... Profesor dokter insinyur pun jadi Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri ... Itulah syair indah yang dinyanyikan Iwan Fals, yang menggambarkan sosok guru sederhana, penuh dedikasi, dan hanya berusaha mengabdi untuk membangun negeri tanpa peduli dengan materi. Puja-puji sebagai pahlawan tanpa tanda jasa melekat erat pada profesi guru. Mengenang masa lalu, di saat memperingati Hari Pendidikan Nasional Tahun 2010 ini, tidak ada salahnya kita ingat kembali sosok guru-guru kita, sambil memotret sosok Oemar Bakri di Era Informasi ini. Merekalah yang mendidik, membimbing, dan memberi warna pada hidup kita. Perannya sebagai "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" tidak terbantahkan dan diakui sebagian besar orang. Tidak heran jika seisi desa biasanya mengenal sosok guru yang ada di lingkungannya. Dari ujung jalan desa sampai akhir tujuan, salam sapa selalu menyertai bapak atau ibu Guru. Sungguh merupakan kebanggaan dan kebahagiaan bisa berjalan beriringan dengan "Bu Lik" atau Tante yang berprofesi sebagai guru di sebuah desa di Magetan. Salam hangat dan doa dari warga kepada Guru di sepanjang jalan begitu membekas di memoriku.  Beberapa tahun yang lalu, saya begitu berdosa ketika dalam suatu acara perkawinan di kampung, ada sosok tua yang sedang menenteng kamera tuanya, tersenyum memandang saya. Wajahnya tampak lelah, badannya hanya menyisakan kegagahannya di waktu muda, senyumnya tulus penuh keikhlasan. Matanya menyiratkan kekaguman pada saya yang dipandangnya berulang-ulang. Tidak ada kata-kata, hanya senyum tulus kepadaku. Hatiku langsung bergetar ketika diberitahu dialah guru SD-ku. Mataku pun berurai menitikkan rasa penyesalan yang terdalam ketika melupakan salah satu sosok yang begitu mewarnai hidupku. Tiga hari kemudian, kususuri jalan sempit di sebuah perkampungan. Tidak sulit menemukan Pak Marno, guruku yang berprofesi ganda sebagai "photograper kampung". Hampir semua penduduk sekitar dengan antusias dan penuh keyakinan menunjukkan rumah pak Marno, ketika kutanya keberadaan rumahnya. Rumah sederhana Pak Marno ternyata menyimpan kekayaan cerita yang luar biasa. Murid-muridnya yang merupakan adik dan kakak kelasku ternyata punya profesi bermacam-macam, mulai dari anggota TNI dan Polri, anggota DPR/DPRD, wiraswasta sukses, sampai menjadi seorang hafiz Qur’an yang mendirikan pondok pesantren khusus penghapal Al-Qur’an. Keberhasilan anak didiknya merupakan kebahagiaannya di tengah kesederhanaannya yang hampir tidak berubah sejak pertama kali beliau kukenal. Sungguh Pak Marno adalah sosok Oemar Bakri sejati. UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam APBN 2010, Pemerintah merencanakan anggaran pendidikan dalam APBN 2010 mencapai Rp195,6 triliun, yang disalurkan melalui pemerintah pusat Rp82,5 triliun dan transfer ke daerah sebanyak Rp113,1 triliun. Dari dana BOS tiap setiap siswa mendapatkan Rp 254 ribu/tahun. Begitu juga dana DAK, setiap sekolah (lebih kurang ada 25.000 sekolah dasar) mendapatkan dana Rp 250 juta/ sekolah yang digunakan untuk rehab fisik Rp 150 juta dan peningkatan mutu (pengadaan buku-buku perpustakaan dan asesorisnya) Rp 100 juta. Belum lagi dana-dana lainnya yang berasal dari APBN-P, APBD, dan berbagai sumbangan dari berbagai lembaga donor. Namun demikian, menurut data ICW, selama 2007, orang tua murid tingkat sekolah dasar, tetap harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang rata-rata sebesar Rp 4,7 juta. Dana sebesar Rp 4,7 juta tersebut, untuk biaya tidak langsung sebesar Rp 3,2 juta, seperti untuk biaya membeli buku, alat-alat tulis, serta les privat di luar. Kemudian, biaya pungutan sekolah sebesar Rp 1,5 juta. Pungutan yang paling sering terjadi adalah pembayaran lembar kerja siswa (LKS) dan buku paket yang kemudian diikuti uang infak, penerimaan siswa baru, dan uang bangunan sekolah. Melihat data-data tersebut, ternyata sekolah cukup banyak mendapatkan dana, baik dari pemerintah, lembaga donor, maupun swadana yang berasal dari sumbangan orang tua siswa. Jika dana-dana tersebut tidak dikelola dan diawasi dengan baik, ditambah kurangnya transparansi dalam pengelolaannya, maka peluang terjadinya korupsi di sekolah-sekolah menjadi membesar. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan, sekitar 60 persen dari sekolah yang menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menyelewengkan dana yang telah diberikan kepada masing-masing sekolah tersebut (Lihat di sini). Berdasarkan audit BPK diketahui bahwa terdapat 6 dari 10 sekolah menyimpangkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Dana BOS yang diselewengkan rata-rata mencapai Rp 13,7 juta per sekolah. Selain dana BOS, peluang terjadinya penyelewengan dari dana DAK juga besar. Rehab fisik sekolah yang diadakan secara swakelola membuat peluang terjadinya “mark down” kualitas bangunan sekolah semakin membesar. Dengan dana sebesar Rp 150 juta untukmembangun atau merehabilitasi ruang sekolah, peluang terjadinya korupsi begitu besar. Begitu juga dengan pengadaan buku dan alat peraga untuk perpustakaan membuka kesempatan terjadinya korupsi. Contoh: Banyak sekolah kebingungan untuk membelanjakan dana Rp 100 juta/sekolah dalam rangka pengadan buku dan alat peraga pendidikan. Dengan rambu-rambu yang ditetapkan Kementrian Pendidikan, banyak sekolah kesulitan melaksanakan pengadaan tersebut. Hal ini menimbulkan kesempatan mempermainkan hal tersebut. Permainan diskon dari harga buku/alat peraga terjadi di sebagian besar sekolah yang mendapatkan dana DAK. Diskon yang ditawarkan supplier buku sekitar 30%-40%, namun hanya dipertanggungjawabkan mendapatkan diskon 10%-15%. Selisih diskon sebesar 15%-30% kali Rp 100 juta masuk ke kantong guru/kepala sekolah. Kompasianer dapat browsing sendiri di internet untuk mendapatkan gambaran yang lebih tentang berbagai korupsi di bidang pendidikan. Ketua Divisi Monitoring Pelayanan Publik (MPP) ICW, Ade Irawan menyatakan bahwa Korupsi di sektor pendidikan terjadi di semua tingkatan dari Depdiknas, dinas pendidikan, hingga sekolah. Korupsi Pendidikan dilakukan secara berjamaah dan sistemik. ICW telah banyak melakukan penelitian mengenai hal ini (silahkan browsing di internet, contoh bisa di lihat di sini). Benarkah demikian? Wallahu ‘alam Bis-Shawabi. Tema peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2010 adalah Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa. "Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi keharusan, karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas. Pendidikan juga untuk membangun budi pekerti dan sopan santun dalam kehidupan," ujar Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dalam upacara peringtan Hari Pendidikan Nasional 2010 di Jakarta, Minggu (2/5/2010) Guru menjadi ujung tombak dalam pendidikan karakter generasi penerus. Guru sangat berperan untuk mendidik,membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar murid menjadi sosok yang cerdas, berintegritas, dan berkarakter. Guru dalam bahasa jawa berarti ”digugu dan ditiru”, artinya pendidikan tidak hanya transfer knowledge, tetapi juga menanamkan nilai - nilai dasar dan membangun karakter atau akhlak anak didik. Oleh karena itu, guru harus bisa menjadi teladan bagi anak didiknya. Terdapat pepatah yang menyatakan “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Artinya, jika moral gurunya jelek, maka moral muridnya akan lebih jelek lagi. Nah, pertanyaannya adalah jika guru melakukan korupsi, anak didik (muridnya) kira-kira melakukan atau menjadi apa, ya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun