Mohon tunggu...
harry budiyanto
harry budiyanto Mohon Tunggu... -

Pengamat apa saja yang lagi "hot" dan menarik. Belajar menulis untuk mengasah otak dan nurani.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Penjara dengan Fasilitas Bintang 5

11 Januari 2010   01:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:31 2115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignleft" width="480" caption="Ayin di ruang tahanannya (Kompas.com)"][/caption] Satgas Pemberantasan Mafia Hukum melakukan gebrakan pertamanya dengan melakukan sidak di Rutan Wanita Kelasa IIA Pondok Bambu Jakarta. Sejumlah ruangan gedung perkantoran dialihfungsikan menjadi ruang pribadi mewah terpidana Arthalyta Suryani dan Limarita. Fasilitas mewah di setiap ruangan tersebut adalah AC, LCD, home theatre, kulkas, dispenser, serta Blackberry. Bahkan di ruangan Limarita terdapat ruang khusus untuk karaoke. Di samping mereka, beberapa napi yang mendapat fasilitas sama di rutan tersebut adalah Darmawati (kasus korupsi), Ines Wulandari (kasus korupsi), dan Eri (kasus korupsi). Bau tidak sedap di rutan (rumah tahanan) memang sudah lama terdengar. Beberapa hari yang lalu di sebuah rutan di Medan terekam bagaimana para napi (kelas bawah) asyik berjudi dan mengisap sabu-sabu. Hari minggu ini kita kembali disuguhi fenomena yang lebih mengejutkan lagi yaitu adanya fasilitas mewah untuk para napi kelas atas di rutan Pondok Bambu. Melihat dua kondisi terakhir ini, bagaimana sebenarnya kondisi di penjara di Indonesia? Di negeri lain, sebenarnya banyak penjara yang sangat manusiawi. Di Justizzentrum Leoben atau Justice Center Leoben adalah kompleks pengadilan dan penjara di Leoben - Styria, Austria. Fasilitas manusiawi (kalau boleh dibilang mewah) bisa dilihat di sini. Demikian juga misalnya pusat tahanan milik Mahkamah Kriminal Internasional untuk Rwanda di Tanzania Utara. Bandingkan dengan penjara-penjara di Indonesia yang umumnya penuh sesak dengan kondisi tidak terawat. Kondisi inilah yang menyebabkan para narapidana atau tersangka/terdakwa yang terpaksa menginap di balik jeruji besi harus membayar lebih untuk mendapatkan fasilitas lebih. Oleh karena itu, bagi napi yang tidak punya uang lebih harus rela berdesak-desakan dalam satu sel, makan seadanya, dan berbagai pemandangan lainnya yang memprihatinkan. Kondisi keras di penjara menyebabkan hukum rimba berlaku di situ. Siapa yang kuat, dialah yang berkuasa. Yang kuatlah yang bisa mengatur segalanya. Di sisi lain, bagi napi tajir, mereka akan membayar uang ekstra untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas plus. Ada harga ada barang. Semakin plus fasilitas, uang yang dibayar pun semakin besar. Fasilitas mendapatkan ruangan khusus, fasilitas keamanan, fasilitas menggunakan telpon genggam, fasilitas makanan, penyejuk ruangan, dll. Besar kecilnya uang tersebut menjadi ajang negosiasi sendiri. Biasanya sang jagoan (napi paling disegani di situ) akan bertindak menjadi koordinator dan penghubung dengan petugas penjara (sipir). Sebelum masuk ruang tahanan, dalam proses hukum misalnya, seseorang akan ditahan atau tidak merupakan alat untuk negosiasi. Jika terpaksa ditahan, negosiasi kembali dilakukan untuk menentukan tempat dimana dia harus menginap. Sebagian besar ruang tahanan milik kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan rata-rata sangat memprihatinkan. Oleh karena itu ruang tahanan di markas Brimob Kelapa Dua, misalnya, yang terkenal manusiawi (tergolong mewah) menjadi tempat favorit. Untuk mendapatkan fasilitas tersebut, otomatis perlu uang ekstra. Atau kadang-kadang tempat tahanan menjadi salah satu teknik aparat penegak hukum dalam melakukan interogasi. Jika tersangka mau bekerjasama, maka dia akan ditempatkan di Kelapa Dua. Sedangkan yang tidak kooperatif mereka akan ditempatkan di ruang tahanan yang sangat memprihatinkan. Sudah menjadi rahasia umum, untuk mendapatkan fasilitas seperti Ayin dan Limarita di atas perlu dana besar. Konon untuk mendapatkan fasilitas seperti itu, minimal harus mengeluarkan uang sewa +Rp 50 juta per bulan. Saya kurang tahu betul, apakah biaya tersebut termasuk biaya keamanan, biaya makan, dan fasilitas lainnya. Yang pasti, menurut beberapa sipir dan eks napi, kehadiran para narapidana kakap seperti Ayin merupakan berkah tersendiri bagi rutan tersebut. Baik untuk petugas rutan maupun untuk para napi lainnya. Semua akan happy, katanya. Ketika Bob Hasan dipenjara di Nusakambangan, konglomerat tersebut berhasil membina napi lainnya untuk mendapatkan tambahan penghasilan dengan membuat berbagai usaha (bisnis) di situ. Begitu juga dengan konglomerat lainnya yang pernah dipenjara juga membuat bisnis yang bisa dinikmati para napi (sebagai pekerja) dan hasilnya juga dinikmati petugas penjara. Belum lagi kedermawanan para konglomerat atau napi kakap lainnya yang dengan enteng membantu biaya perawatan rutan (memperbaiki saluran air, mengecat ulang, dan fasilitas umum lainnya) atau seperti Ayin membeli berbagai furnitur dan peralatan elektronik lainnya selain yang untuk dinikmati sendiri. Inilah konsep win-win solution yang diterapkan di rutan. Sang napi kakap bisa melakukan apa saja dengan bertindak menjadi bos di tempat tersebut. Oleh karena itu, mereka masih bebas menjalankan bisnisnya dari balik jeruji besi. Di rutan juga terkenal sebagai ajang bisnis narkoba. Sudah terlalu sering kita mendengar hal ini dari berbagai media massa. Tak jarang bisnis esek-esek juga sering terjadi di situ. Para istri sering melayani suaminya di tempat tersebut dengan "sepengetahuan" petugas sipir. Tak jarang para wanita malam juga sering berkeliaran atau keluar-masuk di area rutan atau ruang tahanan lainnya. Napi kakap bisa meng-order wanita profesional untuk memuaskan nafsu syahwatnya. Penjara memang tak ubahnya seperti hotel bintang lima (bagi napi kakap tentunya). Publik juga sering mendengar bahwa napi kakap juga bisa keluar dari penjara dengan pengawalan sipir untuk melakukan berbagai aktivitas (bisnis) di luar penjara. Publik mungkin belum lupa ketika banyak saksi yang melihat Tommy Soeharto berkeliaran di luar padahal statusnya menjadi tahanan. Mafia Hukum memang ada dimana-mana. Semoga gebrakan-gebarakan ini bisa dilanjutkan secara konsisten oleh Satgas Mafia Hukum. Oleh karena itu mereka perlu mengembangkan berbagai sidak seperti ini di tempat-tempat lainnya, seperti sidak di kantor-kantor pelayanan publik (imigrasi, samsat, pertanahan, dll) dan tetap meneruskan sidak-sidak di berbagai rutan lainnya. Jangan hanya "hangat-hangat tahi ayam". Jika mereka konsiten melakukan hal-hal "sepele" seperti ini, niscaya akan mendapatkan kepercayaan publik. Untuk menangkap mafia hukum kelas kakap sebagaimana harapan presiden, memang perlu usaha keras dan perlu waktu panjang. Oleh karena itu, kita harus mengapresiasi usaha satgas ini. Selamat berjuang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun