Itulah sensasi makan siang sama Pak Bos. Agak laen, tapi kudu kelen coba sekali-kali kalau ada waktu.
Nah, sini tak coba gambarkan makan siang bareng Pak Bos.
Pertama-tama, kita pasti mau-tidak-mau akan semeja dengan beliau, nih. Setelah itu Pak Bos akan tanya makan siang dengan apa (saja)? Jelaskan, tetapi dengan singkat, makanan yang ada di piringmu.
Kalau dapat diksi lucu, keluarkan, tetapi kalau tidak, jawab saja lurus-lurus.
Tiga sampai lima suap pertama akan fokus pada makanan kelen masing-masing. Setelah itu, Pak Bos akan membuka obrolan: tentang pekerjaan.
Bagaimana dengan ini, bagaimana dengan itu, apa ini sudah itu, dsb, dst.
Jawab saja dengan jujur, karena saat makan siang biasanya kedudukan kita akan setara dengan Pak Bos: sama-sama karyawan yang sedang makan siang. Tidak ada hirarki di sana.
Barulah setelah makan selesai, buka obrolan untuk topik-topik lain yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan.
Ini merupakan titik balik, yang mana, kita telah kembali pada khitah-nya, karyawan dengan Pak Bos. Tidak apa-apa, yang penting posisi obrolan sudah tidak tentang pekerjaan.
Momen pentingnya, kalau kalian ingin makan siangnya dibayarin Pak Bos, ketika benar-benar selesai, upayakan bareng dengan Pak Bos.
Jika Pak Bos, bangun, ikut bangun. Tetapi, kelen mesti maju selangkah di depan daripada Pak Bos. Seakan ini memberikan gestur kalau kelen hendak bayar.