Mohon tunggu...
Harry Wijaya
Harry Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Asal Depok, Jawa Barat.

Deep thinker. Saya suka menulis esai, cerpen, puisi, dan novel. Bacaan kesukaan saya sejarah, filsafat, juga novel.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kritik Sosial: Perilaku Masyarakat di Sosial Media

25 Agustus 2019   16:22 Diperbarui: 25 Agustus 2019   16:31 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya berandai-andai apabila suatu saat postingan akun-akun "Manusia paling menderita" itu tidak mendapat komentar seperti ini, dalam kata lain "sepi komentar" apa yang mereka lakukan? Mereka akan membuat postingan baru yang lebih dan tidak kalah menjijikan nya dari postingan pertama. Yang kemudian di beri komentar menjijikan pula dari para pengikutnya yang tolol, "yang kuat ya" astaga!

Kemudian yang tak kalah menjijikannya adalah mereka yang secara spesifik menjelaskan keadaan nya sekarang. Yang paling parah adalah mereka yang memposting bahwa dirinya sedang galau karena pertikaian orang tua, orang tua bercerai, broken home dll. Ini salah satu yang juga menjijikan. Satu pertanyaan muncul dibenak saya saat postingan ini lewat di beranda saya. Bukannya semua itu aib ya? Kenapa mereka dengan mudah nya menyebarluaskan kejelekan keluarga nya sendiri? Tidakkah mereka berfikir demikian?

Masih banyak lagi hal hal menjijikan yang saya temui dalam topik ini. Sungguh individu dengan pengikut banyak telah membutakan sebagian dari mereka, haus akan perhatian telah membutakan kita. Semua kita umbar dan sebarluaskan demi kepuasan akan perhatian. Solusi nya, jika kita tidak memiliki perhatian yang cukup dari orang sekitar. Janganlah menjadikan sosial media sebagai pelampiasan. Kalaupun harus, carilah satu orang saja yang kita percaya untuk tempat kita bercerita tentang masalah yang membebani kita. Cukup satu orang yang kita percaya, orang lain tak perlu tahu, semua pengkiut mu tak perlu tahu, karena dengan begitu kita hanya menyebarluaskan kelemahan kita. Berikanlah pengikut kita postingan yang bermanfaat, dan dengan begitu saya tak perlu lagi merasa jijik saat melihat media sosial.

MEDIA SOSIAL SEBAGAI UJARAN KEBENCIAN

Saat tulisan ini dibuat, negara ini baru saja melewati tahap dimana ujaran kebencian, berita palsu dan lainnya beredar bebas di media sosial dan banyak orang yang termakan isu tersebut. Sampai sampai pemerintah kita membatasi akses media sosila untuk beberapa hari ke depan. Ya, itu benar jika kau pembaca yang berada di zaman yang jauh setelah tulisan ini dibuat, kau tidak salah baca bahwa di masa tulisan ini dibuat, media sosial sempat di suspend pemerintah.

Semua itu karena marak nya oknum-oknum yang membuat berita palsu dan ujaran kebencian antar pihak. Seperti saat di masa lampau saat propaganda memainkan perannya antara kubu blok timur dan blok barat saat berlangsungnya perang dingin. Sekarang pun terjadi hal semacam itu dan dengan mudah nya dilakukan dengan media sosial. Dalam skala individu sampai skala nasional. Betapa mengerikannya media sosial jika disalahgunakan. Tapi mari kita ambil contoh yang sederhana yaitu skala individu.

Satu individu akan membuat berita palsu atau dilebih-lebihkan untuk menyerang individu lain yang menjadi "lawan nya". Ya, itulah yang terjadi. Lagi-lagi peran pengikut atau follower akan penting disini. Mereka juga akan mengikuti langkah individu tersebut di akun pribadi mereka sehingga pertikaian meluas menjadi antar pengikut.

Dalam hal ini, pengikut adalah satu-satu nya senjata mereka para pengecut. Mereka mencari dukungan dan pembelaan, karena hal ini, jalan tengah hampir tidak ada. Saya pernah mengusulkan satu solusi untuk ini. Yaitu dengan mengajak mereka berdialektika melalui pesan pribadi, berhasilkah? Tidak. Mereka adalah pengecut, mereka selalu memakai dukungan pengikutnya untuk menjatuhkan suatu individu. Jika kita memakai solusi pesan pribadi. Maka mereka akan mengambil screenshot  dan menyebarluaskannya di media sosial untuk dibaca oleh para pengikut nya sehingga munculah drama baru.

Satu-satu nya solusi untuk ini hanyalah memblokir akun mereka. Dengan begitu selesai. Jalan itulah yang harus ditempuh.

Seperti yang saya jelaskan di pendahuluan, media sosial adalah pisau bermata dua. Negatif atau positif nya relatif, tergantung si pengguna semua yang saya jelaskan diatas meruapak penyakit yang kini beredar di media sosial kita. Pembatasan akses media sosial yang dilakukan pemerintah kita saat itu adalah langkah yang benar.

Pemerintah memang harus tegas dalam mengambil sikap mengenai media sosial, jika perlu para pengguna media sosial harus di beri peraturan dan ketentuan yang ketat untuk mengatur harmonisasi. Bukan untuk mengambil hak mereka, namun untuk membenahi masalah yang ada. Karena terkadang apa yang manusia nsebut hak, seringkali mereka salahgunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun