Bagi bangsa Indonesia tahun ini adalah tahun politik, dimana sejumlah partai politik yang ada berusaha keras untuk memenangkan kompetisi pemilihan presiden (penguasa nomor satu di Indonesia), pada periode 2024-2028.Â
Parta-partai yang bertarung tersebut diantaranya adalah PDI Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan dan Persatuan (PKP). Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Nasdem, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Demokrat, Partai Hanura, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Buruh dan Partai Ummat.
Dari sejumlah partai yang disebutkan diatas, kelihatannya tidak ada satupun partai yang terindikasi sebagai partai yang berbasis kekristenan, walau ada ketua partai yang beragama Kristen seperti Harry Tanoesoedibjo. Beliau adalah ketua umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Selain Harry Tanoesoedibjo, masih banyak umat Kristen lainnya yang juga turut dalam kancah perpolitikan di Indonesia, walau bukan sebagai ketua partai. Tentunya mereka-mereka umumnya tergabung dalam partai berbasis demokrasi nasional seperti PDIP, Perindo, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Hanura, Partai Gerinda, Partai Golkar dan PSI.
Jika kita melihat perpolitikan yang dipertontonkan oleh para kontestan pada tahun 2016 ketika pemilihan Gubernur DKI Jakarta, apakah umat Kristen masih mau terlibat dalam perpolitikan yang amat sangat kotor tersebut? Tidak saja menghasut dan menyebarkan berita hoax, tetapi juga tak segan-segan rela menjebloskan rivalnya yang tidak bersalah ke ruji besi penjara. Oleh karena itu tidak salah apabila banyak orang menyebut politik itu kotor dan jahat. Jika masih tertarik, makna apa yang diambil oleh umat Kristen dalam berpolitik tersebut?
Kalau kita memahami makna politik yang benar, sebenarnya tujuan politik itu sangat mulia, karena politik dibangun di atas dasar dan tujuan yang baik dan mulia, yaitu untuk mengusahakan kebaikan bagi semua anggota masyarakat. Tujuan utama politik yaitu berurusan dengan usaha bersama semua warga untuk mengurus, menata dan mengatur sistem pemerintahan guna mencapai kebaikan bersama dari seluruh warga negara.
Namun tidak bisa dipungkiri sesuatu yang baik bisa menjadi jahat, dan sesuatu yang benar bisa menyesatkan itu semua tergantung dari si pelakunya, demikian halnya dengan politik, Politik bisa menjadi baik jika pelaku politik baik, politik bisa menjadi perusak bila pelakunya jahat. Ada beberapa factor yang menyebabkan itu semua, factor utama adalah karena  para pelaku memintingkan kelompok atau diri sendiri. Dengan motifasi tersebut, maka tidak heran jika para pelaku politik menghalalkan semua cara untuk mencapai tujuannya, tidak pandang itu teman, sahabat ataupun saudara.
Apa artinya jika ada seorang politisi yang bekata, "Aku lebih mencintai kemerdekaan bangsaku dari pada perdamaian!" Sudah dapat diduga bahwa yang akan diperjuangkan oleh politisi tersebut hanya kepentingan merdeka secara politik saja dengan sikap rela mengorbankan orang lain demi ideologinya dan melanggar semua norma politik normal. Implikasinya pendekatan politik seperti ini akan melahirkan kekerasan demi kekerasan dan membawa petaka kemanusiaan.
Politik seperti ini sudah diperagakan oleh politisi Indonesia di tahun 2016 yang nyaris memecah belah Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI). Melalui politik identitas dua agama terbesar di Indonesia berusaha di benturkan agar terjadi kekancauan dan krisis politik kemanusiaan terjadi di bumi pertiwi.
Politik bermuatan jahat sudah terjadi sejak lama. Dalam Markus 10:41-44 dikatakan "Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.
Dari ayat ini terlihat jelas bahwa politik itu kotor, pemerintah atau penguasa dalam menjalankan tugas pemerintahannya dengan kekerasan tangan besi. Jadi tidak heran jika penguasa dalam hal ini pihak mayoritas menjajah, mengintimidasi pihak minoritas. Ahok yang tidak pernah bersalah dipersalahkan dan dijebloskan kedalam penjara, karena Ahok ada dipihak minoritas.
Undang-Undang Dasar 45 yang bertujuan baik untuk melindungi seluruh masyarakat tidak memandang ras dan agama, tetapi undang-undang tersebut justru disalahgunakan oleh pihak penguasa dalam hal ini pihak mayoritas untuk menindas pihak minoritas, sehingga sampai sekarang pihak minoritas menderita dan tak berdaya. Pemerintah yang seharusnya mengayomi dan melindungi, justru turut menindasnya.