Internet sudah menjadi konsumsi sehari-hari mayoritas masyarakat di Indonesia. Berdasarkan survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 10-27 Januari 2023 penetrasi Internet di Indonesia pada tahun ini sudah mencarai 78,19% atau sekitar 215 Juta penduduk Indonesia. Dari angka itu penduduk pada rentang umur 13-18 tahun memilki penetrasi sebesar 98,2%, rentang umur 19-34 sebesar 97,17%, rentang umur 35-53 tahun sebesar 84,04%, dan usia 55 tahun keatas sebesar 47,62%.
Jika melihat berdasarkan generasi yaitu generasi Z (usai 11-26 tahun) dan generasi Milenial (27-42 tahun) memiliki penetrasi terhadap internet diatas 90% yang membuat keseharian mereka tidak akan jauh dari gadget mereka. Dalam survei yang sama APJII mencatar bahwa dari skor 1-4 masyarakat indonesia untuk mengakses media sosial di internet mencapai angka 3.33 (tinggi). Â
Melihat angka yang tinggi itu dan ditambah Indonesia yang sebentar lagi akan menjalani pemilu pada 2024 dengan Komisi Pemilihan Umum mengumumkan bahwa kedua generasi tersebut memiliki kontribusi sebesar 60% total suara pada pemilu nanti. Tentu internet khususnya media sosial akan dijadikan wadah kampanye oleh partai politik maupun para calon wakil rakyat untuk memikat para pemilih untuk memenangka kontestasi 5 tahunan itu.
Douglas Hagar (2014) pada jurnalnya yang berjudul Campaigning online: Social media in the 2010 Niagara municipal elections, menjelaskan Media sosial seperti Youtube, Facebook, dan Twitter (sekarang bernama X) memiliki potensi untuk keberhasilan politik seseorang atau kelompok.Â
Ini bisa terjadi karena di media sosial bisa memberikan interaksi yang lebih mendalam dan intens antara pemilih dan calon wakil rakyat daripada cara tradisional (brosur, pintu ke pintu, dan peliputan media dan televisi). Interaksi yang mendalam bisa dilihat dimana pada media sosial para pemilih bisa berdialog dengan calon (dua arah), dan bisa menjadi multi arah (pemilih ke calon, calon ke pemilih, dan pemilih ke pemilih).
Dengan keuntungan diatas tersebut bisa meringankan biaya kampanye sang calon karena memposting sesuatu di media sosial tidak dikenakan biaya seperti menaruh spanduk atau iklan di jalan raya atapun di televisi.Â
Dari kedua data diatas maka peran media sosial sebagai tempat kampanye guna mendulang suara pada pemilu 2024 merupakan langkah yang penting selain memiliki banyak kemudahan dan lebih murah dibandingkan media konvensional.Â
Beralihnya para penduduk khususnya penduduk usia muda ke media sosial mendorong partai poitik dan calon wakil rakyat mau tidak mau harus berkampanye melalui medsos guna mensukseskan jalan mereka menjadi wakil rakyat diperiode mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H