Kerajaan Siak merupakan kerajaan yang berada di utara pulau Sumatera berbatasan dengan Bengkalis (Purim) diselatannya dan Kampar, yang sekarang merupakan bagian dari Provinsi Riau. Menurut catatan yang ditulis oleh Tome Pires Kerajaan Siak ini menghasilkan emas, beras, madu, lilin, rotan, dan tanaman obat lignaloe, dan juga buah-buahan seperti anggur.  Kerajaan ini dipimpin oleh seorang muslim dan Kerajaan ini pada zaman Tome Pires datang membayar Upeti kepada Kerajaan Kampar yang kemudian Kerajaan Kampar membayar upeti ke Malaka untuk mendapat perlidungan keamana mengingat menurut buku Sulalatus Salatin dua Kerajaan ini pernah diserang oleh Kerajaan Malaka pada saat dipimpin oleh Sultan Mansyur Syah (1444-1477). Penyerangan ini menghasilkan kemenangan oleh para pasukan Malaka dan membunuh raja dari kedua kerajaan tersebut yaitu Maharaja Jaya (Kampar) dan Maharaja Permaiswara). Sehingga membuat kedua kerajaan ini menjadi wilayah kekuasaan Malaka.
Ketika Sultan Mahmud Syah I berada di Bintan, Raja Abdullah yang bergelar Sultan Khoja Ahmad Syah diangkat menjadi raja di Siak. Setelah itu yang kemudian menjadi Raja Siak adalah Raja Hasan anak dari Sultan Ali Jaloo Abdul Jalil dari Johor-Riau., sedangkan itu saudara-saudaranya yang lain ditempatkan di Kelantan bernama Raja Husein, dan di Kampar ditempatkan Raja Muhammad.
Namun sejak VOC menguasai Malaka pada 1641, membuat kerajaan-kerajaan tersebut menjadi dibawah pengaruh politik dan ekonomi perdagangan VOC, yang terikat perjanjian pada tanggal 14 Januari 1676 yang isinya perjanjian itu ialah setiap hasil timah harus dijual hanya kepada VOC. Demikian pula dengan ditemukannya tambang emas dari Petapahan, Kerajaan Siak juga terikat oleh ikatan perjanjian monopoli perdagangan sehingga membuat Raja Kecil pada tahun 1723 mendirikan kerajaan baru di Kuantan dekat Sabak Auh di Sungai Jantan Siak yang kemudian yang disebut juga Kerajaan Siak. Setelah mendirikan kerajaan Siak yang baru, Raja Kecil yang sebagai sultan memakai gelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah (1723-1748), dan selama pemerintahannya ia meluaskan daerah kekuasaannya sekaligus melakukan perlawanan terhadap kekuasaan politik VOC.
Menurut Hikayat Siak, Raja Kecil sendiri merupakan seorang putra dari Sultan Mahmud, sang penguasa Johor. Ia lahir setelah ibunya, yang merupakan istri kedua dari Sultan Mahmud ini, diperintahkan oleh sang sultan untuk menelan sperma yang ia tumbahkan ditikar. Akibat perilakunya yang meyimpang itu, sang sultan pun dibunuh oleh para bangsawan kerajaan. Setelah beberapa kemudian setalah kejadian itu Raja Kecil lahir  dan langsung diungsikan dari Keraton Johor ke Muar, sebelum akhirnya dibawa ke Pagaruyung. Dan di Pagaruyung Raja Kecil di besarkan oleh Ibu suri (Putri Jamilan). Â
Ketika sudah menginjak usia 13 tahun Raja Kecil pun meminta ijin untuk merantau mencari pengalaman diluar Pagaruyung. kemudian mengabdi kepada raja Lemabang dari Palembang dan ikut serta dalam pelayaran menuju Johor, Siantan, dan Bangka. Di Siantan, Raja Kecil melakukan persekutuan dengan Orang Laut. Di daerah Rawas Bangka, Raja Kecil menikah dengan putri Dipati Batu Kucing dan mempunyai anak bernama Raja Alam. Setelah berdiam untuk sementara waktu di Batu Kucing, Raja Kecil kemudian ikut berperang membela Sultan Maharaja Dibatu di Jambi dan sempat terluka.Â
Ketika sudah sembuh Raja Kecil memiliki hasrat untuk merebut kembali singgasana ayahnya Sultan Mahmud II yang waktu itu digantikan oleh Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV atau bendahara kerajaan. Ia memiliki hasrat ini dari masukan Putri Jamilam, Putri Jamilan menasehati Raja Kecil untuk merantau lagi ke Siak kemudian ke Johor untuk menuntut kematian ayahnya. Raja Pagaruyung kemudian membekali Raja Kecil dengan regalia keramat Minangkabau. Kemudian ia diberi surat bercap yang intinya mengajak agar semua orang Minang menemaninya dalam misinya atau membayar 20 real kepadanya. Mereka yang menolak bisa terkena bisa kawi, yaitu kekuatan gaib yang berakitan dengan Kerajaan Pagaruyung. Berkat dukungan orang Minang dan Orang Laut, Raja Kecil mampu menguasai Johor dan jadi penguasa disana. kemudian dinobatkan sebagai Raja Johor-Riau dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rakhmat Syah pada tahun 1718. Sementara itu Sultan Johor-Riau, Abdul Jalil Riayat Syah IV, diampuni oleh Raja Kecil dan akan diangkat sebagai Bendahara seperti dulu.
Pada tahun 1746, Raja Kecil wafat, digantikan oleh putra mahkota, Tengku Buang yang bergelar Sultan Muhammad Mahmud Abdul Jalil Muzaffar Syah. Ibukota kerajaan dipindah dari Buantan ke arah hulu Sungai Siak, yaitu Mempura, dan nama kerajaan berubah menjadi Siak Sri Indrapura. Ibukota Mempura terletak di sebelah hulu Sungai Siak yang dibangun oleh Sultan Siak II yaitu Sultan Muhammad Mahmud Abdul Jalil Muzaffar Syah.
Sultan Mahmud Abdul Jalil meninggal tahun 1761 digantikan putranya Tengku Ismail. Sebelum meninggal Ayah tengku Ismail berpesan kepadanya untuk tidak tunduk kepada VOC dan selalu menjalin silturahmi dengan pamannya Raja Alamuddin. Namun Sultan Jalaluddin Syah (gelar yang didapat Tengku Ismail) Â hanya sebentar memerintah sampai 1761, karena adanya serangan Belanda yang memanfaatkan pihak Raja Alamuddin yang lalu menggantikan keponakannya sebagai raja dengan gelar Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah sejak 1761 dan memindahkan ibukota kerajaan ke Senapelan. Setelah Sultan Alamuddin wafat tahun 1765, putranya Tengku Muhammad Ali menggantikan ayahnya menjadi raja dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Pada masa kekuasaannya Kerajaan Siak mengembangkan hubungan perdagangan dengan Kerajaan Minangkabau di pedalaman dan juga dengan Singapura. Namun karena menjabat dalam usia lanjut, sultan kemudian meninggal tahun 1779. Beberapa tahun setelah Raja Ismail putra Sultan Mahmud (Tengku Buang Asmara) berhasil merebut kekuasaan Siak pada tahun 1779.
Dalam Tuhfat Al-Nafis diceritakan tentang perlawanan Raja Alam dibantu VOC dalam rencana untuk menyerang Siak. Dengan membawa 15 kapal perang dan VOC dengan 4 Kapalnya membuat Raja Alam berhasil menaklukkan Siak yang pada saat itu dipimpin oleh Sultan Ismail. Raja Alam pun kemudian mengangkat dirinya sendiri menjadi Raja di Siak. Raja Alam sejak tahun 1761 telah mengadakan perundingan-perundingan dengan Belanda yang salah satu intinya adalah bahwa Raja Alam menghentikan permusuhannya dan bersedia menyerah kepada Belanda. Dalam catatan tersebut pergantian sultan di Siak harus mendapatkan persetujuan dari Belanda. Sementara itu Sultan Mahmud dan Raja Ismail berhasil kabur dari Siak dan pergi ke Palalawan.
Raja Ismail setelah kabur dari Siak dan berkalana di lautan sehingga membuat dirinya menjadi bajak laut, mempunyai ambisi untuk merebut tahta Siak muncul sejak tahun 1779. Dengan dukungan Panglima Said Umar, Raja Ismail mulai merencanakan menyerang Siak. Singkat cerita dari peperangan ini diakhiri dengan upaya rekonsiliasi Siak dengan VOC. Dampak rekonsiliasi meningkatkan perdagangan antara Siak dengan VOC.Â