Reshuffle kabinet merupakan salahsatu isu yang hangat dibicarakna baru-baru ini. Hal itu tidak terlepas dari adanya partai pro-pemerintah, Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang memutuskan mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sebagai capres dari partai tersebut. Citra Anies yang kerap dikenal sebagai sosok oposisi pemerintah pusat membuat banyak pihak-pihak yang mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendepak menteri-menteri dari partai NasDem dari kabinet. Selain itu isu reshuffle juga sempat menguat dari adanya partai oposisi yang akan masuk ke kubu pemerintahan yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang digadang-gadang sebagai upaya menghadang pencalonan Anies Baswedan supaya tidak memenuhi Presidential Threshold untuk persyaratan mengikuti Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun 2024.
Meliha isu reshuffle tersebut kita sebagai masyarakat tentu lebih menginginkan presiden Jokowi untuk mengganti Menteri-menteri nya yang tidak kompeten bukan karena alasan politis seperti yang berkembang belakangan ini. Zaken Kabinet bagi perpolitikan Indonesia merupakan salahsatu hal yang paling didambakan masyarakat Indonesia. Zaken Kabinet sendiri merupakan suatu kabinet yang dimana anggotanya (para Menteri) diisi oleh orang-orang profesional atau ahli pada bidangnya dan bukan representasi dari partai politik tertentu.
Di Indonesia sendiri pemerintahan yang dianggap sebagai zaken kabinet pertama ialah Kabinet Natsir, isi kabinet sendiri teridiri dari para ahli seperi Sjafruddin Prawiranegara dan Sumitro Djojohadikusumo. Kabinet Natsir dianggap berhasil dalam mengatasi inflasi yang terjadi pada saat itu dengan memanfaatkan perang Korea yang membuat ekspor Indonesia menjadi meningkat yang bisa menguarangi defisit pemerintahan.
Benarkah Bersih dari Partai Politik?
Meski diisi oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya tetapi Kabinet Natsir ini justru hampir seluruh jajaran Menteri merupakan anggota partai politik pada masa itu. Dari 18 menteri dalam kabinet ini hanya 2 orang yang tidak berafiliasi dengan parpol manapun.
Hal ini bisa dibilang wajar karena memang pada masa Demokrasi Parlementer perebutan pengaruh oleh sesama partai politik memang besar yang membuat kabinet yang berdiri tidak bertahan lama karena mosi tidak percaya oleh dari berbagai parpol pesaing. Â Â
Namun jika kita kembali lagi mengenai definisi zaken kabinet yag berkembang sekarang ini tentu saja bisa dibilang bahwa kabinet Natsir tidak bisa dianggap sebagai kabinet yang zaken karena mayoritas Menteri pada kabinet ini justru diisi oleh orang-orang dari partai politik yang berkuasa pada saat itu, meski memang tidak bisa dipungkiri tokoh-tokoh dari parpol tersebut bukan hanya sekadar kader partai tetapi memiliki keahlian yang mumpuni yang justru berhasil memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia pada saat itu sehingga kabinet tersebut tetap dipandang sebagai kabinet yang zaken. Â
Profesional dalam Partai Politik
Meski sering diragukan oleh masyarakat tetapi para Menteri yang berasal dari parpol sebenarnya bukan berarti orang yang tidak kompeten dan hanya mendapatkan jabatannya karena alasan politis. Namun tidak sedikit para profesional yang merupakan kader dari partai politik. Seperti kabinet Natsir yang dianggap sebagai zaken kabinet, tokoh-tokoh yang berjasa ketika itu seperti Sumitro dan Sjafruddin merupakan kader dari partai politik dimana Sumitro merupakan kader Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Sjafruddin Prawiranegara berasal dari Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Â Â
Kabinet Indonesia Maju