Selama Periode Demokrasi Terpimpin yang berlangsung dari 1959-1965 terbentuk 3 kekuatan yang dominan di pemerintahan Indonesia, yaitu diantara Soekarno, PKI, Angkatan Darat. Munculnya ketiga kekuatan ini pun membuat terjadi adanya perebutan pengaruh di berbagai bidang di kehidupan masyarakat dan diberbagai tingkatan wilayah di Indonesia.
Demokrasi Terpimpin ini lahir karena Demokrasi Parlementer yang berlaku di Indonesia sebelumnya tidak membuat Indonesia mampu keluar dari krisis yang terjadi dan tidak adanya partai yang mendominasi dalam parlemen membuat penentuan kebijakan negara urung mendapat kesetujuan dari DPR dan MPR. Dan birokrasi, secara masif, telah menjadi objek pertarungan kepentingan dan arena perlombaan pengaruh oleh partai politik, sehingga menimbulkan polarisasi dan fragmentasi birokrasi.
Namun dalam Demokrasi Terpimpin tidak menghasilkan perubahan mendasar dalam birokrasi, kecuali perubahan peta kekuatan politik. Pergeseran politik ke arah otoritarianisme saat itu menyebabkan peran partai mulai termarjinalkan.
Patologi Birokrasi adalah sebuah penyakit yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan dalam birokrasi. Pada mulanya, istilah “patologi” hanya dikenal dalam ilmu kedokteran sebagai ilmu tentang penyakit. Namun belakangan hari analogi ini dikenal dalam birokrasi, dengan makna agar birokrasi pemerintahan mampu menghadapi berbagai tantangan yang mungkin timbul, baik yang bersifat politis, ekonomi, sosio kultural dan teknologi, berbagai penyakit yang mungkin sudah dideritanya atau mengancam akan menyerangnya perlu diidentifikasi untuk kemudian dicarikan terapi pengobatan yang paling efektif.
Masa Demokrasi Terpimpin
Lalu “Patologi” yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) terlihat birokrasi relatif kurang berkembang peran dan kekuasaannya karena terlalu besarnya kekuasaan pribadi Presiden Soekarno. Di samping itu, juga karena adanya persaingan berebut pengaruh dan kekuasaan antara PKI dan TNI AD dalam mendekati Soekarno. Hal ini yang membuat pada masa ini terjadi politisasi birokrasi.
Politisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai hal membuat keadaan (perbuatan, gagasan, dan sebagainya) bersifat politis. Juga berarti membuat atau mengupayakan agar sesuatu sesuai dengan kepentingannya. Politisasi birokrasi berarti membuat agar organisasi birokrasi bekerja dan berbuat sesuai dengan kepentingan politik yang berkuasa. Politisasi birokrasi berada didua sisi; berasal dari sisi partai politik yang mengintervensi birokrasi atau dari eksekutif itu sendiri yang mempolitisir birokrasi untuk kepentingannya (kekuasaan) sendiri. Tetapi keduanya memiliki kepentingan yang sama yaitu melanggengkan atau mempertahankan kekuasaan.
Pada masa ini terjadi politisasi setengah terbuka. Dikatakan setengah terbuka karena politisasi birokrasi hanya diperuntukkan bagi parpol-parpol yang mewakili golongan-golongan Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom). Namun golongan yang terakhir ini di satu pihak secara formal memiliki hak untuk menempatkan beberapa pemimpin atau tokohnya ke dalam kabinet dan kemudian melakukan politisasi birokrasi. Tetapi di lain pihak, golongan Komunis tidak pernah menikmati hak tersebut karena masuknya PKI ke dalam kabinet selalu ditentang oleh dua golongan yang lain (nasionalis & agama). Selain itu juga ditentang pihak militer. Tampaknya Sukarno juga tidak bisa berbuat apa pun terhadap penolakan itu. Bahkan dalam banyak hal, Sukarno mengikuti sikap golongan nonkomunis. Sebagai jalan tengah, Sukarno menempatkan pemimpin atau tokoh organisasi satelit PKI, misalnya Baperki (Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia), untuk memimpin sebuah kementerian dan kemudian melakukan politisasi. Dengan demikian secara tidak langsung PKI dapat melakukan politisasi birokrasi melalui Baperki.
Sumber:
- Martini, R. (2010). Politisasi birokrasi di Indonesia. POLITIKA Jurnal Ilmu Politik MIP, 1(1), 67-74.
- Ma'ruf, M. M. (2010). Patologi Birokrasi. Jurnal Visioner, 4(3).
- Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi Ilmu.
- Suwarno, S. (2008). Birokrasi Indonesia: Perspektif Teoritik dan Pengalaman Empirik. UNISIA, 31(69).
- Wakhid, A. A. (2012). Hubungan Pemerintah Dan Birokrasi. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, 8(2), 155-176.