Mohon tunggu...
harrista adiati
harrista adiati Mohon Tunggu... Psikolog - psikolog klinis

selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pandemi Covid-19 dan New Normal: Komunikasi Perasaan Membangun Keluarga Kuat

3 Juni 2020   09:00 Diperbarui: 3 Juni 2020   09:09 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi Covid-19 yang saat ini sedang dialami oleh dunia merupakan suatu peristiwa yang penting sepanjang masa. Muncul berbagai macam protokol kesehatan akibat dari Covid 19 ini. Perilaku cuci tangan, memakai masker, dan physical distancing merupakan hal yang senantiasa diinformasikan kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk juga dengan stay at home atau tetap tinggal di rumah. Perilaku-perilaku tersebut tentu saja merupakan hal yang baru bagi semua orang. Dimana perilaku baru harus senantiasa dilakukan berulang supaya menjadi kebiasaan. Apalagi saat ini memasuki era New Normal. Segala aspek kehidupan kembali berjalan normal dengan kondisi yang baru, termasuk perilaku baru.

Tidak terkecuali, aspek keluarga yang terimbas. Demikianlah dampak pandemi ini ke seluruh aspek kehidupan. Dalam hal ini keluarga mengalami terpaan yang cukup besar karena keluarga menjadi pusat, segala sesuatu mengalir dan berkumpulnya di dalam keluarga. Dengan stay at home membuat setiap anggota keluarga harus berada di rumah. Hal ini membuat pertemuan di dalam keluarga menjadi meningkat secara frekuensi dan intensitasnya.

Ada keluarga yang tidak bermasalah dengan perubahan ini. Namun, tidak banyak juga keluarga yang membutuhkan upaya penyesuaian diri yang lebih keras. Komunikasi orangtua dan anak, seringkali karena kesibukan, akhirnya hanya sebatas komunikasi permukaan saja, misalnya, sudah makan belum, mau pergi kemana, pulang jam berapa, PR sudah dikerjakan belum, dll. 

Acapkali komunikasi mendalam jarang dilakukan di dalam keluarga. Contoh komunikasi mendalam, misalnya 'Bagaimana perasaan adik mengerjakan tugas sekolah ini?' 'Bagaimana perasaan mama seharian berada di rumah?' 'Bagaimana perasaan papa ketika harus Work From Home?' 

Pertanyaan yang menggali mengenai perasaan merupakan komunikasi mendalam. Komunikasi mendalam ini sangat dapat digunakan sebagai pendorong untuk keterbukaan hati terhadap perasaan yang dimiliki. Pada dasarnya, secara psikologis, setiap individu itu ingin dimengerti dan diterima. Melalui komunikasi perasaan ini anggota keluarga dapat saling menyampaikan isi hatinya, yang tentu saja tidak akan disampaikan jika komunikasi perasaan tidak dimulai.

Menyampaikan perasaan itu merupakan katarsis (dalam istilah psikologi). Katarsis merupakan kemampuan seseorang untuk mengutarakan perasaannya. Ketika seseorang dapat mengutarakan isi hatinya, maka seseorang akan merasa lebih lega, tenang, dan dapat mengurangi beban psikologis.

Terlebih dengan adanya pandemi ini, dimana aspek ekonomi, pendidikan, aktivitas dan berbagai kebiasaan hidup sangat berbeda. Tidak semua anggota keluarga dapat menerima dan beradaptasi dengan mudah. Berkomunikasi secara mendalam dengan menyampaikan perasaan sangat membantu untuk menghilangkan rasa cemas atau ketidaknyamanan yang dialami. Perasaan psikologis yang lebih tenang dapat membuat imunitas tubuh meningkat. Imunitas inilah yang saat ini sangat kita butuhkan dalam menghadapi pandemi.

Beberapa topik yang dapat menjadi alternatif yang dapat diangkat dalam komunikasi perasaan, contohnya :

Menyampaikan perasaan yang dialami kaitannya dengan :

a. Pandemi Covid-19 ini.

b. Berbagai macam berita di media massa tentang Covid-19.

c. Stay at Home

d. Perilaku hidup sehat seperti cuci tangan.

e. Kondisi ekonomi keluarga saat ini.

f. Kondisi anak-anak yang harus mengikuti pelajaran sekolah di  rumah.

g. Apabila anggota keluarga kita tertular covid-19

h. Apabila ada proses karantina yang dialami oleh salah satu anggota keluarga

i. Apabila ada kematian anggota keluarga akibat covid-19

j. Bagaimana dengan kondisi new normal ini?

Keluarga dapat menentukan berbagai topik lain yang akan diangkat dalam komunikasi perasaan. Bagaimana caranya melakukan komunikasi perasaan? Cara yang tepat dalam membangun ketahanan keluarga melalui komunikasi perasaan di tengah pandemi ini adalah disampaikan dalam bentuk sebagai berikut :

-Seluruh anggota keluarga berkumpul. Carilah waktu dan tempat yang tepat dan nyaman bagi seluruh anggota keluarga.

-Dapat dibuka dengan berdoa, supaya apa yang dikomunikasikan dari hati ke hati ini sungguh sangat bermanfaat.

-Tentukanlah satu topik yang akan diangkat.

-Setiap anggota keluarga dapat menyampaikan perasaannya tentang topik yang sedang dibahas. Lakukan secara bergilir.

Ingatlah bahwa setiap perasaan adalah benar, jadi tidak perlu menghakimi atau menilai perasaan orang lain. Biarkanlah setiap anggota menyampaikan perasaannya, terutama jika ada perasaaan cemas, takut, khawatir, marah dll. Inilah saat yang tepat untuk mengeluarkan isi hati.

-Setelah semua anggota keluarga mengemukakan perasaan, bangunlah harapan dan semangat keluarga bahwa keluarga pasti bisa menghadapi hal ini dengan baik dan sehat.

-Dapat diakhiri dan ditutup dengan berdoa bersama.

Setelah melakukan komunikasi perasaan ini, anggota keluarga akan merasa lebih lega, yang awalnya ada kekhawatiran dan ketakutan, menjadi lebih tenang ketika dialog terjadi.

Komunikasi perasaan ini dalam istilah psikologi merupakan contoh I Message yang merupakan komunikasi asertif, dan sangat baik bagi kesehatan jiwa. Asertif adalah Suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai perasaan pihak. 

Ada kalimat yang dapat digunakan untuk bersikap asertif yaitu dengan Pesan Saya (I Message) bukan menggunakan istilah 'Kamu' karena dengan menggunakan istilah 'Saya' maka kita fokus pada diri kita dalam memandang permasalahan yang ada, bukan menyalahkan atau menyudutkan orang lain.

I message ini dapat ditunjukkan dengan menyusun kalimat yang diawali dengan 'Saya merasa...' Dengan kita melakukan komunikasi perasaan ini menjadi tanda bahwa kita mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan dengan cara yang tepat.

Dalam komunikasi keluarga disertai dengan bahasa tubuh yang menunjukkan sikap asertif yaitu mempertahankan kontak mata langsung, posisi tubuh menghadap ke anggota keluarga yang sedang berbicara, mendengarkan dengan sungguh-sungguh, ekspresi wajah dan tubuh yang mendukung dialog. Komunikasi perasaan dalam keluarga dapat mendukung kesehatan psikologis. Pikiran, perasaan dan tubuh yang rileks dapat meningkatkan imunitas tubuh. Jadilah keluarga yang kuat, mampu bertahan dan melewati pandemi ini dengan selamat, bahagia dan sehat.

Salam sehat dan bahagia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun