Mohon tunggu...
Harris Usman Amin
Harris Usman Amin Mohon Tunggu... Lainnya - I am just an ordinary person

Menulis menyampaikan ide dan gagasan dan semoga bisa memberikan manfaat bagi negara dan bangsa. Amin....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemimpin Baru dan Kebijakan Profetik

13 Desember 2024   11:00 Diperbarui: 13 Desember 2024   10:31 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2024 yang akan segera berakhir telah melahirkan pemimpin-pemimpin baru melalui proses Pemilihan langsung. Pileg dan Pilpres di bulan februari dan Pilkada di bulan November yang dilakukan serentak diseluruh daerah di Indonesia. Dari Pilpres, rakyat Indonesia sudah memberikan amanah kepada Bapak Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming sebagai Presiden dan Wakil Presiden, tentu saja ini memberikan angin segar kepada seluruh pihak yang berharap perubahan menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. Sementara itu di bulan November Pilkada serentak juga banyak melahirkan pemimpin baru dan yang menarik adanya Petahana yang kalah oleh Kotak kosong seperti yang terjadi di Pangkal Pinang dan juga dibeberapa daerah lain. Hal ini mengejutkan bagi para pengamat politik dimana calon yang kalah oleh kotak kosong adalah yang diusung oleh beberapa partai sehingga tidak memberikan peluang bagi calon lain untuk diusung partai kecuali lewat jalur independen. Dengan lawan yang hanya kotok kosong diprediksi bahwa kemenangan akan lebih mudah diraih namun hasil berkata lain, rakyat lebih memilih kotak kosong dibanding kembali dipimpin oleh pemimpin yang sama.

Legitimasi Pemimpin

Menurut Max Weber legitimasi dibagi menjadi 3, yaitu legitimasi tradisional, kharismatik dan legas rasional. Sedangkan menurut Levi seorang pemimpin akan dipandang legitimate saat dapat memenuhi 4 faktor yaitu perilaku pemimpin, kompetensi aparatur, kinerja dan keadilan prosedural. Legitimasi merupakan suatu bentuk kepercayaan atau keyakinan bahwa pemimpin/pemerintah dapat diikuti atau dipatuhi. Dengan demikian sangat penting bagi seorang pemimpin untuk membentuk legitimasi dalam dirinya agar masyarakat yakin dan percaya serta patuh pada kepemimpinannya.

Untuk mewujudkan legitimasi tersebut seorang pemimpin harus dapat menampilkan perilaku yang baik, perilaku yang bisa menjadi contoh dan panutan bagi masyarakat. Sering kita temui pemimpin yang lupa akan tugasnya sebagai seorang pelayan masyarakat namun justru menjadi sosok penguasa yang meminta untuk dilayani dan dihormati. Selain itu kinerja seorang pemimpin juga harus dapat dirasakan oleh masyarakat, kebijakan yang dibuat haruslah didasari atas keadilan yang tidak mementingkan kepentingan suatu kelompok saja. Masyarakat tentu saja akan mematuhi pemimpinnya jika pemimpin tersebut punya kemampuan sebagai seorang pemimpin yang mampu mengatasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

Kebijakan Profetik

Kebijakan merupakan semua yang dilakukan oleh pemerintah baik sifatnya berupa tindakan maupun bersikap diam. Apapun yang diputuskan oleh pemerintah adalah sebuah kebijakan. Dalam proses kebijakan ada beberapa tahapan yang dilakukan yaitu perumusan kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Dalam setiap proses tersebut ada aktor-aktor yang terlibat termasuk pemimpin yang menjadi pemutus kebijakan, peran pemimpin dalam suatu proses kebijakan mempunyai peran yang krusial dengan pengaruh dan kewenangan yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil seorang pemimpin akan memberikan dampak pada masyarakat, oleh karena itu diperlukan jiwa kepemimpinan yang dapat mengarahkan pemimpin dalam memutuskan suatu kebijakan.

Dalam model kepemimpinan konvensional seperti kepemimpinan autentik, otoriter, transaksional maupun kepemimpinan transformasional tidak mengkaitkan dengan nilai-nilai agama bahkan dalam kepemimpinan spiritual nilai-nilai yang digunakan merupakan nilai yang bersumber dari nilai sosial atau nilai spiritual yang ada dalam diri manusia. Untuk itulah diperlukan nilai-nilai agama  untuk memberikan pedoman kepada seorang pemimpin agar dapat melaksanakan model kepemimpinan yang dicontohkan oleh nabi. Nabi merupakan role model kepemimpinan bagi setiap agama, karena nabi mendapatkan bimbingan langsung dari Tuhan sesuai dengan kitab suci yang merupakan pedoman langsung dari Tuhan.

Model kepemimpinan yang dapat menyatukan antara nilai agama dan rasionalitas adalah model kepemimpinan profetik. Dengan melaksanakan model kepemimpinan profetik maka seorang pemimpin akan menghasilkan juga kebijakan profetik. Profetik menurut Prof Kuntowijoyo adalah mengandung misi mewujudkan humanisasi, liberasi, dan transendensi. Maka kebijakan profetik adalah kebijakan yang mengandung misi mewujudkan humanisasi, liberasi dan transendensi.

Pemimpin dan kebijakan profetik

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa seorang pemimpin memerlukan legitimasi untuk meneruskan kekuasaannya. Dalam konteks Pilkada maka seorang calon kepala daerah harus dapat meyakinkan masyarakat untuk memilihnya, bagi calon kepala daerah incumbent maka akan menjadi pertaruhan apakah rakyat selama ini merasakan kebijakan yang profetik selama kepemimpinannya atau kebijakan yang justru hanya mengakomodir kepentingan golongan saja.

Jika pemimpin dapat mengeluarkan kebijakan profetik dengan misinya mewujudakan humanisasi, liberasi dan transendensi maka masyarakat jelas akan merasakan manfaatnya dengan semakin tingginya tingkat kesejahteraan, pendidikan yang murah serta tingginya tingkat kerukunan beragama. Kebijakan profetik sangat penting untuk diterapkan dalam setiap proses kebijakan mulai dari perumusan, implementasi dan evaluasi. Jika misi profetik dikedepankan dalam pengambilan kebijakan maka kebijakan yang dihasilkan akan dimulai dari prinsip memanusiakan manusia dan akan meninggalkan kepentingan-kepentingan golongan tertentu yang menindas golongan lainnya.

Jika kebijakan profetik dapat diterapkan selama kepemimpinan seorang kepala daerah, maka dapat dipastikan tidak akan terjadi kotak kosong yang menang dalam Pilkada, dengan asumsi Pilkada dilakukan secara bersih dan tanpa adanya politik uang. Hal ini dapat terjadi karena dengan kebijakan profetik maka masyarakat akan mencintai pemimpinnya yang melaksanakan misi profetik seperti yang dicontohkan oleh Nabi. 

Semoga pemimpin-pemimpin baru hasil Pilkada diseluruh wilayah Indonesia dapat membuat kebijakan profetik selama kepemimpinanya sehingga misi profetik dapat terwujud di Indonesia, Amin....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun