[caption caption="Presiden Jokowi ketika menerima blogger Kompasiana di Istana Negara (Foto: Sekneg RI)"][/caption]Dua hari terakhir ini saya melihat di kompasiana tersaji berbagai cerita seputar undangan makan siang bersama Presiden Jokowi di Istana Negara RI. Cerita tentang keseruan ,keharuan, keajaiban, seputar acara tersebut silih berganti menghiasi Headline Kompasiana.
Saya sendiri menjadi salah satu dari 100 kompasianer yang diundang ke acara tersebut. Ajakan langsung dari Mas Isjet ketika acara Nangkring bersama JNE di Tomang sehari sebelumnya membuat saya tersedak ketika sedang asyik makan siang. “Apa? Makan siang di Istana?” Saya mengulang lagi pertanyaan Mas Isjet. “Jangan lupa pake batik, celana bahan dan sepatu.” Lanjutnya.
Dan keesokan harinya saya sudah hadir di Gandaria City tempat diadakannya acara Kompasianival 2015 yang merupakan tempat berkumpul sebelum berangkat ke Istana. 8.30 sudah tiba dan langsung bertemu dengan panitia. Pertanyaan pertama dari mereka adalah. “Lho mas, kok gak pake batik lengan panjang!” Duh pesannya kemaren kan batik, gak ada cerita tangan panjang atau pendek. Ada sekitar 3 panitia yang menanyakan hal yang sama. Akhirnya saya ditemani Kang Benny Rhamdani berkeliling mall untuk mencari batik lengan panjang. Namun tidak ada satupun yang menjualnya, selain banyak toko belum buka karena masih sekitar jam 9 pagi, juga memang mall sekelas Gandaria City tidak ada toko yang khusus menjual batik. “Dulu ada pak, tapi sekarang tutup.” Demikian diungkapkan seorang petugas keamanan ketika saya tanya hal tersebut.
Namun selalu ada malaikat penolong disaat kita kesusahan. Adalah Mas Nurul admin Kompasiana yang diutus untuk menolong saya. Atas inisiatifnya dia membawa 3 buah batik lengan panjang untuk para kompasianer yang tidak membawa batik. Dan satu buah batik lengan panjang itu dipinjamkan untuk saya.
Dua buah bis berukuran besar sudah siap mengantarkan kami ke Istana. Inilah pertama kali saya dan sebagian besar menginjakkan kaki ke tempat monumental tersebut. Selama ini paling Istana Sepatu dan Istana Boneka di Ancol saya kunjungi, seloroh saya disambut tawa kompasianer satu bis. Sungguh memasuki istana Negara merupakan satu kesempatan yang langka. Kalau kamu bukan tukang potong rumput istana, tidak akan setiap hari kan pergi ke sana?
Selain pejabat dan tamu asing, orang-orang biasa yang dapat berkunjung ke Istana Negara terbatas pada seorang Paskibraka yang setiap tanggal 17 Agustus mengibarkan bendera merah putih di sana. Atau kamu harus menjadi teladan di bidang masing-masing seperti guru teladan, dokter teladan, siswa teladan, dll. Sementara untuk orang biasa rasanya sulit.
Namun di era kepemimpinan Presiden Jokowi semua aturan itu didobrak. Sekarang siapa saja bisa diundang ke Istana. Seperti beberapa waktu lalu pihak Istana mengundang para awak kendaraan seperti sopir taksi, bis dan ojek. Lain kesempatan mengundang para praktisi di bidang e-commerse dan dalam kesempatan ini mengundang para penulis di Kompasiana.
Kami mulai memasuki Istana melalui pintu samping lewat Kantor Sekretariat Negara RI. Kami semua turun dan mulai menginjakkan kaki di pelataran. Beberapa kompasianer sudah mengabadikan dengan foto-foto, ada yang berfoto selfie, ada juga yang berfoto bersama-sama. Padahal ini masih diluar Istana.
[caption caption="Wefie dulu sebelum masuk Istana"]
Ketika memasuki gerbang Istana, Paspampres menyambut kami dengan hangat, memberitahu bahwa kita tidak diperkenankan membawa kamera dan smartphone. Semua barang dimasukkan ke dalam tas dan disimpan di meja dekat pintu masuk.
Berbagai macam perasaan ketika mulai menaiki tangga dan memasuki istana. Kami dipersilahkan duduk di meja yang sudah disediakan. Setiap meja ditempati 5-6 kompasianer. Saya sendiri duduk bersama kompasianer Om Jay, Bang Amril, Bung Niko, Samara dan Ibu Edrida. Kami kagum dengan suasana istana yang dikeliling oleh pilar yang memajang lukisan mantan Presiden RI mulai dari Soekarno dan Soeharto di sisi kanan. BJ Habibie dan Gusdur di bagian belakang serta Megawati dan SBY di sisi kiri.