Saat ini kita sedang berada di bulan Rabiulawal. Menurut KBBI penulisan yang benar adalah ‘Rabiulawal’, dan bukan ‘Rabiul Awal’, atau Rabi’ul Awal’, atau ‘Robiul Awal’ seperti yang banyak ditulis pada kalender kita. Rabiulawal merupakan bulan ke-3 menurut penaggalan atau almanak atau takwim Hijriah. Menurut tarikh Hijriah, pada tanggal 12 Rabiulawal Nabi Muhammad saw. dilahirkan di kota Mekah. Kelahiran dalam bahasa Arab disebut ‘maulid’, oleh karena itu bulan Rabiulawal kerap dinamakan juga sebagai bulan maulid.
Menurut KBBI penulisan yang baku adalah ‘maulid’, dan bukan ‘maulud’ atau ’mulud’. Dengan demikian kegiatan memperingati hari kelahiran Nabi (Muhammad saw.) seharusnya dinamakan ‘bermaulid’ atau jika diberi akhiran –an menjadi ‘maulidan’, dan bukan ‘mauludan’ atau ‘muludan’. Dalam KBBI lema ‘maulid’ (noun) diberi penjelasan: 1.hari lahir; 2 tempat lahir; 3 (peringatan) hari lahir Nabi Muhammad saw.
Salah satu kegiatan yang biasanya mengiringi maulidan antara lain adalah berselawat kepada Nabi Muhammad saw. Menurut KBBI penulisan yang baku adalah ‘selawat’ dan bukan ‘solawat’ atau ‘sholawat’ atau ‘salawat’. Dalam KBBI lema ‘selawat’ (merupakan bentuk jamak dari salat) adalah: 1 permohonan kepada Tuhan atau doa; 2. doa kepada Allah untuk Nabi Muhammad saw. beserta keluarga dan para sahabatnya. Dalam bahasa Arab kata shalla atau shalat berarti: doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah.
Pengertian selawat sebagai berdoa (kepada Allah) untuk sesama dan untuk Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya ini merujuk pada dua ayat dalam Alquran. Pertama, surat Ataubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berselawatlah (berdoalah) untuk mereka. Sesungguhnya selawatmu (doamu) itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Kedua, surat Alahzab ayat 56: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat (berdoa) untuk Nabi (Muhammad saw.). Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah (berdoalah) kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya .”
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah selawat adalah perintah Allah dan merupakan sebuah doa kepada-Nya. Oleh karena itu, sebagaimana lazimnya sebuah doa maka teks bahasa Arabnya diawali Allahuma, yang artinya “Semoga Allah”. Namun dalam kenyataannya kita sering mendengar para pembawa acara, bahkan para ustad dan khotib, saat menyampaikan mukadimah dan menerterjemahan selawat untuk Nabi Muhammad saw. ini melesapkan atau menghilangkan frasa Allahuma atau “Semoga Allah”-nya.
Kita sering mendengar pernyataan seperti ini: “Selawat dan salam marilah kita sampaikan atau curahkan atau limpahkan, kepada Nabi Muhammad…” (jadi seakan-akan kitalah sebagai manusia yang menyampaikan selawat atau kesejahteraan kepada Nabi Muhammad saw. tersebut). Ada pula pernyataan seperti ini; “Selawat dan salam semoga tercurah atau dicurahkan kepada Nabi Muhammad … (tidak jelas siapa subjeknya yang mencurahkan selawat tersebut). Karena selawat merupakan doa dan bahasa Arabnya diawali oleh Allahuma maka terjemahan yang benar seharusnya: “Semoga selawat dan salam oleh Allah disampaikan atau dicurahkan kepada Nabi Muhammad saw….”
Kholid A.Harras
Pensyarah pada Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FPBS UPI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H