Mohon tunggu...
harpin rivai
harpin rivai Mohon Tunggu... -

Pengembara kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

7 Hari Keliling Jateng Pakai MIO

24 Oktober 2013   15:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:05 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Catatan Perjalanan"

7 Hari Keliling Jateng Pakai Mio

[caption id="attachment_273804" align="alignnone" width="683" caption="Saat hendak masuk ke Bumi Ayu"][/caption]

Tak pernah terlintas saya akan mengendarai motor dari Jakarta ke Yogya. Terik matahari, debu, asap knalpot, belum lagi harus beriringan dengan bus-bus dan truk besar, berjam-jam di atas motor.. akh pasti sangat melelahkan.

Selain itu, kononsepeda motor bukanlah alat transportasi aman untuk perjalanan jauh. Apalagi di berita koran, di Cilincing ada truk kontainer ngelindes bikers mati, tapi saking besarnya truk, sopirnya gak nyadar sudah melindas mati orang.Sopir  baru sadar setelah orang banyak menghentikan truknya.

Tapi takdir berkehendak lain. Akhir Agustus 2013, istri meminta pulang, karena mau mengantar bapaknya di Jateng berobat ke Surabaya.

Oleh dana yang terbatas, saya berpikir menghemat pengeluaran dengan menggunakan motor. Hitung-hitung bila pakai motor, uang tiket bisa diberikan ke mertua. Kebetulan ada motor Yamaha Mio GT baru milik adik ipar yang tak dipakai di rumah.

Maka, malam itu 28 Agustus 2013, setelah menutup konter saya di Mangga Dua Square saya bertanya ke istri, “kita ke Jawa pakai motor saja bagaimana?”

“Mau..mau, Sayang,” kata istri bersemangat.

Sampai di rumah, kami mempersiapkan pakaian sekedarnya. “Kita mandi dan istirahat dulu. Jalannya jam 12 malam aja, atau jam 4 pagi,” kata saya sambil membaca peta di GPRS.

Belum Pengalaman

Saya tak punya pengalaman mengendarai motor jarak jauh.

Sebagai traveler, perjalanan saya memang sudah lintas negara: Singapura, Malaysia, Thailand, Myanmar, India dan Taiwan. Kebanyakan traveler saya lalui sebagai backpacker atau karena tugas organisasi. Saya juga pernah melakukan perjalanan sebulan di India sampai di Ladakh, perbatasan India, Pakistan dan China. Tempat dimana Notovithmenemukan buku keberadaan Yesus pada masa remajanya.

Namun, traveler mengendarai motor sendiri? Neil, ga pernah. Jadi pertimbangan saya melakukan perjalanan jam 12 malam atau jam 4 pagi hanyalah instin belaka, kalau siang pasti panas dan macet, kalau malam atau subuh jalanan sejuk dan sepi.

Jam 12 malam kami berkemas lagi. 12.30 dengan satu rangsel kecil, dan satu tas selempang kami menuju pakiran apartemen. Tas selempang  dimasukkan ke bagasi motor. Istri menenteng matras gulung untuk digelar bila kecapean di jalan.

Untuk mengisi perut kami makan nasi goreng di pingir jalan Sunter. Setelah itu saya mengisi bensin full. Jam 1 pagi kami start dari Sunter, Kelapa Gading, Pulo Gadung, Bekasi dan seterusnya.

Karena pertama berkendara sendiri ke Jawa, saya banyak bertanya, terutama di perempatan jalan. Selanjutnya tak susah, jalur Pantura adalah jalur lurus panjang tanpa kelak-kelok. Saya juga diuntungkan berangkat pagi. Jalan yang belum ramai karena orang-orang masih terlelap, sangat menguntungkan perjalanan kami.

Sampai akhirnya, jam di hp menunjukkan pukul 3 pagi, kami telah berada di Jalan Raya Subang, sebuah jalan lurus panjang sebelum memasuki Brebes. Dari belakang, istri saya Dewi mengatakan capek dan ngantuk, minta istirahat.

Tidur di Pom Bensin

“Ok, kita cari pom bensin,” kata saya. Berdasarkan artikel yang suka saya baca, istirahat terindah adalah di pom bensin, lebih aman dan biasanya juga terdapat MCK.

Untuk MCK ini, Pom bensin di Jakarta biasanya gratis. Tapi dalam perjalanan saya ke Puncak dan kepulangan ke Jawa ini, sepanjang perjalanan kalau mampir pipis atau mandi di pom bensin pasti bayar, hehe.

Saya segera menggelar matras untuk istri tidur. Setelah mengecek posisi lewat GPRS, saya merengankan otot dengan senam kecil sambil menjagai istri dan motor saya. Ada beberapa orang tengah tidur di depan musholah. Kebanyakan adalah tukang asongan.

Selesai senam saya meditasi di samping istri yang lelap. Di sebelah kiri saya, sekitar 5 meter penjaga toilet tua bertopi kyai duduk terantuk-antuk di kursinya. Dia tampaknya orang baik. Suasana lingkungan yang kondusif membuat saya memutuskan ikut merebahkan diri di samping istri.

Mungkin saya tertidur, yang jelas, saya membuka mata ketika istri sudah bangun dan tengah memasukkan pakaian ke tas. Orang-orang yang tadi rebah di sekitar kami bangun satu persatu. Mereka mengambil air wudhu, lalu menuju musholah. Cleaning service mengepel tegel yang tadi mereka pakai untuk rebahan.

Jam menunjukkan pukul 5.30 pagi ketika kami meneruskan perjalanan membelah pagi yang dingin, melalui sepanjang jalan Subang, kemudian menuju arah Cirebon untuk masuk ke Jalur Selatan.

Macet di Bumi Ayu

Pengalaman tak mengenakkan kemudian, kami terjebak macet di Bumi Ayu. Saat itu masyarakat Bumi Ayu sedang mengadakan karnaval Agustusan di alun-alun. Jalan macet total. Dari jam 12 siang sampai jam 3 sore kami terjebak bersama deretan bus-bus antar kota, truk pengangkut hasil bumi, dan ratusan kendaraan roda dua yang tak mampu maju ataupun mundur menunggu.

Tak bisa maju ataupun mundur. akhirnya kami parkir di emperan rumah penduduk. Menurut penduduk, acara bisa berlangsung sampai sore. Bosan menunggu pawai tak kunjung usai, saya dan beberapa pengendara motor menerobos jalur ke arah gunung mencari jalur alternatif. Sepanjang jalur ‘pelarian’ ini kami menemukan, bahwa peserta karnaval yang sudah melewati alun-alun juga tak langsung membubarkan diri, melainkan, mereka malah lasehan di tengah jalan beraspal yang membuat macet kian parah.

Tak tampak seorang pun polisi atau pamong yang mengurai kemacetan. Kesanya kemacetan itu seolah dibiarkan. Atau.. mungkin mereka bangga dengan kemacetan itu? Biar kayak Jakarta..hahaha.

[caption id="attachment_273805" align="alignnone" width="798" caption="Alam Purworejo"]

1382602243344783657
1382602243344783657
[/caption] Tiba di Purworejo

Singkat cerita, melalui perjalanan melelahkan itu, pantat yang terbelah-belah karena duduk puluhan jam di atas motor, akhirnya kami tiba jam 10 malam di rumah mertua di Purworejo, yang terkaget-kaget mengetahui kami pulang pakai motor.

Saat itu, mandi, makan dan tidur adalah hal terindah. Saking mau muntahnya naik motor, sebelum tidur aku berencana pulangnya naik bus saja, motor dipaketin sampai Jakarta.

Kami istirahat 2 hari di Purworejo. Tentu tak lupa mengupdate status di Facebook dan rutinitas mengecek GPRS, dimana kami berada dan mau kemana setelah ini. Perlahan kesadaran tumbuh dalam diri saya, sepertinya naik motor cukup menyenangkan. Tapi saya dengar dari mertua, istri saya menangis kecapean karena naik motor, hehe. Jadi keputusan terbaik adalah motor dipaketin saja. Lagian, secara hitung-hitungan, mudik naik motor tak lebih murah. Sudah 400 ribu saya keluarkan untuk bensin dan makan di jalan. Belum termasuk capeknya. Padahal kalau naik bus, paling habis 250 ribu dengan perjalanan hanya 10 jam. Bisa duduk dan tiduran lagi.

Namun, ternyata memaketkan motor ke Jakarta tak murah, sekitar Rp.500.000,- kata ibu mertua. Sahabat saya di Cilacap yang membaca status saya di FB juga meminta saya mampir ke Cilacap. Menurutnya, dari Purworejo tidak jauh kok, naik motor sekitar 4 jamlah katanya.

Dari istri saya dikabarkan acara ke Surabaya batal, karena orang pintar tempat berobat sedang tak di tempat saat di telepon, sebulan ini ada di luar kota.

Setelah menimang-nimang, saya mengajak istri saya naik motor lagi. Kata saya, kita kan mau ke Yogya, habis itu mau ke tempat teman kuliah dulu di Pemalang. Ada juga undangan dari Cilacap, satu-satuya alat transpor yang memungkinkan reuni ke teman-teman di berbagai daerah adalah motor, karena kita belum punya mobil hehe.

[caption id="attachment_273806" align="alignnone" width="738" caption="Di Candi Sewu (Manjusri Graha), Jateng/Yogyakarta"]

13826023491628230778
13826023491628230778
[/caption]

Yogyakarta

Singkat kata kami melanjutkan perjalan ke Yogya. Di Yogya kami menginap di rumah teman karib SMP saya sewaktu duduk di SMP 12 Yogyakarta.

Keesokan pagi, setelah sarapan pagi kami melanjutkan perjalanan ke Candi Sewu (Manjusri Graha). Melakukan sedikit upacara dan pradaksina sesuai tradisi umat Buddha, lalu siangnya berangkat menuju Borobudur-Magelang, Temanggung, Parakan, Weleri dengan jalur naik turun dan cukup terjal sampai akhirnya tiba di jalur Pantura lagi ketika malam menjelang. Sekian lama melaju tanpa kelak-kelok berarti akhirnya kami memasuki Pemalang, tempat sahabat karib saya saat duduk dua semester di Universitas Kristen Duta Wacana.

Jendia menyambut kedatangan kami dengan hangat. Sudah 2 kali kami suami istri bertandang ke rumahnya. Kami bercanda dan tertawa bersama lagi.

Setelah rutinitas membahagiakan, mandi dan makan malam, saya dan istri bergegas lelap dalam pembaringan.

[caption id="attachment_273807" align="alignnone" width="662" caption="Monumen Jend. Gatot Soebroto, Pemalang"]

1382602560365335176
1382602560365335176
[/caption] Happy Bikers

Seperti yang saya janjikan ke istri kemarin, perjalanan ini begitu membahagiakan. Berbeda dengan keberangkatan dari Jakarta yang melelahkan, kali ini kami menikmati perjalanan ini. Mungkin karena kami tidak ngoyo lagi. Dan paling penting, selalu ada tempat berteduh bila malam tiba, yang menyambut kami dengan hangat, sseolah sahabat lama yang pulang ke rumah, siapa lagi kalau bukan sahabat di tiap kota yang kami singgahi.

Hal lain yang membuatistri saya cukup terhibur, semenjak berangkat dari Purworejo dia tidak bengong duduk di boncengan saja, kami mengendarai secara bergiliran. Karena mata saya yang minus tapi tidak mau pakai kacamata, kebanyakan bila malam tiba, atau pas di jalur lapang yang lurus panjang, kemudi saya berikan ke istri yang tampaknya punya jiwa pembalap, bawa motornya kuenceng buanget, hehe.

[caption id="attachment_273808" align="alignnone" width="604" caption="Menyeberang ke Nusakambangan"]

1382602763264059356
1382602763264059356
[/caption]

Cilacap-Nusakambangan

Setelah dari Pemalang di Jalur Pantura, kami melalui jalur menanjak lagi, melewati monumen Gatot Soebroto untuk kemudian tiba di Jalur Lingkar Selatan menuju Cilacap.

Yah, mengenapi saya pada sahabat saya Tara, sesama Alumni Sangha Agung Indonesia, hehe.

Tara menjemput kami di samping tugu Pertamina, Cilacap. Kami disambut penuh hangat, kemudian dibawa ke rumah barunya di dekat pantai Cilacap. Malamnya, menaiki ‘mersi’ roda tiga yang diberi tempat duduk di bak belakang, kami diajak ke Gunung Sredok dan Srindil yang merupakan tempat kramat bagi pencari spritual.

Keesokannya, setelah sarapan kami diajak mengagumi pasir putih dengan menyeberang ke Nusa Kambangan. Karena yang bawa warga Cilacap dengan bahasa ngapak-ngapak, perjalanan pulang-pergi ke pulau Nusakambangan dengan prahu motor perorang hanya dikenai Rp.15.000,-. Selain wisata pantai pasir putih, gua, terdapat juga benteng dan meriam kuno peninggalan Belanda yang bisa dikunjungi di Nusa Kambangan.

Itu belum selesai teman-teman. Selesai berpetualang di Cilacap, kami masih berpetualang dan menginap di Bandung, sebelum akhirnya memasuki Jakarta lewat Cipanas, Puncak.

Home sweet home, sejauh-jauh melangkah, paling indah adalah kembali ke rumah. Ada seminggu lebih kami habiskan berpetualang dan mengunjungi sahabat kami di seputaran Jawa Tengah. Berangkat 28 Agustus, kami tiba di Jakarta kembali 4 September sore.

Next destination, Bali... I will be there with my motorcycle.

Ups, masukan dari Jendia, teman yang mengetahui rencana ini “Gila kamu Win, mending cari tiket pesawat murah, terus kamu sewa motor di Bali, itu jauh lebih murahb daripada kamu paketin motor sampai Surabaya terus baru naik motor ke Bali,”

Hm.. sebuah masukan yang perlu dipertimbangkan. Ada yang mau kasih masukan lain?

Tips buatbikers traveler

  1. Service motor, ganti oli sebelum melakukan perjalanan panjang.
  2. Saat isi bensin, tetapkan jumlah rupiah yang ingin diisi, amati meteran berjalan. Sekalian cek kondisi ban. Biasanya di pom bensin bisa isi angin gratis.
  3. Bawa GPRS, sehingga tahu posisi Anda.
  4. Miliki sahabat sebanyak dan sebaik mungkin, biar Anda punya rumah dimana-mana,haha.
  5. Bukan motor aja yang perlu diisi bensin, kalau lapar cepat cari warung makan biar tak masuk angin. Ciri2 warung makan yang murah biasanya tidak di jalan utama, jadi baiknya belok sedikit ke jalan kecil, pasti harganya pas di kantong.
  6. Sebelum tarik gas, lihat dulu ke belakang, jangan sampai istri atau teman anda ketinggalan di toilet, hehe.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun