Mohon tunggu...
harpin rivai
harpin rivai Mohon Tunggu... -

Pengembara kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Dari Majnu-ka-tilla ke Dharamsala

27 Oktober 2013   17:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:58 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13828680781276888563

[caption id="attachment_274424" align="alignnone" width="280" caption="Mc Leo Ganj, Dharamsala, India"][/caption]

Jalan-Jalan

Dari Majnu-ka-tilla ke Dharamsala

Majnu-ka-tilla atau Samyeling merupakan pengungsian Tibet di tepi Sungai Yamuna, India. Tempat ini direkomendasikan, bila kita ingin bermalam sebelum menuju ke Dharamsala, kediaman Dalai Lama di India.

Samyeling berarti ‘mini Tibet’, karena merupakan tempat pengungsian yang didirikan tahun 1960, dua tahun kemudian resmi menampung para pengungsi Tibet yang mengikuti HH Dalai Lama ke-14 ke India.

Pesawat Thai Airways yang mengangkut saya dari Thailand tiba di New Delhi tengah malam, maklum tiket promo, hehe. Saat keluar dari airport, berjejal-jejal orang menunggu di luar, sebuah pemandangan baru, melihat wanita-wanita India mengenakan ‘sari’ diluar pakaian yang umum kita kenakan.

Bergegas saya mencari taksi menuju Majnu-ka-tilla. Belagak sudah biasa ke India biar tak dibohongi, saya tawar menawar dengan supir taksi. Padahal modal pengetahuan saya hasil browsing di Internet dan email dari kenalan saja. Dealnya sekitar 300 rupe. Taksi berjalan menembus malam yang lumayan dingin.. dan astaga.. saya merasakan getaran damai saat taksi berhenti sejenak mengisi bensin.

Wongdhem House

Sesuai arahan teman di email, yang saya tuju adalah Wongdhem House di Majnu-ka-tilla. Hotel yang juga merupakan refrensi Lonely Planet sebagai tempat yang aman, bersih dan murah. Beruntung masih ada kamar, 400 rupe semalam, kamar mandi dan televisi dalam. Karena ini daerahnya orang Tibet, di sini menjadi pintu perkenalan saya dengan kebudayaan Tibet. Meski tidak banyak, biksu-biksu berjubah merah mulai terlihat. Resepsionis di hotel seorang wanita yang astaga, mirip Agnes Monika..hahahaha.

Keesokan pagi, setelah sarapan di cafe, aku sekaligus memesan tiket bus ke Dharamsala pada resepsionis‘Agnes Mo’ itu, tiket 600 rupe, bus berangkat jam 6 sore.

Jadi menunggu sore menjelang saya putar-putar di sekitar Majnu-ka-tilla. Melihat kios-kios yang menjual cendramata Tibet dan orang-orang Tibet yang beraktifitas. Bule backpaker yang duduk di cafe maupun seleweran sana-sini seperti saya.

Perlu diketahui, mereka yang saya temui adalah generasi kedua dari pengungsi Tibet. Orang tua mereka mengungsi tahun 1962, jadi sebagian orang muda yang itu sudah kelahiran India. Seperti informasi dari Lonely Planet, saya menemukan orang-orang Tibet adalah orang yang ramah.

Pengemis

Di samping orang-orang Tibet dan turis-turis bule ini, saya juga menemukan banyak pengemis yang orang India. Pelajaran yang saya dapat dari pengemis di India adalah, jangan sekali-kali terlihat lemah hati di depan pengemis. Haha.

Ceritanya begini, saat membeli minuman di sebuah warung, ada dua pengemis wanita orang India menghampiri saya, mungkin Ibu dan anaknya. Oleh rasa iba, dan tak punya uang kecil (atau bodoh soal uang?), saya memberi 10 rupe pada pengemis itu.

Apa yang terjadi? Eng in eng.. pengemis itu bukannya pergi, malah merapat ke saya dan minta uang lagi. Melihat ‘kakap’ seperti saya, semua pengemis yang ada di sana mengerubungi saya.

“Hei! #@%$^” Teriak pemilik warung.

Setelah dibentak pemilik warung dengan bahasa India yang saya tak mengerti, pengemis-pengemis itu bubar jalan grak, hehehe.

“Dont give them money again!” pesannya kepada saya.

“Ok, thank you,” kataku bergegas pergi.

Jam 11 saya check out dari Wongdem House, tas rangsel saya titipkan ke resepsionis. Jam 4 saya diantar ke tempat bus menunggu di pinggir jalan raya. Sebuah bus ekonomi, yang membuat saya teringat saat di tanah air, ketika akan berangkat ke Jawa dari Sumatra, menggunakan bus ekonomi. Pada sisi bus tertulis “Himachal Road Transport Corporation”

Tak Bisa Selonjor

Para penumpang membawa banyak barang. Rak di atas kepala penuh, ruang di bawah tempat duduk disesaki kantong-kantong barang.. jualan! Yah, berselonjor saja susah, hehe.

Yah, para penumpang adalah orang-orang Tibet yang habis kulakan barang di New Delhi untuk dijual di Dharamsala, jadi satu orang membawa beberapa karung penuh barang-barang.

Diluar orang-orang Tibet, adalah para turis bule backpacker yang hendak mengenal lebih dekat Buddhisme. Jadi isi bus terdiri orang-orang tibet, beberapa orang India dan turis bule.

Kurang lebih jam 6 sore bus berangkat. Saya mengamati dan takjub sepanjang jalan, akan banyaknya orang-orang India di jalan. Juga beberapa rumah makan, seperti di film India, dipenuhi lampu warna-warni bak istana sangat terang!

Kurang lebih 12 jam duduk mepez-mepez dalam Bus, pagi menjelang dan kami tiba di McLeod Ganj, Dharamsala, atau 'little Lhasa', Pemerintahan Tibet dalam pengasingan.

Om Mani Padme Hum

Udara terasa dingin seperti di Puncak. Orang-orang Tibet dan turis bule hilir-mudik beraktivitas di pertokoan di tepi jalan. Ada yang memakai pakaian umumnya kita pakai, banyak juga yang mengenakan pakaian tradisional Tibet.

Baik orang Tibet maupun turis bule itu, kadang sambil jalan memutar bell doa ‘Om Mani Padme Hum’di tangan. Dan, amazingnya, begitu banyak biksu berkepala botak mengenakan jubah merah maron hilir-mudik diantara orang-orang itu, baik wanita maupun pria, mengingatkan saya pada Myanmar tempat yang baru saya tinggalkan seminggu lalu.

Begegas saya mencari taksi menuju Upper Mc Leo Ganj atau Tushita Meditation Centre, tempat saya terdaftar mengikuti beberapa retret seminggu nanti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun