Mohon tunggu...
Harpat Ade Yandi
Harpat Ade Yandi Mohon Tunggu... -

Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Industrial

12 Februari 2012   06:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:45 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Uphoria Pemilukada di Kota Tasikmalaya yang terjadi diawal 2012 ini bagaikan ajang fashion politik, dimana setiap calon berjalan melenggang kangkung diatas catwalk sambil memperlihatkan “keindahan” komitmen semu yang terus mereka dengungkan melalui pencitraan di media. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah ini yang dinamakan Demokrasi?.
Sebagai sebuah industri, lembaga-lembaga politik seperti partai, parlemen bahkan hingga lembaga yang semula publik-sentris semacam LSM, mengalami proses mekanisasi politik yang bekerja untuk dirinya sendiri. Dalam demokrasi yang mengalami industrialisasi, media menjadi sumber legitimasi untuk penempatan posisi dan eksistensi bagi para calon. Karena media dianggap tempat ampuh untuk alat identifikasi posisi politik, maka calon-calon legislatif yang lahir dalam demokrasi industrial lebih banyak  menghampiri media ketimbang menghampiri massa. Hubungan massa dan elit hanyalah sekedar hubungan virtual (pencitraan) belaka, hubungan yang “ghaib”, bukan hubungan emansipatoris. Maka tak heran jika demokrasi kita hanya ditentukan secara kuantitatif bukan kualitatif.
Kini kita hidup dalam era globalisasi dengan salah satu cirinya adalah  pasar raya semesta. Bersamanya tumbuh kesadaran industrial dalam hampir semua level tindakan manusia. Pasar kini tidak lagi menunjuk suatu tempat (place), tetapi telah berubah menjadi sebuah ruang (sphere). Apa yang oleh Jurgen Habermas disebut sebagai kesadaran teknokratis kini muncul dari ruang tersebut.
Kesadaran teknokratis sangat berwatak ideologis dan telah menyebabkan tunduknya kepentingan-kepentingan praktis pada kepentingan-kepentingan teknis.
Bersamaan dengan maraknya industri media, tumbuh pula bentuk industialisasi dalam aras kehidupan yangn lain, seperti kehidupan hukum, politik dan tentu saja dalam bidang ekonomi. Semua sektor yang mengalami industrialisasi tersebut pada gilirannya mengalami interkoneksi yang cukup kuat, yang telah melahirkan paripurna dalam masyarakat modern. Arus industrialisasi semacam itulah yang perlahan-lahan menghilangkan idealisme media, karena media hanya menjadi ruang transaksi ketimbang ruang artikulasi.
Saat ini kita sedang menghadapi ancaman dari arus informasi yang berhimpit dengan arus industrialisasi. Semuanya bersaing memanfaatkan momentum keterbukaan politik dan keterbukaan budaya.
Karena itu, untuk melihat peran media kita harus melakukan pembacaan terhadap stuktur sosial yang menghidupinya. Satu hal yang cukup menggelisahkan kehidupan politik di Indonesia adalah mengapa media yang bebas tidak mampu membebaskan masyarakat  dari pelbagai persoalan yang kian hari semakin bertambah kompleks dan berhimpit?.semua itu mungkin akibat ekses-ekses negative dari adanya demokrasi industrial yang tidak mendidik rakyat menjadi kritis. Sudah menjadi tanggung jawab kita semualah untuk mewujudkan demokrasi partisipatif guna tercapainya suatu masyarakat madani.
*Harpat Ade Yandi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun