Mohon tunggu...
Harnita Rahman
Harnita Rahman Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Senang Menulis, senang berbagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebuah Cerita Rakyat

10 Januari 2021   06:36 Diperbarui: 10 Januari 2021   07:18 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada satu cerita rakyat di kampungku, yang tidak pernah saya lupakan hingga sekarang. Cerita yang diceritakan nenek di belakang rumah yang selalu menjagaku saat ibu sedang bekerja. Namanya Nenek Cingke.

Berkisah tentang seoran anak perempuan, hidup di sebuah kampung yang semua orang di sana berbahagia akan hidupnya. Hingga kampung tersebut dinamai Kampung Bahagia. Namun tiba-tiba suatu hari anak itu bertikai dengan bapaknya. Dia lari dari kejaran ayahnya sampai ke kebun dimana banyak pohon tinggi. Dia memanjati pohon tersebut. Setiap sampai di puncak, anak itu akan menunggu sambil menangis dan menyanyi

"Ambo aja taa..mangingngi, pattuntuka ridecengnge, maleppi-leppi appalanna tabbalancayangekka, mappateggeri-geri" (Bapak, jangan menyerah menunutun saya ke jalan kebaikan, pahala yang kamu dapat akan berlipat-lipat, tak terbayangkan) Anak itu menyanyi dengan pilu sehingga semua warga kampung mendengarnya. Mereka semua ikut bersedih dan merasa kasihan pada anak perempuan itu.

Setiap kali bapak dan anak itu ditanya, tidak satupun dari mereka yang ingin menjawabnya. Sampai suatu hari, nyanyian anak itu terdengar di seluruh kampung ternyata seluruh pohon pun ikut bernyanyi sedih. Anenhya, nyanyian pohon-pohon tersebut tidak berhenti. Dia nyanyikan sepanjang Hari dan malam. Kampung bahagia konon menjadi kampung yang temaram dan berduka karena nyanyian tersebut.

Datanglah seorang cendikia bertanya pada pohon-pohon tersebut, musabab apa yang menjadikan mereka begitu sedih. Tidak satunpun pohon yang menjawab. Mereka hanya terus bernyanyi. Akhirnya cendikia mendesak anak perempuan tersebut dan ayahnya untuk menjawab. Ternyata anak perempuan ini, begitu ingin ikut belajar bersama anak di kampung sebelah. Sayangnya, mereka miskin dan bukan dari kalangan bangsawan dan perempuan.

Cendikia mengajak seluruh warga berkumpul untuk mencari solusi. Akhirnya disepakati bahwa mereka akan sama-sama mengajukan anak perempuan tersebut ke sekolah dan akan bersaksi bahwa dia adalah satu-satunya anak bangsawan di kampung. Kesedihan anak perempuan berakhir, pohon-pohon pun perlahan tidak bersuara. Kampung ini kembali bahagia.

Cerita ini diceritakan Nenek Cingke setiap saya di rumahnya ketika dia kehabisan bahan cerita, hingga saya remaja. Saya tidak pernah bertanya asal muasal cerita ini, saya dan adik-adik hanya menikmatinya. Apalagi lagu dalam Bahasa Bugis yang dinyanyikan anak perempuan jika dinyanyikan Nenek Cingke sungguh terdengar menyayat hati.

Nenek Cingke di akhir dia bercerita selalu menambahkan, selalu, bahwa saya dan saudara saya sungguh beruntung, dilahirkan di masa sekarang. Saat semua anak, laki-laki dan perempuan, bangsawan dan rakyat biasa, kaya dan miskin bisa pergi ke sekolah dan belajar di sana. 

Dia selalu mengingatkan betapa bapak dan ibu kami bekerja keras demi menyekolahkan kami. Karenanya tidak ada alasan untuk bermalas-malasan. Bahwa belajar dan bersekolah adalah sumber kebahagiaan anak-anak. Jika anak-anak bahagia, keluarga juga bahagia, lingkungan ikut bahagia dan seluruh kampung berbahagia.

Cerita ini tidak pernah disuguhkan di sekolah formal, beberapa orang yang jika luang sempat saya tanyakan dan saya kisahkan ulang, juga meraba-raba cerita ini, sempat saya tanyakan pada ibu, dia juga tidak ingat. Tapi dia tahu lagunya. Saya lalu mengira-ngira betulkah ini cerita rakyat atau mungkin kisah nyata yang dialami Nenek Cingke sendiri di masanya yang sulit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun