Terlahir sebagai masyarakat kelas menengah cenderung ke bawah, saya menyadari bahwa pola hidup bersih dan sehat memang tidak pernah menjadi kultur keseharian kita. Kesadaran itu muncul ketika pandemi Covid 19 bertubi-tubi menyerang dunia.Â
Kita yang biasanya langsung comot makanan entah sehabis menyentuh apa, tetiba harus membiasakan diri mencuci tangan dengan sabun, 20 detik pula. Kita yang tangguh menantang debu, bakteri, virus di tengah udara yang penuh polusi, harus terbiasa bernafas di balik masker. Kita yang dulunya biasa saja menggunakan pakaian kerja, kelelahan, lalu ketiduran harus legowo berepot-repot memastikan tubuh kita aman dari virus saat kembali di rumah. Kita yang biasanya menerjemahkan kasih sayang, rasa hormat, dan cinta dengan bersentuh-sentuhan harus menahan diri dan menjaga jarak.Â
Hidup sehat dan bersih seingat saya, tidak pernah betul-betul menjadi bagian penting dalam penanaman nilai hidup kita. Slogan bersih itu sehat, kesehatan sebagian dari iman, hanya lalu lalang dalam proses belajar pendidikan formal kita.
Dan, tepat sekali. Ketika corona virus menyerang, kita kelabakan. Kita stress, bingung, karena yang harus kita ubah adalah pola hidup keseharian, turun temurun, mendarah daging, beranak pinak. Mirisnya, pemerintah yang sejatinya diharapkan bisa mengarahkan rakyatnya dengan cepat dan tepat pun tidak kalah bingungnya.
Belum selesai masalah, kultur hidup sehat belum terbangun, vaksin belum tersebar, naasnya virus corona bergerak lebih cepat. Dipastikan virus ini telah bermutasi, bertransformasi menjadi varian virus dengan gejala yang jauh lebih beragam dengan tingkat penularan yang jauh lebih cepat.
Apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan kehidupan? Dalam penanganan virus atau wabah, dikenal konsep biosecurity. Sederhananya, konsep ini berarti mengamankan lingkungan. Konsep ini sejatinya sudah  dipakai dalam menanggulangi penyebaran virus ini di awal.
Berdasarkan konsep ini, kita perlu selalu menyadari bahwa satu-satunya tempat teraman dari virus adalah rumah. Rumah sebagai tempat paling aman adalah zone hijau. Selanjutnya lingkungan komunitas, yaitu keluarga besar atau tetangga berada di zona kuning. Dan ruang publik adalah zona merah.
Demi agar rumah tetap berada di zona hijau, protokol kesehatan yang dianjurkan mesti berlaku. Tidak ada kompromi. Sayangnya, hal ini sering kali kita abaikan, trutama saat berada di zona kuning. Saat acara keluarga, saat bertemu teman atau saat di tempat kerja.
Rumah yang merupakan zona hijau dimana keluarga kita tinggal, juga harus mulai berupaya untuk membangun kultur hidup sehat dan bersih. Misalnya dengan mengatur pola makan yang sehat, berdisiplin melakukan aktivitas fisik di luar rumah dan tetap rajin mencuci tangan.
Membangun kultur ini yang menurut saya  sangat sulit. Dia haris terbangun dari rumah dan terbangun sejak dini, agar anak-anak tidak segagap kita hari ini saat menghadapi pandemi di kemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H