Mohon tunggu...
Harnida
Harnida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/IAIN Bone

"Pendidikan adalah kunci yang membuka pintu menuju pengetahuan, membentuk karakter, dan menerangi jalan menuju masa depan yang lebih baik."

Selanjutnya

Tutup

Financial

Keuangan Publik Islam: Menuju Keadilan dan Kesejahteraan Berkelanjutan

18 Januari 2025   17:13 Diperbarui: 18 Januari 2025   16:16 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Keuangan publik islam sangat penting dalam suatu perekonomian negara, dimana keuangan publik bertujuan untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan suatu negara yang sesuai dengan syariah. Pada hakikatnya keuangan publik islam ini berbeda dengan keuangan publik konvensional, yang hanya berfokus pada keadaan ekonomi tanpa memperhatikan aspek pemerataan, keadilan dan keberkahan. Kemudian landasan hukum keuangan publik islam didasarkan pada Al-quran, hadis, ijma dan qiyas. Tujuan dari keuangan publik islam ini untuk mencapai tujuan falah atau kesejahteraan di dunia dan akhirat.

Salah satu fondasi yang terpenting dalam keungan publik islam adalah konsep kepemilikan. Dalam islam, kepemilikan mutlak hanyalah milik Allah swt, manusia hanyalah pemegang amanah yang diberi hak untuk mengelola ssumber daya yang ada di bumi. Konsep ini menuntut pertanggungjawaban yang besar dalam penggunaan dan pemamfaatan sumber daya tersebut. Oleh karena itu, pengelolaan keuangan publik harus dilakukan secara transparan yang berorientasi pada kemaslahatan umat.

Zakat merupakan instrumen penting dalam sistem keuangan publik Islam. Zakat adalah ibadah maliyah (berkaitan dengan harta) yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Zakat berfungsi sebagai mekanisme redistribusi kekayaan dari orang kaya kepada yang miskin, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Selain itu, zakat juga dapat digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Selain zakat, terdapat pula sumber-sumber pendapatan negara lainnya dalam Islam, seperti khums (seperlima dari harta rampasan perang atau temuan), jizyah (pajak yang dikenakan kepada non-Muslim yang tinggal di negara Islam sebagai jaminan perlindungan), kharaj (pajak tanah), dan ushr (pajak pertanian). Namun, dalam konteks modern, sumber-sumber pendapatan negara dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, asalkan tetap berpedoman pada prinsip-prinsip syariah. Misalnya, pemerintah dapat mengenakan pajak atas penghasilan, keuntungan perusahaan, atau transaksi ekonomi lainnya, dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan dan tidak memberatkan masyarakat.

Prinsip penting lainnya dalam keuangan publik Islam adalah larangan riba (bunga). Riba dianggap sebagai salah satu bentuk kezaliman dalam transaksi ekonomi, karena dapat menyebabkan eksploitasi dan ketidakadilan. Oleh karena itu, sistem keuangan publik Islam harus bebas dari praktik riba. Sebagai gantinya, Islam menawarkan berbagai alternatif pembiayaan yang berbasis bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), jual beli (murabahah dan salam), dan sewa (ijarah). Sistem ini lebih adil dan transparan, karena risiko dan keuntungan ditanggung bersama antara pihak-pihak yang terlibat.

Pengelolaan pengeluaran negara dalam Islam juga memiliki prinsip-prinsip tersendiri. Pengeluaran negara harus diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Selain itu, negara juga bertanggung jawab untuk menyediakan infrastruktur yang memadai, menjaga keamanan dan ketertiban, serta membiayai program-program sosial yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam pengeluaran negara, Islam menekankan prinsip efisiensi dan menghindari pemborosan.

Salah satu perbedaan mendasar antara keuangan publik Islam dan konvensional terletak pada orientasinya. Keuangan publik konvensional seringkali berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu, keuangan publik Islam lebih berorientasi pada pencapaian falah, yaitu kesejahteraan yang holistik dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi memang penting, tetapi bukan tujuan akhir. Tujuan akhirnya adalah menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadilan, yang diridhai Allah SWT.

Dalam konteks Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, penerapan prinsip-prinsip keuangan publik Islam memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, optimalisasi pengelolaan zakat dapat membantu mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan sosial. Pengembangan instrumen keuangan syariah juga dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, penerapan prinsip-prinsip ini membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, dukungan dari masyarakat, dan pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep keuangan Islam.

Tantangan dalam penerapan keuangan publik Islam di era modern juga tidak sedikit. Salah satunya adalah kompleksitas transaksi ekonomi yang semakin berkembang, yang membutuhkan ijtihad (penafsiran hukum Islam) yang kontemporer. Selain itu, masih kurangnya sumber daya manusia yang ahli di bidang keuangan Islam juga menjadi kendala. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan mengembangkan riset-riset di bidang keuangan Islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun