Mohon tunggu...
Siti Suharni
Siti Suharni Mohon Tunggu... Editor lepas - Suka menulis

ibu rumah tangga yang suka baca dan film India

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengapa Editor Kalah Tenar dari Penulis Buku?

6 Juni 2024   06:59 Diperbarui: 6 Juni 2024   07:18 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Editor bekerja menyunting buku (freepik)

KETIKA kata editor terdengar dalam percakapan, kemungkinan respons yang muncul selama ini setidaknya ada dua. Pertama, kata editor dikoreksi menjadi auditor, yakni profesi yang tugasnya memeriksa laporan keuangan. Kedua, editor yang dimaksud adalah editor foto/video.

Kendati tidak selalu valid demikian, yang jelas skenario semacam itu sering terjadi. Bukti bahwa editor buku masih terasa asing di pikiran banyak orang. Apalagi di era serbadigital sekarang, editor video banyak diburu oleh content creator demi menghasilkan visual yang mengagumkan dan mungkin akan berbuah cuan.

Buku bagus berkat editor

Barangkali dengan dasar itulah komunitas Kompasianer Jawa Timur alias Cak Kaji menggelar IG Live tanggal 25 Mei 2024 lalu. Judulnya cukup provokatif: Dibayar untuk Cari Kesalahan, yang tak ayal membetot perhatian warganet. Selama ini orang mencari kesalahan selalu dihujat, maka jadi menarik kalau mencari kesalahan justru diganjar cuan.

Lumayan juga malam Minggu daripada gabut saya pun merapat di IG Live @belalangcerewet yang malam itu didapuk sebagai narasumber. Dipandu Mbak Rahma Chemist bloger Jatim asal Makassar, acara berlangsung gayeng dengan banyak pertanyaan. 

Mbak Rahma yang akrab disapa Amma pun memulai sesi sharing dengan pertanyaan: Bagaimana awal mula Mas Rudi bisa kerja jadi editor? Apa alasan memilih pilih profesi editor? Ternyata narasumber mengatakan bahwa daya tarik editing adalah pertemuannya dengan NH Dini pada masa awal kuliah. 

Saat itu Rudi ikut menghadiri bedah buku di Semarang dan mendapatkan hadiah berupa buku bertanda tangan penulis langsung. Yang masih dikenangnya adalah ucapan novelis gaek yang pernah tinggal di Jepang itu. Bahwa buku-bukunya bisa tampil bagus dan memikat berkat tangan dingin seorang editor. 

Sejak saat itulah Rudi bercita-cita jadi editor buku. Kesempatan datang pada tahun 2006 ketika penerbit buku sekolah di Bogor menerimanya sebagai penyunting. Setelah itu, pernah juga bekerja sebagai penyunting di penerbit buku umum untuk genre motivasi dan bisnis. 

Hingga kini ia masih berkerja sebagai editor lepas (freelance) karena bisa dikerjakan secara remote. Waktu masih tinggal di Bogor, ia pernah terlibat sebagai tim penyunting kamus Indonesia - Inggris karangan Hassan Sadily & John M. Echols terbitan Gramedia yang sangat populer.

Beda genre beda job desc   

Ketika ditanya apa beda penyuntingan buku sekolah dan buku umum, Rudi menuturkan bahwa buku sekolah lebih kompleks karena punya banyak rubrik sebagai pelengkap materi bidang studi. Kadang juga ada contoh soal dan pembahasan, maka ketelitian adalah keniscayaan. 

Tugas editor buku sekolah bisa lebih njelimet kalau buku yang diedit diikutkan penilaian proyek karena biasanya sangat lengkap, termasuk indeks dan glossary. Pedoman lainnya: konten harus sesuai dengan butir-butir Pancasila dan tidak melanggar HAM, bias gender, atau menyinggung isu SARA serta muatan pornografi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun