Hujan deras yang menyirami Bogor siang itu memang menjadi saat yang tepat untuk menikmati hidangan bento. Apalagi bagi mereka yang sedang istirahat makan siang di sekolah atau di kantor. Dewi memandang puas ketika kemasan bento food sudah terisi semua dengan nasi, teriyaki, yakiniku, egg roll, spicy chicken, salad, dan teh manis.
Tinggal diberi label di tutup kemasan, maka bento-bento pesanan tersebut siap untuk diantar ke pelanggan yang sudah setia menunggu. Ia tinggal menyerahkan paket pesanan itu pada abang kurir dan ia siap berangkat untuk mengantarkan pesanan tersebut. Dengan wajah semringah, Dewi tersenyum sambil menatap layar smartphone-nya karena ia tahu bahwa cuan sedang mengalir ke dalam rekeningnya.
Ia beserta keluarganya sering berpindah-pindah tempat tinggal sesuai tempat tugas suaminya, seperti Majalengka dan Kudus. Dengan berat hati, ia terpaksa meninggalkan kota kelahiran sekaligus rumahnya di Bogor dan sekitar tahun 2020 atau ketika mulai tinggal di Kudus, ia merintis usaha kuliner untuk mencari penghasilan tambahan serta mengisi waktu luang di rumah.
Usaha bento food atau makanan ala Jepang ia geluti sejak pandemi mulai menerpa. Bagaimana pun, kondisi pandemi membuat dampak yang luar biasa bagi masyarakat, termasuk dalam segi ekonomi keluarga Dewi. Oleh karena itu, jebolan ajang Mojang Bogor 1996 ini berpikir untuk membuka usaha kuliner demi turut menyokong ekonomi keluarganya.
Ia pun melihat peluang bahwa di tempat ini belum ada bisnis kuliner ala bento Jepang dan banyak terdapat perusahaan dan pabrik di sekitar tempat tinggalnya yang bisa menjadi costumer-nya.
Tetap Melaju Meski Tantangan Kerap Mengganggu
Melihat kebahagiaan Dewi ketika menerima berkah dari usahanya kini, siapa sangka ternyata memang ada dukungan dari berbagai pihak yang menyokong bisnis Dewi dan rekan-rekannya sesama pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dewi mengakui bahwa ia bergabung ke dalam grup pengusaha UMKM di kota Kudus.
“(Kami) saling support kok, Mbak.”
Demikian ungkapan Dewi ketika saya tanya mengenai iklim usaha saat ia mulai menjalankan usahanya. Sebagai orang baru dan berada di tempat yang baru pula, Dewi memang butuh keberanian dan semangat yang besar untuk menghidupkan nyala api usaha yang baru mulai dirintisnya itu.
Hal senada juga diungkapkan oleh Mama Zilvana, panggilan khas bagi seorang perempuan pengusaha sambal boran khas Lamongan yang menjadikan rumahnya sekaligus tempat produksi sambalnya. Mama Zilvana menceritakan bahwa usaha yang dijalaninya cukup memberikan peluang mendapatkan tambahan penghasilan alias cuan.