MEF adalah suatu standar kekuatan pokok dan minimum TNI yang mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama serta mendasar bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi TNI secara efektif. Ini dalam rangka menghadapi ancaman aktual untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bagaimana standar itu di implementasikan ?
Kemhan-TNI melakukan MoU dengan sejumlah industri pertahanan dalam negeri dalam pengadaan alusista, seperti amunisi kecil hingga besar. Untuk pengadaan helikopter angkut dilakukan kerja sama dengan PT DI senilai 65 juta dolar AS. Kemudian, dilakukan pula kerja sama untuk pengadaan kapal cepat rudal 40 meter (KCR-40), Rocket FFAR dan lainnya. Total anggaran untuk alutsista tersebut mencapai Rp1,3 triliun. Penandatanganan MoU itu dilakukan dengan sejumlah BUMN/BUM Swasta Industri Pertahanan, yakni PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Palindo Marine, dilakukan di Kantor Kemhan, Jakarta, 6 Maret 2012. Selain itu, Kemhan sudah bekerja sama dengan Korea Selatan untuk pengadaan pesawat tempur jenis KF-X/IF-X. Pesawat ini sekelas dengan F-16 dan Sukhoi.
Tak hanya itu, Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang diketuai Menhan juga akan membeli kapal selam, kapal PKR, tank, rudal, roket dan lainnya. Adapun sasaran kinerja KKIP tahun 2012 ini adalah melakukan program kerja, yakni penyiapan regulasi industri pertahanan (penyelesaian RUU Industri Pertahanan dan Keamanan), penetapan kebijakan nasional dalam rangka stabilisasi dan optimalisasi industri pertahanan, penetapan program dan menindaklanjuti penyiapan produk masa depan.
Untuk penetapan kebijakan nasional meliputi, kebijakan peningkatan kemampuan industri pertahanan, menjamin keberhasilan program transfer of technology (ToT), kebijakan sinergitas dan intensitas kegiatan penelitian, dan kebijakan penyiapan SDM terampil untuk industri pertahanan melalui pendidikan formal. Sejak dibentuk tahun 2010, KKIP telah menghasilkan beberapa kebijakan, yakni masterplan revitalisasi industri pertahanan, grand strategy KKIP, kriteria industri pertahanan, kebijakan dasar pengadaan alusista dan almatsus Polri untuk pemberdayaan industri pertahanan dan verifikasi kemampuan industri pertahanan dan revitalisasi manajemen BUMN Industri Pertahanan. Hal ini dalam rangka modernisasi alutsista TNI dan almatsus Polri serta terealisasinya program revitalisasi industri pertahanan.
Belakangan ini penguatan pertahanan dinilai sudah saatnya bergeser pada kemampuan matra udara dan matra laut,bukan lagi di darat. Ini untuk merespons perubahan dalam percaturan geopolitik global dan ancaman yang sekarang berkembang.sekarang ini ancamannya sudah berubah, misalnya dalam kasus illegal fishing dan people smugling. Perubahan ini perlu di respons khususnya terkait dengan perubahan perubahan yang terjadi dalam percaturan geopolitik. Saat ini penguatan TNI AL dan AU itu sudah dirasakan kian penting.
Walaupun sering dibicarakan trimatra terpadu, seharusnya saat ini yang perlu diperkuat adalahTNI Angkatan Udara dan Angkatan Laut. ”Kalau dulu, yang dikedepankan adalah TNI AD karena ancaman ada di darat, saat ini ancamannya sudah berubah.Memperkuat AU danALmemang akan berdampak pada banyaknya anggaran yang harus dikeluarkanan ketimbang AD. Pasalnya,AU dan AL lebih banyak menggunakan senjata yang diawaki, sehingga dari teknologi lebih mengemuka
Pada zamannya, Soekarno telah memainkan perannya yang dekat dengan Sovyet, Indonesia mendapatkan bantuan besar-besaran berupa kekuatan alut sista super power baik dalam wujud armada laut dan udara, dan bisa dikatagorikan sebagai negara dengan kekuatan militer terdepan di dunia dengan nilai pembelian raksasa, US$ 2.5 milyar. Saat itu, militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan.
Beda sekali dengan Indonesia saat ini pola dan semangatnya itu hanya terbatas membeli ALUTSISTA BEKAS atau maunya sekedar hibah dari negara sahabat. Sudah caranya “memelas” tetapi tiba di pembayarannnya justeru malah “lebih mahal” jatuhnya. Misalnya hibah pesawat F-16 dari Amerika Serikat (AS) yang dijadikan sebagai upaya mengoptimalkan kekuatan pertahanan udara RI. Sejauh ini, proses kedatangan 24 unit pesawat tempur itu tak mengalami kendala. Yakni, sesuai jadwal, akan dilakukan secara bertahap, yang dimulai pada pertengahan 2014. Pesawat hibah itu akan memperkuat skuadron pesawat tempur Indonesia, terutama Skuadron Fighting F-16. Sehingga, nanti TNI akan memiliki dua skuadron pesawat F-16.
Saat ini, RI sudah memiliki 10 unit F-16. Maka, kedatangan 24 unit pesawat tempur itu akan menggenapi jumlah pesawat tempur Indonesia menjadi 34 unit. Satu skuadron terdiri atas 16 pesawat tempur, jadi nanti ada dua skuadron F-16. Selama ini kita juga senang senang saja mengikuti perkembangannya, misalnya ketika perwakilan Kementerian Pertahanan (Kemhan) meninjau pemutakhiran F-16 yang akan dihibahkan itu di AS, menurut mereka banyak hal yang menggembirakan. Antara lain, ke-24 pesawat itu di-upgrade di pabrik yang lebih modern. Kemudian, AS menambah jaminan jam terbang 2.200, yakni dari 8.600 menjadi 10.800 jam terbang. Pemerintah RI mendapatkan 28 engine generasi teranyar yang baru menempuh 1.000 jam terbang. Dari 28 engine itu, 24 terpasang, dan 4 dijadikan cadangan yang sewaktu waktu bisa dikanibal untuk pengambilan spare partnya.
Kebutuhan Angkutan Logistik Di Wilayah Perbatasan
Untuk daerah tertentu seperti Papua dan daerah terpencil, baik karena pengaruh kondisi keamanan ataupun akibat bencana alam atau karena minimnya infrastruktur sering memaksa pihak terkait untuk mengharapkan adanya dukungan angkutan logistik lewat pelibatan milik TNI/Kepolisian. Hal ini kita bisa lihat bagaimana Amerika memanfaatkan sarana militernya takkala NewYork terkena badai sandy Novmber 2012. Di negara Dalam kondisi tertentu. pemerintah akan menyiapkan pesawat angkut militer dan kepolisiannya untuk mengangkut logistik di wilayah perbatasan atau yang terkena bencana. Misalnya seperti di Papua beberapa kali terjadi gangguan keamanan berupa penembakan terhadap pesawat udara sipil sehingga maskapai penerbangan Susi Air dan Trigana Air belum mau beroperasi di sana.
Hal seperti itulah yang terjadi di Papua, pada waktu itu sempat juga kekuata Percepatan Pembangunan Papua mengatakan; "Jika dalam waktu dekat mereka belum beroperasi, kami akan mengerahkan pesawat militer atau pesawat polisi untuk mengganti penerbangan Susi Air dan Trigana Air di Bandara Mulia," kata Kepala Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat, Bambang Darmono, kepada pers di Istana Wakil Presiden, di Jakarta, pada bulan april 2012.
Darmono mengatakan, kepolisian setempat sudah menyerahkan surat jaminan keamanan kepada kedua operator penerbangan di Papua itu, namun mereka tetap tidak percaya. Kepolisian setempat juga akan meningkatkan pengamanan bandara untuk menjamin keselamatan penerbangan. Karena maskapai penerbangan tidak mau beroperasi maka jalur logistik barang menuju dan dari sana sangat terganggu. Satu-satunya moda transportasi menuju dan dari Kabupaten Puncak Jaya adalah pesawat terbang.
Sebenarnya sangat wajar kalau suatu negara membekali militer dan kepolisiannya dengan sarana angkut yang besar dan terbaik di kelasnya, sehingga kalau terjadi sesuatu yang sifatnya mendesak dan darurat maka peralatan atau sarana seperti itu bisa dikerahkan. Tetapi sekali lagi, kalau cara pandang pimpinan melihatnya dari pola seperti dalam pengadaan alut sista TNI itu? Maka tidak banyak yang bisa diharapkan dari sana.
Melukai Rasa Kedaulatan
Apa yang jadi bahan pikiran kita adalah betapa jauhnya cara pandang dan cara pelibatan yang dilakukan pimpinan kita dimasa lalu dan sekarang. Kalau Bung Karno bisa melihat permasalahannya secara jernih dan memberdayakan kekuatan negara kawan secara wajar dan saling menguntungkan, tetapi kini justeru sangat jauh dari tatanan hubungan imbal balik antar negara secara seimbang. Sekarang justeru pimpinan kita menempatkan kekuatan ALUT Sista TNI diisi dari sekedar “ kebaikan hati” negara lain yang juga belum tentu bisa dijadikan kawan yang sesungguhnya malah dalam banyak hal justeru memojokkan posisi negara kita sendiri.
Kini alut Sista TNI hanya terdiri dari peralatan “second hand” masih ingat Main Battle Tank yang menghebohkan itu? Itu juga Tank second hand atau tank bekas pakai, yang suku cadangnya nanti hanya bisa diperoleh dengan cara kanibal. Alangkah teganya para pimpinan itu, malah memberikan TNI alut Sista “rongsokan”. Kalau Bung Karno masih hidup pasti dia tidak akan rela, sarana penjaga kedaulatan negara ini diambilkan dari hibah negara lain yang berupa barang “bekas pakai” dan sudah itu bayar pula lagi. Entah apa yang ada dalam pikiran para wakil kita di DPR-RI sana kitapun tidak tahulah. Mereka barangkali sudah keburu enak hidupnya dan tidak bisa lagi mikirkan yang lain-lain. Apalagi soal Alut Sista, jauh panggang dari api.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H