Berita tentang Camar Bulan atau Temajok atau Tanjung Datu kembali mencuat ke permukaan, misalnya seperti dalam pemberitaan Kompas 11 Oktober 2011;” Pemerintah dianggap lalai dalam menjaga perbatasan Indonesia dengan Malaysia di daerah Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Bahkan, Indonesia dianggap menyerahkan sebagian wilayahnya itu kepada Malaysia. Padahal, batas wilayah kedua negara tersebut pada masa penjajahan Belanda dan Inggris sudah sangat jelas. Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin, Senin (10/10), di Jakarta. Hasanuddin, mantan Sekretaris Militer Presiden, yang kini menjadi anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, melakukan investigasi ke Kalimantan Barat. Modus di Sipadan-Ligitan berulang di Camar Bulan dan Tanjung Datu.” Kalau melihat dari pembritaan media dan tanggapan berbagai pihak, maka sebenarnya terlihatlah bagaimana persoalan batas negara kita itu diurus dengan tidak professional. Berbagai opini dan tanggapan dari publik dan bahkan sanggahan dari pemerintah, tetapi tidak satupun berita yang bersumber dari Badan Resmi seperti Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) baik itu di Pusat maupun di daerah. Keluar Dari Substansi Masalah Masalah Tanjung Datu sesungguhnya bukanlah persoalan pergeseran Patok. Masalahnya adalah Tim Batas RI sudah tidak mau lagi mencantumkan Masalah Tanjung Datu menjadi salah satu OBP(Outstanding Boundary Problems).Sebagaimana kita ketahui sesuai hasil kesepakatan RI-Malaysia pada pertemuan Panitia Nasional ke – 18 (Minutes Nasional/Joint Indonesia Malaysia ke – 18) yang diadakan di Jakarta, Indonesia, tanggal 18 – 20 Oktober 1993, antara lain telah menyetujui bahwa semua masalah yang berkaitan dengan perbatasan kedua negara segera diputuskan setelah seluruh pelaksanaan survei dan penegasan batas selesai dilaksanakan. Pada tahun 2000 Pekerjaan penegasan batas secara fisik dianggap selesai dan pada tahun 2001 Indonesia secara resmi dalam pertemuan tersebut (Ibu Siti Nurbaya,Sekjen Kemdagri dan sekaligus selaku Ketua Nasional Perbatasan RI-Malaysia saat itu) mengajukan masalah T.Datu agar dimasukkan sebagai salah satu OBP. Pada saat itu Malaysia tidak mau menerima, tetapi bersedia agar membicarakan masalah ini pada pertemuan berikutnya. Seharusnya Tim Batas Indonesia pada tahun 2002 semestinya secara tertulis mengajukan secara resmi untuk menjadikan masalah T.Datu ini sebagai salah satu OBP. Sangat di sayangkan wacana seperti itu malah tidak ada sama sekali. Hal ini bisa dipahami, karena Tim Batas Indonesia itu sifatnya ke panitiaan, dan personilnya selalu berganti.Masalah T.Datu jadi “menguap”. Hilangnya Rasa Nasionalisme Pada masa-masa berikutnya (tahun 2002-2007) Persoalan T.Datu seolah senyap, sesekali muncul wacana untuk mengusulkan lagi agar T.Datu diangkat lagi ke permukaan, tetapi karena personil yang terus berubah malah wacana dari tahun 2007-2010 wacana yang berkembang justeru sebaliknya yakni agar klaim T.Datu di lepaskan saja. Alasan mereka utamanya karena MOUnya sudah di tanda tangani malah oleh satu Kementerian secara resmi mengusulkan agar Masalah T.Datu agar dianulir karena tidak sesuai dengan hukum Internasional. Perjuangan mereka yang tetap mempertahankan agar masalah T.Datu tetap dijadikan sebagai OBP bukannya kecil, adu mulut dan debat panas terjadi di tataran “pengambilan keputusan Tegas Batas RI”; sayangnya yang menguat justeru pemikiran agar melepas klaim T.Datu. Secara tidak langsung hal ini terlihat pula pada Kerjasama “Joint mapping RI-Malaysia”, suatu kerjasama Pemetaan wilayah perbatasan RI-malaysia. Kalau selama ini kepada Tim RI yang ada di Joint Mapping tersebut agar wanti-wanti jangan sampai menghilangkan tanda Klaim atas Tanjung Datu diatas peta tersebut. Ternyata pada ahirnya tokh Tim Batas RI di Joint mapping justeru memperkuat pihak Malaysia.Masalah T.Datu tidak ada lagi pada Peta Joint Mapping tersebut. Jadi kalau diamati secara “jeli” sepertinya ada upaya sistematis dan selaras dengan kepentingan Malaysia yang “hidup” di tengah-tengah Tim Batas RI. Logikanya tidak mungkinlah anggota TIM Batas RI itu tidak punya rasa nasionalisme sama sekali. Tetapi faktanya patut untuk di duga, sebab “nuansa”nya Tim Kerjasa Batas RI-Malaysia itu justeru selalu “menguntungkan” Tim Perbatasan Malaysia. Ini fakta, publik bisa lihat sendiri. Yang mempertahankan kepentingan Malaysia di perbatasan itu ya Tim Batas RI itu. Fakta Yang Berkembang Fakta yang mengemukan adalah berbagai kenyataan di luar konstek masalah seperti : bahwa Tidak ada wilayah RI yang dilepaskan dan tidak ada Patok yang bergeser. Misalnya seperti pemberitaan Kompas 15/10/2011; “Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono menyatakan tidak ada pergeseran patok di perbatasan Camar Bulan dan Tanjung Datu. TNI memang menemukan patok tua Belanda dan patok berdasarkan nota kesepahaman 1978 yang menunjukkan batas berbeda di Tanjung Datu, Kalimantan Barat. ”Dibandingkan dengan peta Belanda dan rakyat, MOU 1978 ada batas yang berbeda, yaitu melenceng sekitar 800 meter. Namun, TNI mendasarkan tugas patrolinya berdasarkan dasar legal, yaitu MOU itu,” kata Agus dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Jumat (14/10). Agus didampingi Kepala Badan Intelijen Strategis Laksamana Muda Soleman B Ponto. Meskipun begitu, Agus mengharapkan, masukan yang ada dipergunakan pemerintah untuk meninjau kembali kalau memang ada ketidaksepakatan dalam nota kesepahaman (MOU) 1978.” Panglima benar sekali, dan memang tidak ada Patok yang digeser atau bergeser di sana tetapi ada wilayah RI seluas 1500 ha akan diserahkan kepada Malaysia secara “sukarela”. Itu masalahnya. Sukurlah bahwa pada pertemuan tersebut “Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq menyatakan, masukan ini akan digunakan untuk mempertanyakan hal ini kepada Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan untuk ditindaklanjuti dalam perundingan dengan Malaysia.”. Kita ingin agar DPR-RI mempertanyakan ke Kemlu/ Kemdagri/ Kemhan apakah mereka memang mau melepaskan klaim atas Tanjung Datu? Tolong ditanyakan juga apakah Rapat batas RI-malaysia (November 2011) bersedia mengajukan secara resmi dan tertulis klaim atas T.Datu? dan kemudian agar Komisi I DPR-RI meminta secara resmi agar pata “Joint mapping” yang menganulir klaim atas Tanjug Datu supaya dibatalkan. Kita juga meminta agar Komisi I DPR-RI mengusut siapa tokoh yang berusaha melepaskan klaim atas Tanjung Datu dan menuntutnya sesuai hukum yang berlaku; sehingga masalah seperti ini tidak terulang lagi pada masa-masa yang akan datang. Kita berharap agar Komisi I menjadi benteng wilayah kedaulatan RI dan semoga belum “tersusupi” oleh kepentingan Malaysia. Karena dari pangamatan saya, Tim Batas RI kita perlu dipertegas lagi komitmennya atau perlu di lihat apakah Tim Batas kita itu benar-benar sudah terkontaminasi “kepentingan nasional Malaysia”. Saya bisa memahami suasana kebatinan para prajurit kita di Lapangan seolah-olah “mereka” yang tidak bisa mengawal kedaulatan wilayah RI, padahal nyatanya justeru pihak Tim Batas RI yang kerjanya kurang professional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H