oleh harmen batubara
Berita duka itu ternyata nyata; pesawat latih TNI-AU jenis Fokker 27 pada Kamis (21/6) mengalami musibah, pesawat itu jatuh ketika sedang melatih prajurit-prajurit pilihan. Korban tewas dalam tragedi
jatuhnya pesawat Fokker-27 milik TNI Angkatan Udara di Halim Perdana Kusuma berjumlah 10 orang, dengan perincian tujuh awak pesawat dan tiga warga Kompleks Rajawali, yang rumahnya tertimpa pesawat.
Musibah bisa terjadi dimana saja, dan kalau dibawa ke bahasa “alam jagad”, semua itu bisa terjadi karena memang sudah sesuai dengan “izin” sang penguasa alam. Kita percaya semua yang terjadi di Dunia, pastilah atas izinNYA. Meski kalau kita hubung-hubungkan memang faktanya bisa menggugah perhatian kita kembali kepada persoalan alutsista TNI. Pesawat latih TNI-AU jenis Foker 27 itu masuk jajaran TNI-AU pada 1977, yang berarti sudah berusia 35 tahun. Pesawat itu sudah melatih para prajurit kita selama 35 tahun non stop. Sebagai prajurit masa bhakti saya saja hanya mencapai waktu 30 tahun, tidak mampu mencapai pengabdian tugas pesawat Foker-27 tersebut.
Satuper satu prajurit TNI yang terlatih dan profesional itu kembali gugur. Meski mereka bukan gugur di medan tempur dalam rangka membela kedaulatan negara, tetapi mereka telah memberikan jiwa dan raganya demi yang terbaik bagi persiapan pengawalan kedaulatan negeri ini. Kita justeru lebih hormat lagi, karena mereka gugur bersama pesawat latih kesayangan mereka. Kita berharap semoga mereka mendapat tempat yang baik dan terhormat di sisi sang Khalik, dan kepada keluarga yang ditinggalkan kita ikut mendoakan semoga mereka tabah dan sabar dalam menerima cobaan ini. Dan bagi para pimpinan kita, kita berharap dapat mengambil hikmah yang lebih baik bagi kemampuan TNI kita dimasa datang.
Beda dengan lamunan pembangunan TNI yang kuat, kenyataan ini real, nyata dan jadi fakta serta tidak dapat disangkal, TNI masih memiliki alat tempur berumur tua, di atas 30 tahun. Lebih-lebih alat utama sistem persenjataan (alutsista) matra TNI Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Bahkan masih ada alutsista kedua angkatan itu yang merupakan warisan era Presiden Soekarno. Kita juga tentu masih ingat tragedi tank amfibi Marinir di Situbondo pada 2008 yang menewaskan enam personel kesatuan tersebut. Tank itu berumur 46 tahun. Begitu masuk laut, tank yang pada zamannya sangat ampuh dan kuat itu ternyata tidak bisa muncul lagi. Seperti peristiwa Fokker -27 itu, Tank itu juga membawa serta para prajurit professional TNI itu.
Sebenarnya sejak tragedi tank Marinir itu, Presiden Yudhoyono sudah memerintahkan groundedsemua alutsista yang sudah tua. Namun, rupanya perintah itu lenyap bersama semngat pra prajurit yang membara. Karena harus diakui, prajurit apalah artinya kalau dia bukan seorang prfesional sejati. Ke profesionalan itu hanya bisa ditumbuhkan dari medan latihan sejati dan real. Apalagi secara teknis pesawat Fokker-27 masih laik terbang dan dalam kondisi bagus. Siapapun prajuritnya, pastilah akan memilih tetap latihan dengan segala resikonya. Lebih baik sekarat bermandi keringat di medan latihan daripada mati jadi pecundang di medan laga. Kalaupun saya di suruh pilih, maka pilihan saya lebih baik mati bermandi darah di medan latihan, daripada jadi prajurit pecundang di medan laga. Selamat Jalan sahabat, kalian telah menjalankan tugas dengan semangat prajurit sejati.
TNI Kita Hanya Kuat Di Angan-Angan
Ketika memperingati HUT TNI AU yang ke 66 pada Senin (9/4/2012) Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat dengan wajah berseri mengatakan peringatan HUT TNI AU yang ke 66 ini akan melibatkan 64 unit pesawat terbang berbagai jenis milik AU untuk melakukan demo operasi udara ke darat. "Ini untuk menunjukkan kesiapan alutsista pesawat kita sangat tinggi. Perlahan-lahan kesiapan kita meningkat, dari semula sekitar 30 persen, sekarang sudah lebih dari 50 persen,"
“Dalam rencana strategis (renstra) pembangunan TNI AU 2010-2014 telah direncanakan untuk menambah dan mengganti alutsista yang telah tua dan tidak layak pakai. Upaya itu untuk mendukung kelancaran tugas operasional TNI AU, karena saat ini alutsista yang dimiliki masih kurang,” katanya. Terkait dengan jumlah personel, KSAU mengatakan, saat ini total personel TNI AU berjumlah 37.000 orang yang terdiri atas 31.000 personel militer dan 6.000 pegawai negeri sipil (PNS). Jumlah personel tersebut mencukupi untuk melaksanakan tugas TNI AU. jumlah personel akan ditambah jika alutsista bertambah, karena pengembangan organisasi diikuti oleh pengembangan orang.
Kuat Sebatas Diatas Rencana
Untuk mengawal negara seluas Indonesia, jelas dibutuhkan alutsista udara, laut dan darat yang kuat, cepat dan tangguh. Presiden Yudhoyono pada Pidato Kenegaraan 2011 mengingatkan dan mewanti-wanti mengenai kesiapan alutsista TNI. Hanya alutsista TNI Angkatan Darat yang memiliki kesiapan 81,13%. Angkatan Laut hanya 43,25% dan Angkatan Udara hanya 42%. Bagaimana pasukan bisa disiapkan dengan benar jika alutsista tidak memadai?
Presiden kemudian mengeluarkan Keppres 35/2011 tentang Percepatan Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimal Alutsista TNI Tahun 2010-2014. Dalam kurun waktu itu rencananya akan dialokasikan dana Rp156 triliun untuk alutsista TNI. Dengan membayangkan anggaran seperti itu, sepertinya kita sudah berharap akan segera ada pesawat tempur supercanggih menggelegar menjaga angkasa Indonesia. Begitu juga akan segera tiba kapal-kapal cepat bersenjata rudal menjaga bahari Tanah Air begitu juga dengan Main Battle Tank, Radar dan pesawat pengintai dll.
Negeri Dengan Alut Sista Angan-angan.
Terlebih lagi, karena kita punya industri strategis yang bisa dipacu untuk memodernisasi alutsista TNI dan lagi pula kita punya pabrik senjata Pindad, ada PT PAL Surabaya yang memproduksi kapal, dan ada pula industri pesawat terbang di Bandung. Kayaknya, begitu nyata dan begitu hidup. Kita lalu membayangkan dan yakin negara yang memiliki alutsista modern pastilah akan disegani. Minimal negara kita tidak akan lagi diolok-olok negara tetangga. Sebab setahu kita negara yang memiliki alutsista yang tua renta menjadi olokan negara-negara tetangga. Lebih dari itu, kita tidak ingin alutsista yang tua menjadi pembunuh anak bangsa yang terlatih.
Kementerian Pertahanan juga tidak luput dari lamunan yang memabukkan ini. Wamenhan Sjafrie Samsudin misalnya mengharapkan pada Oktober 2014 TNI akan dapat melakukan latihan dengan melibatkan 35 pesawat F16, artinya TNI AU akan menambah satu squadron F16 dengan cara grand dari Amerika Serikat. Grand itu adalah pemberian secara cuma-cuma. Sehingga kita di prioritaskan oleh Amerika Serikat sebanyak 24 unit. Jadi kita tidak membeli pesawat tapi kita diberi pesawat. Nah pesawat itu yang di upgrade dan itu memerlukan anggaran," begitu wamenhan dengan semangat waktu itu.
Menurut Wamenhan, TNI akan mau fokuskan bagaimana memodernisasi AD, AU dan AL. Oleh karena itu angkatan darat juga akan membeli, male detector tank, meriam polutser 155 mm yang kita belum punya sebelumnya, kemudian menambah helikopter serang, menambah peluru kendali multy rocket sistem, kemudian membeli anti pesawat serang atau mistral. Itu yang kita lakukan," ujar Sjafrie kepada wartawan di Jakarta waktu itu, Kompas, Rabu (5/10/2011). Pendek kata berbunga-bungalah. Tapi kalau kita melihat TNI secara nyata, maka musibah Fokker-27 itu sudah cukup menjelaskan semuanya. (tulisan ini adalah versi lain dari tulisan yang ada di www.WilayahPertahanan.com edisi 24 Juni 2914).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H